TAJDID.ID-Medan || Pembatasan Sosial Bersekala Besar (PSBB) yang dijadikan pemerintah sebagai pilihan kebijakan untuk mengatasi Pandemi Covid-19 sarat dengan anomali.
Demikian dikatakan Dosen Fakultas Hukum UMY, Dr King Faisal Sulaiman SH LLM saat tampil sebagai pembicara dalam acara Webinar dengan tema “Kewenangan Daerah dalam Menghadapi Pandemi Covid-19” yang digelar Masyarakat Hukum Tata Negara Muhammadiyah (MAHUTAMA) pada Sabtu (9 Mei 2020) jam 13.00-15.00 WIB.
King Faisal menilai, kebijakan PSBB berbasis social distancing/physical distances, belum berjalan maksmial.
“Mayoritas masih sangat longgar dan justru masih menimbulkan kegaduhan akibat inkonsistensi kebijakan,” ujarnya.
Selain itu, katanya, kebijakan yang dibuat Pusat dan Daerah belum terintegrasi dalam satu orkestra kebijakan yang sebangun dan sejalan. Meskipun dalam PP 21/2020 Jo Permenkes 9/2020 ditekankan pentingnya Monev, pengawasan dan peminaan, namun realitas dilapangan belum berjalan maksimal.
Bahkan, Ia menyebut beberapa Propinsi dengan lintas Kabupaten/Kota tidak terjalin koridinasi yang sinergis dalam penanganan Covid-19. Misalnya kontroversi tentang pulang kampung yang diperbolehkan, sedangkan mudik dilarang adalah contoh konkrit dari secuil persoalan yang timbul.
Bukan cuma itu, kata King Faisal, per 7 Mei 2020 kemarin pemerintah resmi membuka seluruh moda transpaortasi dengan alasan relaksasi PSBB dengan tujuan-tujuan terbatas. Di bulan lalu pemerintah juga mengizinkan beberapa maskapai boleh terbang melayani urusan para investor/kepentingan bisnis
“Yang parahnya lagi, ketika rakyat disuruh diam di rumah,-tidak boleh bekerja, sementara kurang lebih 500 TKA China diizinkan masuk bekerja disektor-sektor tambang yang mayoritas sahamnya dikuasai investor China,” katanya.
Belum lagi soal Kontroversi Perpu No.1/2020 yang menjadi landasan paket stimulus anggaran Covid justru ditengari lebih berorintasi pada penyelamatan beberapa pemodal raksasa yang tersandung kasus Kredit Macet-mirip Century Jilid II.
Mengingat begitu banyak anomali dari penerapan PSBB tersebut, King Faisal mendesak pemerintah untuk konsisten dan konsekuen dalam menjalankan kebijakan. Dikatakannya, Presiden harus membatalkan kebijakan Menteri yang membolehkan masuknya sejumlah TKA apalagi dari China-karena sangat beresiko menjadi transmitor virus dan resistensi konflik horizantal dengan masyarakat setempat.
“Presiden juga harus membatalkan kebijakan Menteri Perhubungan terkait izin dan kelonggaran semua moda transportasi untuk beroperasi kembali-demi memutus mata rantai penyebaran virus yang lebih massif,” ujarnya.
Selain itu, kata King Faisal, harus ada harmonisasi dan kordinasi terkait kebijakan protokoler kesehatan, ekonomi, sosial, keamanan, dan alokasi anggaran/Bansos secara terpadu, dan terintegrasi antar Pemda dan Pemerintah Pusat, sehingga program PSBB bisa efektif dan tepat sasaran.
Begitu juga dengan Program Kartu Pra Kerja, menurut King Faisal sebaiknya dihentikan dan anggarannya direlokasi untuk program JPS yang lebih efekitf. Pgroram ini justru menciptakan pengganguran jilid baru.
Tentang kewenangan Pemda, King Faisal menyebut, idealnya Gubernur sebagai ex eficio Pemerintah Pusat diberikan kewenangan lebih longgar dalam penanganan pandemi Covid, sehingga Kabupaten/Kota cukup melakukan kordinasi di Propinsi, terutama terkait kebijakan yang memerlukan persetujuan dan penanangan segera.
Sementara tentang Badan Nasional Penanggulangan Bencana (PNPB), menurut King Faisal statusnya harus ditingkatkan menjadi Kementriaan tersendiri, sehingga penanganan bencana nasional dimasa mendatang menjadi lebih terkendali dan terintegrasi secari sistem dan kebijakan.
Dalam closing statement nya King Faisal menegaskan, bahwa kebijakan PSBB saat ini bukannya ‘Mengatasi Masalah Tanpa Masalah’ tetapi Justru ‘Tambah Masalah’. Rakyat disuruh mendisplinkan diri namun pemerintah sendiri tidak mendisiplinkan diri.
“Karena itu pemerintah harus mempertimbangkan opsi lain seperti Karantina Wilayah/Lockdown jika jauh lebih efektif ketimbang bertahan dengan PSBB,” pungkasnya.(*)
Berita Terkait: MAHUTAMA Gelar Webinar “Kewenangan Daerah dalam Menghadapi Pandemi Covid-19”