Syahdan. Saat khalifah Umar bin Abdul Aziz terbaring sakit menjelang kematiannya, para menteri kerajaan sempat meminta agar isteri Amirul Mukminin untuk mengganti pakaian sang khalifah. Dengan rendah hati puteri Khalifah Abdul Malik berkata, “Cuma itu saja pakaian yang dimiliki khalifah,”.
Sungguh sebuah potret pemimpin yang begitu kontras dengan keadaan rakyatnya yang sejahtera. Khalifah pilihan itu memilih hidup bersahaja. Benar-benar bersahaja, tanpa ada sedikipun unsur pencitraan.
Menjelang akhir hayatnya khalifah ditanya, ‘’Wahai Amirul Mukminin, apa yang akan engkau wasiatkan buat anakanakmu?’’
Khalifah balik bertanya, “Apa yang ingin kuwasiatkan? Aku tidak memiliki apa-apa.’’
‘’Jika anak-anakku orang shaleh, Allah-lah yang mengurusnya.’’ imbuhnya.
Lalu khalifah segera memanggil buah hatinya, dan berkata: ‘’Wahai anak-anakku, sesungguhnya ayahmu telah diberi dua pilihan, pertama, menjadikan kalian semua kaya dan ayah masuk ke dalam neraka,”.
“Kedua, kalian miskin seperti sekarang dan ayah masuk ke dalam surga. Sesungguhnya wahai anak-anakku, aku telah memilih surga.’’ tegas Umar.
***
Begitulah. Sejarah mencatat Umar bin Abdul Azis berhasil menyejahterakan rakyat di seluruh wilayah kekuasaan Dinasti Umayyah.
Ibnu Abdil Hakam meriwayatkan, Yahya bin Said, seorang petugas zakat masa itu berkat, ‘’Saya pernah diutus Umar bin Abdul Aziz untuk memungut zakat ke Afrika. Setelah memungutnya, saya bermaksud memberikan kepada orang-orang miskin. Namun saya tidak menjumpai seorangpun. Umar bin Abdul Aziz telah menjadikan semua rakyat pada waktu itu berkecukupan.”
Dalam riwayat yang lain, Abu Ubaid mengisahkan, Khalifah Umar mengirim surat kepada Gubernur Irak Hamid bin Abdurrahman, agar segera membayar semua gaji dan hak rutin di provinsi itu.
“Saya sudah membayarkan semua gaji dan hak mereka. Namun di Baitul Mal masih banyak uang,” jawab Gubernur membalas perintah Kalifah.
“Kalau begitu, carilah orang yang dililit utang tetapi tidak boros. Berilah ia uang untuk melunasi utangnya.’’ ujar Umar memerintahkan Gubernur.
Gubernur Abdul Hamid kembali menyurati Kalifah Umar.
“Saya sudah membayar utang mereka, tetapi di Baitul Mal masih banyak uang.”
Khalifah memerintah lagi. ‘’Kalau ada orang lajang yang tidak memiliki harta lalu dia ingin menikah, nikahkan dia dan bayarlah maharnya.’’
Abdul Hamid sekali lagi menyurati Khalifah, “Saya sudah menikahkan semua yang ingin nikah. Namun, di Baitul Mal ternyata masih banyak uang.”. (*)