TAJDID.ID || Ketua PP Muhammadiyah, Haedar Nashir mengatakan, sekarang Muhammadiyah dan Aisyiyah saat ini telah memiliki memiliki 165 perguruan tinggi. Dalam upaya menghadapi tantangan postmodernisme dan globalisasi, ia menuturkan bahwa Perguruan Tinggi Muhammadiyah/’Aisyiyah (PTMA) harus memiliki beberapa karakter dari teologis hingga ideologis.
“Bahwa perguruan tinggi Muhammadiyah dan Aisyiyah tentu harus menjadi bagian dan organ penting dari persyarikatan Muhammadiyah yang menyebarluaskan, menanamkan, dan mewujudkan Islam sebagai agama yang membawa pada kemajuan, Islam yang memiiliki kekokohan pada akidah,” terang Haedar dalam acara Milad ke-18 dan Peresmian Gedung B Universitas Muhammaduyah Sukabumi pada Rabu (16/06).
Ia berharap agar segenap civitas akademika di perguruan tinggi Muhammadiyah memiliki paham akidah yang sejalan dengan Manhaj Tarjih.
“Dengan akidah yang lurus, tauhid akan semakin kokoh. Kekokohan pada tauhid akan membawa pada karakter jujur, amanah, dan terpercaya karena yakin bahwa Allah akan selalu mengawasi setiap gerak manusia,” sebut Haedar.
Dalam aspek ideologis dan teologis juga, lanjut Haedar, para pimpinan perguruan tinggi Muhammadiyah juga harus menjalankan ibadah mahdlah sesuai dengan tuntunan Majelis Tarjih, di mana kita menjalankan ibadah sebagaimana yang Rasul jalankan, tidak lebih dan tidak kurang,” tegas Haedar.
Dengan demikian, Haedar mengajak kepada para dosen, pimpinan, karyawan, dan seluruh civitas akademika perguruan tinggi Muhammadiyah agar mempelajari dan mendalami tuntunan ibadah menurut Majelis Tarjih. Termasuk, kata Haedar, mengikuti tuntunan Majelis Tarjih ihwal ibadah di masa darurat Covid-19.
Selain aspek ibadah, sivitas akademik perguruan tinggi Muhammadiyah juga diharapkan memiliki akhlak yang terpuji. Dimulai dengan kegiatan kecil sehari-hari sampai pada urusan yang lebih luas. Misalnya, dalam bertutur kata, bertindak dan berbuat, baik dalam area kampus maupun di luar, Haedar berharap agar menjadi uswah hasanah bagi orang lain.
“Kita memang tidak sempurna sebagai manusia. Namun manakala kita salah, kita perbaiki kesalahan. Berakhlak mulia itu pujiannya di kala kita ada kesempatan untuk berbuat buruk, tetapi kita tidak melakukannya. Ketika ada kesempatan untuk menyeleweng, kita tidak melakukannya karena yakin Allah mengawasi setiap apa yang kita lakukan,” tutupnya. (*)
Sumber: muhammadiyah.or.id