Syahdan. Suatu ketika, di tengah malam yang sunyi, seorang pencuri memanjat dinding rumah Malik bin Dinar. Tanpa kesulitan, pencuri itu dengan gampang masuk kerumah itu.
Begitu berada di dalam rumah, pencuri langsung memperhatikan seluruh ruangan rumah. Namun alangkah kecewanya pencuri itu, ia melihat tak ada satupun yang ada di rumah itu layak untuk dicuri.
Malik bin Dinar, pemilik rumah ada di dalam pada saat itu, dia sedang melakukan Shalat. Menyadari bahwa dia tidak sendirian, usai mengerjakan shalat Malik memutuskan untuk menghampiri si pencuri itu.
Tanpa sedikitpun menunjukkan tanda-tanda terkejut atau takut, Malik dengan tenang memberikan salam kepada pencuri,
“Assalamu’alaikum saudaraku, semoga Allah SWT memaafkanmu. Kamu memasuki rumahku dan tidak menemukan apa pun yang layak untuk diambil, namun aku tidak ingin kamu meninggalkan milikku rumah tanpa mengambil manfaat,” ujar Malik.
Kemudian Malik bergegas pergi ke bagian belakang rumahnya, dan kembali membawa sebuah kendi penuh air. Dia melihat ke mata pencuri dan berkata,”Berwhudu’lah dan lakukanlah 2 rakaat shalat, karena jika kamu melakukannya, kamu akan meninggalkan rumahku dengan harta yang lebih besar daripada yang sebelumnya kamu cari ketika kamu memasukinya.”
Mendengar tutur kata Malik yang penuh lemah lembut membuat pencuri terkesan danberkata; “Ya, itu memang tawaran yang murah hati.”
Setelah berwudhu’ dan melakukan dua rakaat shalat, si pencuri berkata; “Wahai tuan, apakah Anda keberatan jika saya tinggal sebentar, karena saya ingin tetap melakukan shalat 2 lagi?”
“Dengan senang hati, silahkan. Tetaplah engkau di sini untuk melakukan berapa rakaat pun shalat,” jawab Malik.
Pencuri itu akhirnya menghabiskan sepanjang malam di rumah Maalik. Dia terus shalat sampai pagi.
Lalu Maalik berkata, “Jika sudah selesai, pergi sekarang dan rubahlah prilakumu saudaraku,”
Tetapi alih-alih pergi, pencuri itu berkata, “Apakah kamu keberatan jika aku tinggal di sini bersamamu hari ini, karena aku telah bertekad untuk berpuasa hari ini?”
Malik berkata, “Jika itu kemauanmu, silahkan saudaraku,”
Perampok itu akhirnya tinggal selama beberapa hari di rumah Malik. Ia mendirikan shalat pada jam-jam terakhir setiap malam dan berpuasa di siang harinya.
Hingga suatu hari, ketika akhirnya dia memutuskan untuk pergi, pencuri itu berkata, “Wahai tuanku, aku telah membuat tekad kuat untuk bertobat dari dosa-dosa yang telah kuperbuat selama kehidupan laluku”
“Alhamdulillah, jika itu memang sudah menjadi tekadmu saya mendukung dan mendo’akanmu saudaraku,” kata Malik.
Begitulah. Pria itu bertobat dan mulai menjalani kehidupan yang benar dan taat kepada Allah SWT. Sekarang dia bukan lagi seorang pencuri.
Suatu ketika, dia bertemu dengan temannya yang dulu sama-sama pencuri. Temannya itu berkata; “Apakah kamu dapatkan saat mencuridi rumah si Malik?”
Dia berkata, “Sahabatku, apa yang aku temukan adalah Malik ibn Dinaar. Aku masuk kerumahnya untuk mencuri, tetapi justru dialah yang akhirnya mencuri hatiku. Sekarang aku sudah memutuskan bertobat dan tidak mau lagi melakukan perbuatan tercela, termasuk mencuri,”
Pesan Moral
Kisah ini memberi kita sekilas tentang kehidupan sederhana para ulama dan pemimpin seperti sosok Malik bin Dinar. Meskipun ia seorang sosok terkemuka dan terpandang, namun ia memiliki rumah sederhana dengan isi harta benda yang jauh dari kemewahan, bahkan nyaris tak berharga, sehingga ketika seorang pencuri masuk, dia tidak akan menemukan sesuatu yang bernilai untuk dicuri.
Siapa Malik bin Dinar ?
Nama aslinya adalah Abu Yahya, Malik bin Dinar al-Bashri. Ia lahir di Bashrah dan merupakan generasi kelima dari golongan tabi’in. Ia adalah anak dari seorang budak Persia yang menjadi murid Hasan al-Bashri. Ia meninggal di Bashrah pada 131 H.
‘Abdullah bin Ahmad bin Quddamah al-Maqdisi dalam al-Tawwabin mengisahkan bahwa dulunya, Malik bin Dinar adalah seorang preman yang suka mabuk-mabukan, berbuat zalim, memakan riba, dan lain-lain. Hingga pada akhirnya ia bertaubat dan kembali kepada Allah SWT dan menjalani kehidupan dengan zuhud. (*)