TAJDID.ID~Medan || Wakil Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Sumatera Utara, Dr Abdul Hakim Siagian SH MHum mengapresiasi keputusan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang akhirnya mencabut Peraturan Presiden (Perpres) No 10 Tahun 2021 tentang izin investasi miras yang beberpa hari terakhir ramai diperbincangkan.
Namun, kata Abdul Hakim, soyogianya tidak cuma cukup sampai disitu, tapi sekalian UU Ciptaker-nya yang dicabut dengan Perppu.
“Pantas diapresiasi. Namun alangkah baiknya bila UU Ciptakernya yang dicabut/dibatalkan dengan Perppu. Bila itu terjadi, kita beri hormat dan angkat jempol pada Presiden,” ujarnya, Selasa (2/3)
Menurut Abdul Hakim, sesungguhnya argumentasi yang mendasarinya sangat kuat, yakni merujuk pada Naskah Akademik (NA), bahwa NA merupakan keharusan untuk revisi dan pembentukan UU dan Perda baru.
Dijelaskannya, ada hal prinsip dalam NA itu, yakni, pertama kajian filosofis, harusnya Pancasila dan Konsutusi UUD 45, sementara dalam NA UU tidak demikian.
Kedua, kajian sosiologis/empirik, yang memaparkan desakan/permintaan masyarakat untuk dilahirkan UU tersebut.
“Dalam hal itu tidak tampak dari unsur mana yang menginginkan itu, bahkan dalam praktik, penolakan dari berbagai kalangan sungguh luar biasa, dari MUI, ormas2 keagamaan, masy, bahkan organisasi buruh. Kejadiannya persis dengan Perpres yang baru dicabut ini,” kata Abdul Hakim..
Dengan demikian, lanjut Abdul Hakim, karena nyatanya rakyat menolak, maka seharusnya presiden mendengarkan itu.
“Bagaimana bisa terjadi hukum yang harusnya dibutuhkan untuk melindungi, memberikan keadilan dan kepastian, tapi UU Ciptaker ini justru sebaliknya,” tegas Abdul Hakim.
Ketiga, aspek kajian juridis, bahwa model omnibus law tidak dikenal dalam tradisi kodifikasi hukum republik ini sejak dulu. Karena hal itu baru, menurut Abdul Hakim harusnya kajian tentang itu disosialisasikan dulu dengan berbagai alasan, manfaat dan mudaratnya.
“Ini tidak, langsung saja ujuk-ujuk. Anehnya, tujuan untuk menyederhanakan, namun jadinya sangat gembrot dan sulit untuk dipahami, apalagi tuntutan aturan pelaksanaanya yaitu peraturan pemerintah dan Perpres yang tak sedikit, bahkan kabarnya sudah lima puluhan kan ? Itu artinya regulasi kita makin kusut dan gembrot,” sebutnya.
Dengan berbagai alasan di atas, kata Abdul Hakim, alangkah baiknya bila presiden juga bersikap sama dengan Perpres yang baru dicabutnya itu.
“Hal lain, saya tak yakin, investasi akan nyaman bila regulasi yang dibuat untuk itu ditolak dan ditentang dari berbagai kalangan seperti diatas. Ayo, kita tunggu pencabutannya dari Bapak presiden,” tutupnya.
Bahkan, kata Abdul Hakim, sekarang gugatan itu sedang berproses di MK.
“Untuk itulah kita harapkan pak presiden mendengar suara rakyat dari berbagai unsur itu,” ujarnya.
Hal lain agar lebih fokus menuntaskan pandemi, Abdul Hakim meminta presiden supaya memprioritaskan untuk memenuhi janji-janji kampanyenya di berbagai bidang, mulai ekonomi, linngkungan, pendidikan, hukum dan lain sebagainya.
“Tentu juga mewujudkan revolusi mental dan kekuatan berdikarinya sesuai dengan Pancasila dan UUD 45,” tutupnya. (*)