Oleh: Shohibul Anshor Siregar, Dosen FISIP UMSU, Koordinator Umum n’BASIS
Saya membaca beberapa judul berita yang bersumber dari satu even, lalu mencari sumber-sumber lain untuk mengkonfirmasi. Bertemulah dengan naskah ini pada sebuah akun WAG bernama “Institut Revolusi Mental”. Agaknya perlu kita baca perlahan sebelum mendiskusikannya.
***
Pernyataan Sikap Sebelas Organisasi Kepemudaan Lintas Agama
GP Ansor, Pemuda Muhammadiyah, Pemuda Katolik, Peradah, Gemabudhi, Gema Mathla’ul Anwar, Gemaku, IPTI, Gemapakti, Pemuda Nahdlatul Wathan, dan GAMKI
Melihat berbagai persoalan intoleransi yang terjadi beberapa waktu ini di dalam maupun luar negeri, antara lain persoalan pelarangan pembangunan rumah ibadah di Karimun dan Minahasa Utara, serta konflik antar agama di India, kami, Sebelas Organisasi Kepemudaan Lintas Agama antara lain GP Ansor, Pemuda Muhammadiyah, Pemuda Katolik, Peradah, Gemabudhi, Gema Mathla’ul Anwar, Gemaku, IPTI, Gemapakti, Pemuda Nahdlatul Wathan, dan GAMKI menyampaikan sikap sebagai berikut:
- Menyatakan keprihatinan atas konflik antar agama yang terjadi di India yang telah menelan korban puluhan jiwa. Meminta Pemerintah India untuk tidak membuat kebijakan diskriminatif yang dapat menyebabkan perpecahan di tengah masyarakat.
- Mengajak pemimpin, negara, dan masyarakat dunia untuk berkomitmen menjadikan bumi sebagai rumah bersama bagi setiap agama, etnis, suku, dan golongan. Kita harus bekerjasama membangun budaya toleransi dan inklusif, menghentikan peperangan dan konflik yang menyebabkan pertumpahan darah.
- Menghimbau masyarakat Indonesia untuk tidak terprovokasi dengan persoalan konflik antar agama yang terjadi di India dan tetap menjalin silaturahmi di antara masyarakat yang berbeda suku, agama, etnis, dan golongan. Pemerintah Indonesia harus selalu bersikap adil dan berdiri di atas semua golongan untuk menjaga kerukunan dan kedamaian bangsa.
- Mendukung Pemerintah Indonesia dan aparat penegak hukum untuk melakukan pendekatan persuasif kepada kelompok-kelompok intoleran dan jika diperlukan melakukan tindakan tegas apabila ada yang berusaha menyebarkan ujaran kebencian, memprovokasi, serta mengganggu kebebasan beribadah dan kerukunan antar umat beragama di tengah masyarakat Indonesia yang majemuk.
- Mengajak semua Anggota dan Pengurus GP Ansor, Pemuda Muhammadiyah, Pemuda Katolik, Peradah, Gemabudhi, Gema Mathla’ul Anwar, Gemaku, IPTI, Gemapakti, Pemuda Nahdlatul Wathan, GAMKI, dan organisasi kepemudaan lainnya di pusat maupun daerah untuk menjalin persaudaraan, saling berkoordinasi dan bekerjasama dalam mencegah terjadinya konflik, mendorong koeksistensi, serta menjaga kebebasan beribadah dan kerukunan bagi setiap pemeluk agama di Indonesia.
Demikian pernyataan sikap ini kami sampaikan.
Jakarta, 4 Maret 2020
Kami yang bertandatangan di bawah ini : Organisasi Kepemudaan Lintas Agama
Ketua Umum PP GP Ansor, Yaqut Cholil Qoumas
Ketua Umum PP Pemuda Muhammadiyah, Sunanto
Ketua Umum PP Pemuda Katolik, Karolin Margaret Natasa
Ketua Umum DPN Peradah, I Gede Ariawan
Ketua Umum DPP Gemabudhi, Bambang Patijaya
Ketua Umum DPP Gema Mathla’ul Anwar, Ahmad Nawawi
Ketua Umum PP Gemaku, Kris Tan
Ketua Umum DPP IPTI, Ardy Susanto
Ketua Umum DPP Gemapakti, Asmat Susanto
Ketua Umum PP Pemuda Nahdlatul Wathan, Muhammad Halqi
Ketua Umum DPP GAMKI, Willem Wandik
***
Tak habis pikir dengan isi pernyataan ini. Mereka memang mengutuk brutalitas intoleransi terhadap umat Islam di India yang terjadi akhir-akhir ini sebagaimana diterakan pada butir pertama sebagai berikut:
“Menyatakan keprihatinan atas konflik antar agama yang terjadi di India yang telah menelan korban puluhan jiwa. Meminta Pemerintah India untuk tidak membuat kebijakan diskriminatif yang dapat menyebabkan perpecahan di tengah masyarakat”.
