TAJDID.ID-Medan || Secara tekstual, Pancasila itu memang selalu di agungkan, banyak yang dihafal dan menjadikannya sebagai slogan. Namun faktanya, secara kontekstual Pancasila itu sering tidak dipraktekkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
“Pengabaian terhadap pengamalan nilai-nilai Pancasila bukan cuma dilakukan oleh warga Negara, akan tetapi kadang-kadang pemerintah yang lagi berkuasapun tidak mempraktikkan Pancasila,” ujar .Dr Saleh Partaonan Daulay MAg MHum MA, Anggota DPR RI pada acara Seminar Nasional bertajuk “Peranan Pemuda dalam Mengimplementasikan Nilai-Nilai Pancasila dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara” yang diadakan PW Pemuda Muhammadiyah Sumut bekerjasama dengan Fraksi PAN-MPR RI di Hotel Grand Antares Medan, Kamis (29/8).
Sebagai contoh, kata Saleh, pengamalan terhadap sila pertama Pancasila, Ketuhanan Yang Maha Esa, maknaya adalah setiap orang yang hidup di Indonesia harus percaya kepada Tuhan yang Maha Esa. Ada enam agama yang diakui di republik ini, yaitu Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha dan Konghucu. Tapi pada prakteknya, banyak di antara warganegara kita justru tidak percaya kepada Tuhan. Memang berafiliasi kepada agama tertentu yang di akui Negara, tercantum di KTP nya sebagai pemeluk agama tertentu, tapi saat mengamalkan ajaran agamanya tidak dilaksanakan dengan baik.
“Artinya, kalau memang mengaku berpancasila, berarti wajib taat mengamalkan ajaran agamanya. Dan konsekuensinya, orang yang tidak percaya kepada Tuhan dan tidak mengamalkan ajaran agamanya seharusnya tidak layak hidup di Indonesia” tegas Soleh.
Kemudian terkait sila ke lima yang juga menurutnya selama ini banyak dikhianati, terutama oleh pemerintah sebagai pemangku kebijakan. Sebagai contoh, Saleh menyoroti soal Program Keluarga Harapan (PKH) yang sekarang lagi dijalankan pemerintah.
Dia menjelaskan, sasaran Program PKH adalah untuk membantu rakyat miskin di Indonesia yang jumlahnya menurut catatan BPS mencapai 10 persen dari total jumlah penduduk Indonesia. Jika total jumlah penduduk Indonesia 269 juta, maka berarti 26, 9 juta masih berada di bawah garis kemiskinan. Dan kabarnya yang sudah tersentuh program PKH baru 10 juta.
“Jika demikian, bagaimana dengan nasib 16,9 juta yang lain ?” tanyanya.
Dikatakannya, pemerintah memang punya jawaban atas pertanyaan ini. Katanya pemerintah akan mencicil, dimana yang belum dapat bantuan akan diberikan pada tahun selanjutnya. “Tapi tetap, tentu ini sungguh tidak adil,” katanya.
Kemudian soal pemerataan pembangunan, dimana sekarang lagi rebut soal wacana pemindahan ibukota ke Kaltim. Muncul pertanyaan, kenapa harus pindah ke Kaltim ?. Menurutnya, kalau memang alasan pemerintah memindahkan ibu kota untuk pemerataan pembangunan, maka persoalannya bukan kemana dipindahkan, tapi persoalan tentang kebijakan dan keberpihakan dari pemerintah. Itu yang harus diluruskan, bukan memindahkan ibu kota.
“Memang kalau ibu kota dipindahkan ada jaminan jalan dan sekolah di kampong saya di bangun ? Tidak ada yang bisa jamin itu !” ujar Mantan Ketum PP Pemuda Muhammadiyah ini.
Wasekjen DPP PAN ini juga mengungkapkan, bahwa sekarang fraksinya lagi berjuang soal amandemen UUD 1945. Dijelaskannya, Sekarang negeri ini sedang dalam incaran bangsa asing. Ia mengibaratkan Indonesia seperti tumpukan makanan yang siap ditelan oleh bangsa-bangsa lain.
“Memang bukan pake senjata, tapi pakai perkekonomian. Itulah mengap kita memandang perlu untuk kembali membahas soal Amandemen UUD 1945 ini,” sebutnya.
Dikatakannya, sekarang bukan cuma Sumber Daya Alam kita yang di eksploitasi, tapi sumber perekonomian kita juga bukan ditujukan untuk kesejahteraan kita sebagai bangsa dan Negara yang merdeka dan berdaulat.
Dijelaskannya, ada tiga opsi terkait amandemen UUD 1945itu, yakni; Pertama, kembali ke naskah asli UUD 1945. Kedua, menerapkan dan melanjutkan apa yang berlaku hari ini Dan ketiga, mengamandemen terbatas UUD 1945.
Ditegaskannya, sampai saat ini fraksi PAN belum mengambil keputusan.
“Kita masih mempelajarinya. Namun yang pasti Insya Allah PAN tidak akan pernah melupakan dan mengkhianati rakyat,” tegasnya. (*)
Liputan: MRS