TAJDID.ID~Yogyakarta || Guru Besar Fisika Teori Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya, Prof Agus Purwanto mengatakan, kisah Kiai Dahlan meluruskan arah kiblat merupakan gambaran bagaimana cara pandang Muhamadiyah memahami syariat senantiasa melalui pendekatan rasional.
Menurutnya. keterlibatan aktif dalam mengatasi pelurusan arah kiblat ini merupakan konsekuensi logis dari paham Muhammadiyah yang menganut Islam rasional dan pro-sains.
“Kiai Dahlan sebagai pendiri Muhammadiyah itu melibatkan sains ketika mengoreksi arah kiblat. Jadi, arah kiblatnya tidak ke barat penuh namun agak miring. Di awal-awal ini heboh, kemudian dilakukan koreksi dan semuanya menerima,” kata Prof Agus Purwanto dalam Pengajian Tarjih pada Rabu (14/07).
Pakar Ayat Semesta ini menegaskan, bahwa Muhammadiyah mengedepankan pendekatan sains dan teknologi untuk semakin menciptakan akurasi yang presisi dalam terapan syariat.
Dikatakannya, koreksi arah kiblat yang dilakukan Kiai Dahlan hanyalah satu contoh nyata bagaimana Muhammadiyah menerapkan syariat tidak hanya dengan teks-teks bayani, namun juga dengan pendekatan sains.
Begitu juga dengan ide menyusun Kalender Islam Global, Prof Agus menyebut Muhammadiyah memandang bahwa penyatuan kalender Islam global sebagai salah satu utang peradaban yang tidak bisa ditunda lagi.
“Akan tetapi, realisasi ide ini terhambat sosialisasi dan sejumlah rintangan lainnya. Namun, hal ini cukup sebagai bukti bahwa Muhammadiyah memilih cara beragama secara saintifik,” ungkapnya.
Demikian pula ihwal penentuan jadwal salat. Muhammadiyah telah melakukan observasi bagaimana matahari beredar baik saat terbit, berkulminasi, dan tenggelam. Kecuali salat subuh, keempat awal waktu salat lainnya relatif mudah dikenali hanya dengan mengamati peredaran matahari.
“Dengan adanya koreksi waktu subuh ini, Muhammadiyah berperan aktif dan kreatif dalam mengembangkan ilmu falak,” katanya.
Saat ini Muhammadiyah mulai mengembangkan lebih jauh lagi dalam persoalan astronomi yaitu membangun observatorium sebagai pusat pengamatan benda-benda langit. Muhammadiyah sadar bahwa ilmu falak jauh lebih luas dari sekedar mempelajari posisi geometris benda langit.
Menurut Prof Agus, kajian ilmu falak yang lebih dominan bersifat fikih ini harapannya bisa lebih cair dan menjadi bahan ajar yang disampaikan baik kepada santri maupun siswa Muhammadiyah.
“Jadi pada prinsipnya ilmu falak bisa diajarkan kepada santri atau siswa Muhammadiyah. Yang misinya mendekatkan kitab suci menjadi kegiatan ilmiah di sekolah atau pesantren,” jelasnya. (*)
Sumber: muhammadiyah.or.id