Tetapi perhatikan secara cermat kalimat di atas. Kejadian di India bukan sekadar konflik horisontal antar umat beragama. Bahwa selain bersifat asimetris, konflik yang berupa penindasan terhadap umat Islam di India tak mungkin tak dipicu oleh kebijakan negara yang telah melahirkan regulasi yang mendiskriminasi umat Islam. Aneh, para pemuda ini malah sama sekali tak ingin bertegas-tegas agar India mencabut regulasi yang mendiskriminasi umat Islam itu untuk seterusnya menghentikan semua kebijakan yang bersumber darinya.
Dalam setiap narasi pernyataan sikap selalu ada yang disebut sebagai konsideransi yang umumnya didasarkan pada pertimbangan filosofis dan nilai-nilai ideal lainnya. Tetapi baca ulanglah, bahwa sebelum tiba pada pernyatan butir pertama di atas itu mereka dengan tanpa nurani lebih memilih mengedepankan kutukan terhadap Indonesia seolah mempersamakan kondisi di tanah air dengan di India dengan ungkapan sebagai berikut:
“Melihat berbagai persoalan intoleransi yang terjadi beberapa waktu ini di dalam maupun luar negeri, antara lain persoalan pelarangan pembangunan rumah ibadah di Karimun dan Minahasa Utara, serta konflik antar agama di India…..”
Jika diikuti pemberitaan soal pelarangan pembangunan rumah ibadah di Karimun, sangat berbeda jauh dengan brutalitas yang terjadi atas mushalla di Minahasa Utara. Tetapi mereka, selain mempersamakannya, juga menjadikan keduanya sebagai kasus banding untuk seolah mempersamakannya dengan brutalitas atas muslim India.
Secara psikologis mereka, para penandatangan pernyataan ini, yang mewakili organisasi Islam, seakan telah menerima dengan tulus ihlas dan penuh keadaran bahwa sebetulnya terlalu jauh memperkarakan kejadian di India dengan alasan bahwa di dalam negeri saja juga terjadi konflik. Nada pernyataan itu jelas tak hanya bertujuan untuk proporsionalitas sikap atas penindasan muslim India, namun juga dimaksudkan untuk menekan secara psikologis dan politis.
Segera saja terlihat tujuan utama pernyataan ini menyusul. Perhatikan keseluruhan kalimat pada butir 3, 4 dan 5. Jika para pemuda Islam penandatangan surat pernyataan ini menganggap seluruh kalimat butir 3, 4 dan 5 sebagai urgensi kebangsaan, maka ingatlah bahwa semua tuduhan intoleransi selama ini di Indonesia hanyalah untuk memojokkan umat Islam.
Tentulah nada ancaman pada butir ke 4 tidak main-main. Mohon baca ulang.
***
Beberapa hari lalu reaksi kelompok-kelompok Islam memang melakukan unjuk rasa, termasuk di Medan dengan sasaran Konsulat Jenderal India. Tetapi umat Islam di Indonesia tidak perlu dibayangkan akan melakukan hal-hal tak masuk akal, misalnya menginventarisasi dan mencari orang Hindu atau etnis India untuk dijadikan sasaran pembalasan. Itu tak akan pernah terjadi sama sekali.
Solidaritas umat Islam Indonesia yang semakin kokoh dengan kejadian-kejadian memilukan di bebagai belahan dunia dan di tanah air sendiri memang dipastikan akan memperkokoh ukhuwah. Tampaknya kanalisasi yang menangkal konsolidasi perkuatan ukhuwah inilah yang menjadi tujuan utama pernyataan ini.
Mungkin saja benar, bahwa hanya penandatangan dari kalangan Islamlah yang tak menyadari betapa lemahnya legitimasi pemerintahan saat ini terutama dengan berbagai problematika politik, sosial, ekonomi, budaya dan lain-lain yang susul menyusul. (*)