Oleh: Nurul Safitri
Pancasila adalah dasar negara Indonesia. Dalam bahasa Sanskerta, “panca” berarti lima dan “sila” berarti prinsip atau asas.
Lahirnya Pancasila berasal dari judul pidato yang disampaikan oleh presiden pertama Indonesia yaitu Soekarno dalam sidang Dokuritsu Junbi Cosakai yang bila diartikan ke dalam bahasa Indonesia berarti Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPKI) pada tanggal 1 Juni 1945.
Dalam pidato inilah konsep dan rumusan Pancasila dikemukakan oleh Soekarno untuk pertama kalinya sebagai dasar negara Indonesia.
Kemudian pada tahun 2017, tanggal 1 Juni diresmikan menjadi hari libur nasional sebagai memperingati hari lahirnya Pancasila. Hari lahir Pancasila memiliki makna yang luas dalam penegasan atas lahirnya ideologi negara yang harus kita pahami dan diterapkan bersama dalam kehidupan masyarakat.
Muhammadiyah sebagai salah satu organisasi Islam yang turut andil dalam bidang kesehatan, sosial, hingga pendidikan meyakini bahwa Pancasila adalah dasar negara yang harus dipertahankan.
Seperti yang telah dikatakan oleh Ketua Umum PP Muhammadiyah, Haedar Nashir saat bertemu Ketua MPR RI, Bambang Soesatyo dan Wakil Ketua MPR RI, Hidayat Nur Wahid, “Muhammadiyah berpendapat bahwa NKRI yang berdasarkan Pancasila adalah bentuk negara yang ideal dan karenanya harus dipertahankan,” Senin (1/6).
Muhammadiyah memiliki komitmen bahwa Pancasila dengan tegas disusun dan dibahas dalam keputusan Muktamar Muhammadiyah ke-47 di Makassar 2015 yang menyebutkan dengan jelas bahwa Pancasila sebagai Darul Ahdi Wa Syahadah yang berarti negeri yang bersepakat dengan kemasalahatan.
Darul Ahdi dapat dimaknai Darussalam yang artinya negeri penuh dengan kedamaian. Sedangkan, Pancasila sebagai Wa Syahadah yang artinya negeri kesaksian dan pembuktian bahwa umat Islm harus berperan aktif dalam pemahaman, penghayatan dan perilaku hidup sehari-hari.
Pada pengantar PP Muhammadiyah dalam buku konsep “Negara Pancasila: Darul Ahdi Wa Syahadah” terbitan PP Muhammadiyah, disebutkan bahwa konsep Negara Pancasila sebagai Darul Ahdi Wa Syahadah didasarkan pada pemikiran-pemikiran resmi yang selama ini telah menjadi pedoman dan rujukan organisasi seperti Matan Keyakinan dan Cita-cita Hidup Muhammadiyah (MKCH), Kepribadian Muhammadiyah, Khittah-khittah Muhammadiyah, Membangun visi dan Karakter Bangsa, serta hasil Tanwir Muhammadiyah di Bandung tahun 2012 dan Tanwir Samarinda tahun 2014.
Pemikiran tentang Negara Pancasila itu dimaksudkan untuk menadi rujukan dan orientasi pemikiran serta tindakan bagi seluruh anggota Muhammadiyah dalam berkehidupan berbangsa dan bernegara secara kontekstual berdasarkan pandangan Islam Berkemajuan yang selama ini menjadi perspektif ke-Islaman Muhammadiyah.
Warga Muhammadiyah pada khususnya dan umat Islam pada umumnya sebagai kekuatan mayoritas diharapkan mampu mengisi dan membangun Negara Pancasila yaitu Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang berdasar Pancasila, UUD 1945, dan Bhineka Tunggal Ika sebagai negeri dan bangsa yang maju, adil, makmur, bermartabat dan berdaulat sejalan dengan cita-cita Baldatun Thayyibatun Wa Rabbun Ghafur
Jika digabungkan, Pancasila yang berarti Darul Ahdi Wa Syahadah itu bermakna setiap kelompok berlomba-lomba meraih kemajuan dan keunggulan berdasarkan etika sportifitas.
Dengan adanya konsep tersebut, Muhammadiyah berhasil menemukan titik temu antara keislaman dan kehidupan berbangsa. Muhammadiyah menyadari bahwa agama Islam harus menjadi ruh spiritual dalam kehidupan bernegara.
Tetapi juga tidak mengungkiri bahwa dalam berbangsa Indonesia akan mendapati sebuah kenyataan “Bhineka Tunggal Ika” yang berarti “berbeda-beda tetapi tetap satu”. (*)
Penulis adalah Mahasiswi ITB Ahmad Dahlan Jakarta