TAJDID.ID-Medan || Dosen Universitas Islam Negeri Sumatera Utara (UIN-SU) dan Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU), Suheri Harahap MSi mengatakan, sentimen primordial menjadi penting untuk menunjukkan sebuah identitas kelompok. Hal tersebut selaras dengan pandangan Clifford Geertz, seorang antropolog yang mengungkapkan tentang teori primordialime sebagai kekuatan kelompok etnik (etnic group) yang memiliki kesadaran kolektif akan kesamaan asal usul, bahasa dan adat istiadat.
Baca juga berita terkait: Suheri Harahap, Tokoh Muda Potensial yang Layak Diusung Jadi Calon Bupati Tapanuli Selatan
Begitu juga halnya dengan Tapanuli Selatan (Tapsel). Menurut kandidat Doktor USU ini, Tapsel memiliki identitas kelompok (etnis Angkola) yang berdasarkan marga dan marga menjadi penting bagi awal lahirnya suatu kampung (huta).
“Dalam kepemimpinan tradisional di Tapsel jauh sebelum terbentuk negara Indonesia sampai sejak zaman Belanda sangat kuat peran adat (pemimpin/raja) sebagai kekuatan politik, sosial dan ekonomi,” ungkapnya, Sabtu (17/1/2020).
Namun, lanjut tokoh pemuda yang lahir dan besar di Tapsel ini, politik sebagai sebuah cara dalam meraih kekuasaan telah mengalami pasang surut sampai saat ini. Artinya telah terjadi perubahan dari sistem tradisional ke sistem modern, dan menghilangkan kekuasaan adat.
Dikatakannya, sistem pemerintahan di era sekarang sudah mengurangi bahkan meniadakan kekuasaan raja di Tapsel. Era otonomi daerah dan desentralisasi dianggap jalan keluar bagi penyelesaian persoalan selama Orde Baru yang menggunakan cara-cara indoktrinasi, sentralisasi dan militerisasi (security approach).
“Sistem politik (Pemilu) yang terus beradaptasi dengan kondisi zaman membuat kekuatan identitas budaya tidak lebih sebagai alat kekuasaan atau politisasi etnik. Konsep Pilkada (dari pemilihan perwakilan ke pemilihan langsung)) telah diuji coba agar konsolidasi demokrasi semakin baik dan demokratis,” jelas mantan Sekretaris DPD KNPI Sumut ini.
Lebih lanjut ia menuturkan, Tapsel sebagai daerah di wilayah Sumatera Utara yang memiliki identitas budaya Angkola, dianggap memiliki wilayah teritorial yang seharusnya juga mempunyai wilayah kultural (identitas lokal) yang kuat, akan tetapi sering disebut wilayah identitas lokal ini sangat pragmatis sehingga sangat mudah dilemahkan dengan kekuatan uang dalam pertarungan politik. (meminjam istilah Gus Dur, membela yang bayar). Sehingga para aktor politik sangat mudah menguasai masyarakat yang bersifat instan.
“Inilah salah satu tugas bersama untuk mengubah paradigma berpikir yang harus diretas dan diperkuat kembali semangat kolektifitas berdasarkan sentimen primordial yang positif bukan untuk alat politik saja demi meraih kekuasaan,” tegasnya.
Diungkapkannya, selama ini Pilkada Tapsel bukanlah pertarungan partai politik yang hanya mengusung treck record, kapasitas dan integritas serta moralitas, tapi sudah bergeser ke politik kepentingan kekuasaan, dimana yang terjadi adalah simbol pertarungan kekuasaan elit. Karena itu ia menilai perlu dibangun sebuah kekuatan baru yang memberikan pemahaman kepada rakyat akan hilangnya identitas kelompok yang merupakan pemilik sah wilayah.
“Kita butuh gerakan baru politik identitas yang mencerminkan sebuah kedaulatan. Kedaulatan rakyat adalah kedaulatan tertinggi dalam melahirkan pemimpin. Identitas kita sudah mulai hilang dan akan dihilangkan,” katanya.
Menurutnya, sudah satnya masyarakat Tapsel membangkitkakan rasa persatuan dan persaudaraan yang kuat, sehingga tidak hanya dimanfaatkan atas nama demokrasi dan stabilitas pilkada.
Pendangan seperti ini, kata Suheri, bukan politisasi SARA, tapi ini untuk melawan tradisi kekuasaan yang masih digunakan untuk mempertahankan status-quo, dimana rezim akan bertahan jika rakyat masih mudah dibeli dengan uang.
Suheri mengajak masyarakat Tapsel untuk kembali membangun kesadaran identitas budaya untuk kemajuan daerah, dimana pemimpin harus memperkuat sistem sosial masyarakat Angkola Sipirok.
Ditegaskannya, kesadaran untuk memperkuat SDM dari Putra Daerah akan tercermin dalam pengelolaan SDA Tapsel.
“Mari kita evaluasi pembangunan. Rakyat adalah subjek dan objek pembangunan. Rakyat tidak bodoh, Rakyat tidak lapar dan Rakyat punya masa depan (meminjam istilah Datuk Sri Syamsul Arifin),” ujar Suheri yang membulatkan tekad maju sebagai salah satu bakal calon Bupati Tapsel pada Pilkada 2020 nanti. (*)