TAJDID.ID || Setelah didiskualifikasi dari lomba lari lintas alam sekolah menengah, seorang remaja Muslim berusia 17 tahun dari Ohio AS menolak untuk pasrah menerima status-quo yang dialaminya. Dia malah berjuang untuk mengubah aturan dan mengizinkan wanita Muslim untuk bisa berkompetisi dengan memakai hijab mereka.
“Wanita hijabi dan Muslim bisa menjadi wajah atletik. Saya bisa menjadi wajah perlombaan lintas alam atau di majalah lari, ” kata Noor Abukarum, seperti diberitakan Daily Californian.
Siswa sekolah menengah Muslim dari Ohio itu didiskualifikasi dari lari lintas negara pada Oktober 2019 karena mengenakan jilbab.
Pada hari-hari setelah balapan, Noor merasa tertantang untuk menyuarakan aspirasinya, ia meminta pelatihnya mengisi keringanan agar dia bisa balapan lagi.
‘Kami punya adik perempuan yang akan segera memakai jilbab. Apakah Anda benar-benar ingin hal yang sama terjadi lagi padanya? Untuk generasi atlet hijabi berikutnya yang akan lolos? ‘”Kata Noor.
Lantas, Noor Abukaram mulai bekerja, bermitra dengan Senator Ohio Theresa Gavarone untuk merancang SB 288 negara bagian Ohio yang melarang sekolah dan organisasi antarkolastik membuat aturan yang melanggar hak untuk mengenakan pakaian keagamaan. Itu disahkan dengan suara bulat pada 24 Juni 2020.
Kemudian, dia mengorganisir kampanye “Let Noor Run Virtual 5k” untuk mengumpulkan uang untuk House of Innovation, sebuah ruang pembuat komunitas dengan tujuan mempromosikan keragaman dan inklusi di semua bidang.
Hijab yang disumbangkan melalui 5k akan diberikan kembali ke sekolah-sekolah di dalam kota Toledo bekerja sama dengan departemen ekuitas, keragaman, dan inklusi Sekolah Umum Toledo.
“Saya, sebagai atlet berhijab, diberi tank top dan celana pendek untuk berlari dalam perlombaan lintas alam, benar-benar bodoh karena saya tidak bisa memakainya. Saya harus mendapatkan legging, kemeja lengan panjang dan hijab olahraga untuk dipakai, ”kata Noor.
“Hanya menunjukkan hijab di sistem sekolah, ‘Hei, kami punya jilbab untukmu. Semuanya dapat diakses, seperti dapat diakses oleh orang lain. Itu adalah misi lain yang kami lakukan,” ujarnya.
Di seluruh dunia, wanita Muslim menentang batasan budaya dan stereotip untuk bersaing dan unggul di tingkat olahraga tertinggi, seperti dalam sepak bola, anggar, angkat besi, bola basket, hoki es, dan banyak lagi.
Pada 2016, 14 wanita Muslim meraih medali di Olimpiade Rio, termasuk pemain anggar Amerika Ibtihaj Muhammad, wanita Muslim pertama yang mewakili Amerika Serikat di podium.
Namun, olahraga lain terus mengalami diskriminasi serupa terhadap perempuan Muslim berhijab, seperti judo yang melarang judoka Indonesia Miftahul Jannah Oktober lalu dari Asian Para Games ketika dia menolak melepas jilbabnya. (*)