Syahdan. Seorang anak laki-laki buta duduk di trotoar jalan sebuah kota besar dengan sebuah topi lusuh yang telentang di dekat kakinya. Kedua tangannya mengangkat sebuah kertas dengan tulisan: “Saya buta, tolong bantu”.
Sudah berjam-jam dia duduk di situ mengharap belas kasihan orang-orang yang lalulang, namun hanya ada beberapa koin di topinya.
Tiba-tiba, seorang pria separuh baya melintas, dia melihat anak itu. Lantas, pria itu berhenti dan berpikir sejenak. Dia mengambil beberapa koin dari sakunya dan menjatuhkannya ke topi anak buta tersebut.
Kemudian dia mengambil kertas berisi tulisan dari tangan si anak. Kertas itu ia balikkan. Lalu dia menulis beberapa kata di atas kertas yang masih polos. Sesudah menulis beberapa baris kata, kertas itu ia berikan lagi kepada si anak yang buta, sehingga setiap orang yang lewat akan dapat melihat dan membaca kata-kata baru yang tertulis di kertas tersebut.
Kemudian si pria bergegas beranjak melanjutkan perjalanannya.
Tidak menunggu terlalu lama, sesuatu yang luar biasa terjadi. Segera topi mulai terisi dengan cukup cepat. Semakin banyak orang memberi uang kepada si anak tunanetra. Dan topinya pun hampir penuh dengan koin.
Beberapa jam kemudian, pria yang telah mengubah tulisan itu kembali melintas di troar itu. Bocah itu mengenali langkah kakinya dan bertanya, “Apakah kamu yang mengubah tulisan pada kertas yang saya pengang ini tadi? Kalau boleh tahu, sebenarnya apa yang kamu tulis?”
Pria itu berkata, “Saya hanya menulis kebenaran. Saya mengatakan apa yang Anda katakan tetapi dengan cara yang berbeda”
Ternyata yang ditulis pria itu adalah “Hari ini adalah hari yang indah dan aku tidak bisa melihatnya”.
Pesan Moral
Dalam menyampaikan sebuah pesan, agar bisa efektif menggugah si penerima pesan, maka ternyata redaksi dan diksi itu begitu penting, juga sangat menentukan.
Tulisan pertama (Saya buta, tolong bantu) mungkin memang sebuah pesan yang sangat jelas dan blak-blakan. Tapi itu terbukti tidak efektif dan hanya menginformasikan bahwa anak itu buta.
Berbeda dengan tulisan kedua (Hari ini adalah hari yang indah dan aku tidak bisa melihatnya) yang dirubah oleh pria itu. Dengan gaya bahasa yang puitis, tulisan pesan itu secara persuasif ingin memberi tahu orang-orang bahwa mereka sangat beruntung karena dianugerahi dua mata yang sehat dan tidak buta. Sebagai wujud syukurnya, rasa empati mereka muncul dan tergugah melihat seorang anak yang tunanetra.
“Dan Dialah yang telah menciptakan bagi kamu sekalian, pendengaran, penglihatan dan hati. Amat sedikitlah kamu bersyukur” (QS al-Mu’minun: 78).