TAJDID.ID~Jakarta || Dosen Pidana Universitas Bung Karno, Azmi Syaputra, mengatakan, Komisi pemberantasan Korupsi (KPK) harus membongkar dan menuntaskan kasus Bancakan Korupsi Paket Kemensos. Bahkan jika perlu KPK harus memperluas penyelidikan.
Azmi menngugkapkan, atas sebaran fakta penyidik maupun dari jurnalis majalah investigatif atas kasus Bansos Kemensos jelas mulai terurai secara terang bahwa ada keterlibatan antara Menteri Sosial yang memilih kolega terdekatnya dalam orgnisasinya sendiri untuk mendapatkan jutaan paket yang disebarkan pada masyarakat.
“Jadi dari sini sudah diketahui ada keinginan yang sama untuk skema dan pola yang dilakukan para pihak guna memuluskan tindak pidana ini, dengan menjalankan fungsi masing-masing,” ujar alumni Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU) ini lewat keterangan tertulisnya yang diterima TAJDID.ID, Jum’at (5/2/2021).
Lebih lanjut Azmi menjelaskan, bahwa sifat hukum pidana itu mengejar fakta materil yang sesungguhnya. Jadi, katanya, walaupun datanya saat ini minim atas nama seorang atau organ yang patut diduga terlibat dalam perkara tipikor ini ,maka penyidik KPK harus menyisir detail peristiwa ini.
“Bila ditemukan peran dan buktinya, maka mengacu pada pasal 15 UU Tipikor, yang memuat; ‘bagi siapapun yang melakukan percobaan, pembantuan, atau bahkan pemufakatan saja, dapat dijerat dengan pidana yang sama dengan pelaku tindak pidana asalnya,” kata Azmi.
Oleh karena itu, menurutnya dalam kasus Bansos ini KPK perlu melakukan perluasan penyelidikan atas data atau nama-nama yang disebutkan oleh para saksi atau tersangka, untuk kemudian perlu disesuaikan melalui penelusuran informasi tambahan, apakah orang yang bersangkutan tersebut tahu, atau menghendaki perbuatan tersebut dan adakah keterlibatan dalam kasus korupsi bantuan paket Kemensos, yaitu dalam fungsi apakah ia ikut sebagai pembantuan, pemufakatan jahat, atau percobaan untuk melakukan tipikor.
“Di sinilah fungsi netralitas dan telitiya penyidik , tidak boleh memutus mata rantai perbuatan, guna membongkar para pelaku. Jika memang ada keterlibatan seseorang dalam sebuah tindak pidana korupsi, maka KPK tidak boleh ragu, laksanakan pengusutan secara menyeluruh tanpa terkecuali dan tidak boleh ada fakta yang dihilangkan serta harus dimintai pertanggungjawaban pidana pada pelaku,” tegasnya.
Selanjutnya, kata Azmi, jika nanti memang penyidik menemukan ada indikasi aliran dana untuk kegiatan kepartaian atau mendukung operasional kader tertentu atau pejabat petinggi tertentu, maka sudah tentu harus ditelusuri dan diperiksa peruntukan dana tersebut.
Mengacu pada UU Tipikor, menurut Azmi semestinya perbuatan tipologi seperti ini memungkinkan dipidananya korporasi (Pasal 1 ayat 3 UU PTPK. 31 tahun 1999), karena makna setiap orang dalam UU Tipikor adalah orang perseorangan atau termasuk korporasi .
Karena melihat konstruksi peristiwa tindak pidana ini diketahui sejak dari awal, Azmi menilai sudah terlihat tautan skema perbuatan dan arah kesengajaan dari Menteri Sosial yang memilih atau menunjuk dan atau memenangkan perusahaan dari orang tertentu yang ia kenal atau dari wadah nggota organisasi yang sama.
Dengan melihat modus operandinya, dimana kendaraan tempat organisasi dan atau perseorangan dari organisasi yang punya kewenangan jabatan tertentu ini dijadikan sebagai area media penyalahgunaan kewenangan untuk berbuat korupsi, maka ini bisa ditelusuri lebih dalam lagi.
“Jika ini benar dan faktanya jelas, maka partaipun semestinya juga dapat dipidana dengan pasal tipikor, karena kedudukannya dipersamakan pertanggungjawaban dengan korporasi. Karena orang-orang tersebut bertemu dan bertindak berasal dari sebuah wadah organisasi serta mereka melakukan kejahatan tersebut dengan memiliki kewenangan terlebih dahulu,” jelas Azmi.
“Dan dengan kewenangan tersebut pulalah, mereka lakukan penyalahgunaan wewenang, sehingga tindakannya nyata memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi yang merugikan negara,” imbuhnya.
KPK Harus Lebih Berani
Terkait tindakan KPK yang sudah menangkap dan menetapkan tersangka dalam peristiwa suap-menyuap, Azmi mengatakan hal itu patut diapresiasi.
“Seebagai pintu masuk boleh saja. Namun KPK harus lebih berani lagi melakukan perluasan penyidik. Jika memang ada benang merahnya maka KPK harus membongkar, mengusut tuntas dan dimintakan tanggung jawab hukum dari para pelaku,” ujar Azmi.
Selain itu, lanjut Azmi, sudah saatnya KPK mulai memformulasikan peluang untuk mengenakan pasal-pasal diluar suap menyuap, khususnya menjajaki peluang pasal 2 ayat 1 dan ayat 2 serta penerapan Pasal 3 ayat 1, yang memiliki unsur jangkauan spektrum tersendiri, agar dapat diterapkan pidana yang tepat, mengingat karakteristik perbuatan ini disusun oleh orang tertentu yang punya kewenangan secara rapi sejak awal, yang akibat perbuatan nya, merugikan negara dalam jumlah uang besar termasuk merugikan kepentingan masyarakat luas termasuk menggangu rasa keadilan masyarakat.
“Ironisnya lagi dilakukan oleh mereka yanng punya wewenang dari negara tersebut di masa pandemi, di mana semestinya para pemegang jabatan pemerintahan tersebut semestinya memberi contoh sifat keteladan dan punya rasa empati pada masyarakat bukan pula dengan melakukan perampokan pada uang negara yang dengan sengaja dan sadar, dilakukan para pihak yang bersekongkol secara terang terangan,” tutupnya. (MRS)