Syahdan. Hiduplah seorang lelaki miskin bernama Ali. Dia bekerja keras untuk mencari nafkah dan puas dengan apa pun yang dimilikinya.
Ali punya tetangga bernama Kasim, seorang cukup berada namun sangat pelit. Kasim tidak pernah merasa senang melihat tetangganya yang miskin bahagia. Kasim selalu mencari cara dan alasan untuk membuat Ali bermasalah.
Suatu hari, Kasim mengadakan pesta di rumahnya. Aroma semua hidangan yang dimasak di rumahnya terbawa oleh angin dan menyebar ke seluruh lingkungan, terutama kerumah-rumah tetangganya.
Kasim, tentu saja tidak pernah peduli untuk mengundang tetangganya yang miskin. Sebaliknya, ia mengintip dari balkon rumahnya ke halaman tetangganya.
Tiba-tiba Kasim jadi gelisah, dia melihat Ali duduk dan menikmati aroma lezat yang berasal dari dapurnya. Kasim tidak senang melihat gerak-gerik Ali yang menikmati aroma masakan dari dapurnya.
“Beraninya orang miskin itu menghirup aroma dari dapurku?! Aroma dari makanan yang dimasak dengan uangku! Bajingan! Aku akan membuatnya membayar untuk ini! Saya akan membawanya ke Qazi (hakim) dan menuntut keadilan!” ujar Kasim dalam hati penuh emosi.
Dengan wajah marah, Kasim bergegas ke rumah Ali. Tanpa mengucap salam, Kasim mengherdik tetangganya itu.
“Kau perampok, kau pencuri! Beraninya kau mencuri dari rumahku!,” teriak Kasim.
Ali yang malang tidak mengerti pencurian apa yang dituduhkan kepadanya.
Tanpa menjelaskan apa-apa, Kasim menyeret pria malang itu ke pengadilan.
Berita itu menyebar begitu cepat, sehingga kemudian banyak warga yang berkumpul ingin menyaksikan prosesnya.
Kasim berdiri di depan Qazi (hakim) dan dengan nada sombong ia berkata;
“Yang Mulia, laki-laki ini sangat ceroboh duduk di halaman belakang rumahnya dan tanpa permisi menikmati aroma makanan lezat yang berasal dari dapur saya. Saya menuntut pembayaran untuk kesenangan yang dia nikmati. Yang Mulia, Anda selalu adil dan saya yakin Anda akan memberikan keadilan dalam kasus ini juga,”.
Memang Qazi adalah orang yang adil dan bijaksana. Dia mendengarkan dengan tenang – guncangan di wajahnya perlahan digantikan oleh binar di matanya.
Kemudian dia menoleh ke Ali dan bertanya; “Apakah yang dikatakan pria ini benar? Apakah Anda menikmati aroma maskannya tanpa membayarnya? “
“Benar Yang Mulia, tetapi saya tidak bisa menahannya,” jawab Ali.
“Ali, kamu harus membayar Kasim atas apa yang telah kau nikmati. Pengadilan memerintahkan Anda berdua untuk datang ke sini besok pada saat yang sama. Demi Tuhan, keadilan akan saya tegakkan!,” ujar Qazi.
Kasim menatap Ali dengan dengan sinis dan berjalan keluar dari tempat itu dengan senyum kemenangan di bibirnya. Sedangkan Ali yang malang merasa sedih dan bingung.
Saat Kasim sudah pergi, Qazi mendekati Ali yang masih terduduk lesu dan membisikkan sesuatu di telinganya.
Seketika itu wajah Ali bersinar dan dia pun bergegas ke rumahnya.
Keesokan harinya, sesuai waktu yang sudah ditetapkan, pengadilan dipenuhi oleh warga. Seluruh warga kota yang tahu tentang karakter Kasim yang arogan dan sifat Ali yang jujur, ingin melihat bagaimana Qazi mereka akan menyelesaikan masalah ini.
Dua orang yang berperkara, yakni Kasim dan Ali sudah hadir di hadapan Qazi.
Ali membawa sebuah kotak besar bersamanya. Wajah Kasim cerah sambil melirik kotak uang yang di pegang Ali.
“Apa yang kamu pegang, Ali,” tanya Qazi.
“Kotak uang milik sayaa, Yang Mulia,” kata Ali.
“Baik. Sekarang, coba engkau goncang kotaknya agar kita semua bisa yakin bahwa kotak Anda berisi uang,” kata Qazi.
Ali mengguncang kotak uang dengan kuat dan ada suara gemerincing yang keras.
Qazi kemudia menoleh ke Kasim dan berkata; “Kasim, bagaimana menurutmu, bukankah suara gemericing itu terdengar indah?,” tanya Qazi.
“Iya, ya, ya, Yang Mulia. Suaranya sangat indah,” jawab Kasim.
“Ali, kocok kotak itu sekali lagi”, perintah Qazi. Ali menuruti.
“Kasim, tidakkah kamu merasa senang mendengar suara begitu banyak koin?” Tanya Qazi.
Matanya berkilauan, Kasim berkata, “Ya Yang Mulia, suara uang itu sungguh membuat saya begitu senang!,”
“Ok. Walaupun kau senang mendengarnya, tapi jangan sesekali menyentuhnya apa lagi berharap bisa memilikinya! Kau harus tahu, Ali telah membayar semua apa yang anda tuntut darinya. Sama seperti aroma makanan Anda memberinya kesenangan, begitu pula suara uangnya memberi Anda kesenangan. Kamu telah dibayar secara lunas oleh Ali dengan suara koin itu. Keadilan telah ditegakkan seadil-adilnya,” ujar Qazi.
Mendengar keputusan Qazi, ruang sidang sontak riuh oleh tepuk tangan meriah dari pengunjung. Mereka menilai Qazi sangat cerdas dan bijaksana.
Di akhir persidangan sang Qazi berkata; “Kasim, kamu harus bayar Ali seratus koin emas sebagai hukuman karena mengganggu tetangga Anda dan denda karena mengganggu kedamaian rumah tangganya,”.
Mendengan keputusan Qazi, Kasim tertunduk lemas dan tidak bisa lagi berkata-kata. (*)