Oleh: Azmi Syahputra
Jika Presiden tetap menandatangani Undang-Undang Cipta Kerja (UU CK) tanpa melihat dan menyisir kembali isi detail dalam Bab X UU CK
tentang “pemerintah pusat dan kemudahan proyek strategis nasional” yang jelas ini akan menjadi klausula “Kejahatan oleh Legislatif”.
Penulis menggunakan istilah yang dipergunakan begawan ilmu hukum Prof Satjipto Rahardjo yang dengan tegas menyebut istilah telah terjadi “Kejahatan oleh Legislatif”.
Karena bila menyisir dan menganalisis isi pasal-pasal dalam bab X UU CK pasti akan menjadi potensi masalah dalam implementasinya, terutama pada hukum keuangan negara.
Malah dalam pasal-pasal bab X ini memuat, mencabut Undang-Undang yang menjadi dasar penguatan guna melindungi uang negara dan aset negara (Pasal 164 ayat 2 UU CK, dan penjelasan pasal 164 ayat 2)
“Sepanjang diatur dalam UU ini, ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pengelolaan keuangan negara, kekayaaan negara dan atau badan usaha milik negara tidak berlaku bagi lembaga” (Vide Penjelasan pasal 164 ayat 2 UU CK)
Dengan membuat ketidakberlakuan peraturan perundang-undangan terkait yang mengatur pengelolaan keuangan negara/kekayaan negara/badan usaha milik negara bagi lembaga yang dibentuk UU CK, karena segala kegiataan pengelolaan asset dan investasi telah diatur secara khusus dalam UU Ciptaker ini dan peraturan pelaksanaannya dengan mengenyampingkan UU keuangan negara.
Maka jelaslah, niatnya sudah menunjukkan adanya iktikad kurang baik dalam penerapan good governance, penyusun UU dalam hal ini peran serta Legislatif dengan ikut serta menyetujui dan memasukkan isi pasal-pasal yang disusun dengan cara begini, telah nyata-nyata menyimpangi dari tujuan negara. Sebab tujuan negara selalu terkait dengan hukum keuangan negara yang memuat kaidah hukum untuk mengelola keuangan negara. Karena tanpa keuangan negara berarti tujuan negara tidak dapat terlaksana sehingga hanya berupa cita-cita hukum belaka.
Sehingga tidak boleh bagi pemerintahan membuat regulasi atau kebijakan yang menyimpang dari Undang-Undang yang terkait dengan keuangan negara, dan faktanya sangat jelas diketahui dari isi pasal-pasal bab X UU CK, sepanjang mengatur lembaga pengelola investasi, materi pasal-pasalnya sangat jelas mendepak UU keuangan negara.
Isi dan bunyi pasal atau klausula demikian memperlihatkan pembuatan Undang-Undang dibuat secara serampangan tidak klik tujuannya dan nyata telah mengenyampingkan amanah UUD 1945.
Artinya jika ini tetap dijalankan maka pemerintah gagal mengamankan keuangan negara sebagai harta kekayaan dan pendapatan negara yang sah secara yuridis dan bila ini terjadi Presiden ataupun anggota Legislatif dianggap tidak melaksanakan sumpah dan janjinya dalam melaksanakan pemerintahan dengan membiarkan dan membuat aturan yang dapat menimbulkan kerugian keuangan negara.
Karena hukum keuangan negara memiliki kedudukan yang sentral terhadap negara dalam upaya mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Meskipun demikian apa yang menjadi keresahan akademik penulis sebagaima telah diuraikan, guna memberikan ruang dialetika yang seimbang karena kenyataannya masih ada pihak yang pro dan kontra terhadap pengesahan UU CK ini, maka semestinya Pemerintahan bila memberlakukan hukum, dalam hal ini melalui proses legislasi, haruslah mempertimbangkan secara arif suara masyarakat yang muncul, rakyat yang diwakilinya.
Karena tanpa mengakomodasi suara rakyat, hukum akan kehilangan keabsahan sosiologis. Dan jika kehilangan keabsahan atau landasan sosiologisnya, hukum justru akan menimbulkan konflik di dalam masyarakat.
Penulis adalah Dosen Fakultas Hukum Universitas Bung Karno, Alumni Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara.