TAJDID.ID || Amerika Serikat (AS) menyebut China menggunakan proyek investasi One Belt One Road (OBOR) yang kemudian berubah nama jadi Belt and Road Initiative (BRI) sebagai jalan untuk memperluas pengaruh militernya di seluruh dunia.
Dalam laporan tahunan ke Kongres, Departemen Pertahanan Amerika Serikat (US Department of Defense) menyebut proyek yang diinisiasi Presiden China Xi Jinping pada 2013 lalu itu sebagai modus China meletakkan militernya di negara lain.
“Saat ini, China menggunakan infrastruktur komersial untuk mendukung semua operasi militernya di luar negeri, termasuk kehadiran Tentara Pembebasan Rakyat (PLA) di wilayah negara lain, termasuk pangkalannya di Djibouti,” tulis laporan itu sebagaimana dimuat di situs www.defense.gov, dikutip Rabu (2/9/2020).
Laporan itu menyebutkan, beberapa proyek OBOR China dapat menciptakan potensi keuntungan militer, seperti akses PLA ke pelabuhan asing yang dipilih untuk memposisikan sebelumnya dukungan logistik yang diperlukan untuk mempertahankan penyebaran angkatan laut di perairan sejauh Samudra Hindia, Laut Mediterania, dan Samudra Atlantik untuk melindungi minat yang berkembang.
“China kemungkinan telah mempertimbangkan negara-negara yang memiliki kerja sama Belt and Road Initiative dengan China sebagai target pembangunan militernya,” tulis laporan tersebut.
Diketahui, beberapa negara itu termasuk Myanmar, Thailand, Singapura, Indonesia, Pakistan, Sri Lanka, Uni Emirat Arab, Kenya, Seychelles, Tanzania, Angola, dan Tajikistan.
“Negara tuan rumah dapat menjalankan peran penting dalam mengatur operasi militer China, karena para pejabat China sangat mungkin menyadari bahwa hubungan jangka panjang yang stabil dengan negara tuan rumah sangat penting untuk keberhasilan fasilitas logistik militer mereka,” kata Departemen Pertahanan.
Sebelumnya pada Agustus 2017, China telah secara resmi membuka pangkalan PLA pertamanya di Djibouti. Marinir Angkatan Laut PLA ditempatkan di pangkalan dengan kendaraan lapis baja dan artileri beroda, tetapi saat ini bergantung pada pelabuhan komersial terdekat karena kurangnya dermaga di pangkalan.
AS menyebut personel PLA di fasilitas itu telah mengganggu penerbangan AS dan China dituduhnya telah berusaha untuk membatasi wilayah udara kedaulatan Djibouti di atas pangkalan tersebut.
“Pendekatan PLA kemungkinan besar mencakup pertimbangan berbagai lokasi dan penjangkauan ke banyak negara, tetapi hanya beberapa yang akan maju ke negosiasi untuk perjanjian infrastruktur, status pasukan atau perjanjian pasukan kunjungan, dan / atau perjanjian pangkalan,” tulis laporan tersebut
Organisasi penting yang terlibat dalam perencanaan dan negosiasi fasilitas logistik militer adalah Departemen Staf Gabungan Komisi Militer Pusat (CMC), Departemen Dukungan Logistik CMC, dan kantor pusat. Pangkalan militer luar negeri China akan dibatasi oleh kesediaan negara tuan rumah potensial untuk mendukung kehadiran PLA.
Seperti diketahui, selama ini China menggembar-gemborkan Inisiatif Belt and Road sebagai proyek investasi raksasa untuk membantu negara-negara yang membutuhkan dana membangun infrastruktur mereka, baik di darat, laut, maupun udara. Secara garis besar, China mengklim proyek ini bertujuan untuk meningkatkan dan memperbaiki jalur perdagangan dan ekonomi antar negara di Asia dan sekitarnya.
Kelebihan program ini sendiri adalah menyediakan dana yang besar bagi anggotanya, termasuk Indonesia. China bahkan dikabarkan menggelontorkan dana sebesar US$150 miliar atau setara Rp 2.137,6 triliun per tahun. Dana itu bisa dipinjam negara peserta program tersebut untuk membangun infrastruktur mereka.
Kendati demikian, laporan AS itu dibantah China. Dalam pernyataan pers Rabu sore yang dimuat Reuters, China menyebut laporan itu bias. (*)