TAJDID.ID || Belum lama ini, sebuah database milik China bocor ke publik. Di dalam data itu terungkap pengiriman orang-orang Uighur ke kamp-kamp penahanan China karena terkait sentiment agama.
Diantara indikatornya orang dapat ditahan dan dipaksa masuk kamp antara lain karena orang tersebut menumbuhkan jenggot, mengenakan jilbab, atau secara tidak sengaja mengunjungi situs web asing. Penilaian ini membuat seseorang dapat ditahan bahkan ketika tidak melakukan kejahatan.
Basis data yang disebut “daftar Karakax” ini terdiri atas 137 halaman. Di dalamnya diuraikan secara perinci alasan utama penahanan 311 orang di tepi gurun Taklamakan di Xinjiang. Data itu bahkan tak hanya menyangkut mereka, tapi juga tentang lebih dari 2.000 orang kerabat mereka di luar negeri, tetangga, dan teman-teman mereka.
Daftar dalam data ini memuat antara lain nama orang yang ditahan, alamat, nomor Kartu Tanda Penduduk (KTP), tanggal dan lokasi penahanan, serta data lain terkait keluarga, agama, dan latar belakang komunitas, alasan penahanan, serta alasan jika mereka memang harus dibebaskan.
Ditilik secara keseluruhan, database ini menunjukkan gambaran paling menyeluruh mengenai bagaimana Pemerintah Cina memutuskan orang yang akan masuk ke kamp penahanan. Kamp tersebut disebut berbagai media sebagai bagian dari penumpasan terhadap etnis minoritas dan mayoritas dari mereka adalah Muslim.
Database menunjukkan, Pemerintah Cina memusatkan pada agama sebagai alasan di balik penahanan mereka, bukan semata soal ekstremisme politik sebagaimana yang diklaim pemerintah selama ini. Menurut data tersebut, salah satu alasan utama penahanan adalah karena kegiatan yang biasa mereka lakukan seperti shalat atau mendatangi masjid.
Maka, jelas pula bahwa kerabat orang-orang yang ditahan cenderung akan ikut ditahan pula. Para kerabat itu menjadi subjek kriminalisasi terhadap seluruh anggota keluarga.
Seperti diberitakan the Guardian, tanggal terbaru dalam dokumen tersebut adalah Maret 2019. Para tahanan yang terdaftar berasal dari Karakax, sebuah permukiman tradisional sekitar 650.000 orang dengan lebih dari 97 persen penduduknya adalah orang Uighur.
Basis data menunjukkan, banyak informasi yang dikumpulkan oleh tim yang ditempatkan di masjid dikirim untuk mengunjungi rumah dan di-posting di masyarakat. Informasi ini kemudian disusun dalam sebuah dokumen yang disebut “tiga lingkaran”, yang mencakup kerabat, komunitas, dan latar belakang agama.
“Sangat jelas bahwa praktik keagamaan menjadi sasaran,” kata Darren Byler, akademisi University of Colorado yang meneliti soal Xinjiang.
Sementara itu, pemerintah Xinjiang tidak memberikan jawaban ketika dimintai keterangannya oleh Associated Press. (*)