Oleh Dr Salman Nasution SE.I MA
Satu di antara partai yang lahir dari era reformasi adalah Partai Amanat Nasional yang didirikan oleh prof. Dr. Amien Rais, MA bersama kawan-kawan seperjuangan reformasi lainnya dengan misi dan visi yang sama. Tidak heran jika PAN dikaitkan dengan Muhammadiyah mengingat pada saat pendirian PAN, bapak Amien Rais adalah ketua umum pimpinan pusat Muhammadiyah. Satu-satu tujuan reformasi dan PAN adalah untuk memperbaiki tatanan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Dan atau supaya masyarakat tidak kesulitan lagi memenuhi kebutuhan pokok.
Niat suci yang harus didukung oleh segenap rakyat Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, mengingat kehadiran reformasi hadir dari ketidak-adilan sosial, hukum, pendidikan dengan tingginya kasus pelanggaran HAM, sturuktural KKN serta massif, otoritarianisme kepemimpinan. Tokoh reformasi lainnya juga tidak ketinggalan memiliki tujuan yang sama dengan mendirikan partai-partai yang dasarnya tidak ada bedarnya dengan misi dan visi PAN. Tidak ketinggalan kader organisasi besar seperti Muhammadiyah yang gerah dengan KKN massif di masa orde baru, karena mereka meyakini bahwa menjadi negara besar dan maju masih ada harapan.
Berbagai informasi yang tidak terpublikasikan dengan luas (hidden information) bahwa bapak Amien menolak dipilih langsung menjadi presiden pada saat reformasi, walaupun adanya keinginan yang kuat menjadi presiden. Harus ada pemilihan umum yang demokratis agar terpilih presiden yang diinginkan oleh rakyat Indonesia. Namun hasil tidak menetapkan bapak Amien menjadi presiden pada pemilu 1999, karena suara perolehan PAN tidak berada pada papan atas, namun anggota DPR RI memilih beliau menjadi ketua majelis permusyawatan rakyat MPR RI. Pemilu 2004, beliau berpasangan dengan bapak Siswono Yuhdohusodo namun KPU RI tidak menetapkan mereka pada pemilu putaran kedua, dan pada akhirnya kemenangan calon presiden dan wakil presiden 1999-2004 adalah bapak Susilo Bambang Yudhoyono dengan bapak Jusuf Kalla.
Usaha PAN untuk tampil dalam setiap event (perhelatan) pemilu selalu berada pada posisi tengah dari perolehan suara dan tentunya memiliki posisi tawar yang sedang (menengah) artinya untuk mencalonkan dirinya sendiri menjadi calon presiden PAN sangat sulit, perlu dukungan partai lainnya. Itupun kalau partai-partai lainnya sepakat mendukung calon dari kader PAN. Tidak besar dan tidak rendah, tawaran untuk menjadi calon wakil presiden bisa menjadi tawaran yang layak. Pada tahun 2014, ketua umum PAN, bapak Hatta Rajasa dipasangan dengan calon presiden RI bapak Prabowo Subianto. Bukan kalah menangnya calon presiden dan wakil presiden yang penulis sampaikan, namun PAN menjadi partai yang masih masuk dalam posisi yang penuh diperhitungkan. Tidakpun calon dari kader PAN, namun dukungan partai juga tidak jauh dari Muhammadiyah diantaranya bapak Sandiaga Uno yang punya hubungan yang kuat dengan Universitas Muhammadiyah Jakarta, yaitu sebagai Badan Pembina Harian. Namun perlu diingat bahwa PAN bukan partai Muhammadiyah. Karena PAN juga menjadi wadah pengawal aspirasi bagi masyarakat Nahdlatul Ulama. Sebab, PAN saat ini banyak berisi tokoh-tokoh NU. Misalnyab caleg DPR RI PAN Dapil Jatim II adalah Gus Abdul Qodir, dia mengatakan bahwa kehadiran tokoh-tokoh NU termasuk dirinya bertujuan untuk memperkuat kepentingan umat Islam di politik.
Dalam pelaksanaan pemilu, PAN selalu menawarkan kadernya untuk masuk dalam lingkaran pemerintahan dalam rangka membesarkan baju partai. Namun tidak sedikit juga oknum PAN yang terlibat dari kasus-kasus yang menurunkan elektabilitas partai. Namun banyak strategi PAN agar PAN masih diminati rakyat, diantaranya menon-aktifkan kader PAN dan selanjutnya PAN berbuat bakti sosial kepada masyarakat. Tentunya banyak pertanyaan-pertanyaan PAN kedepan atau Quo Vadis PAN (mau dibawa kemana PAN). Jika merujuk pada era orde baru yang memiliki kelemahan dalam menyejahterakan rakyat, tentu PAN hadir memperbaiki permasalahan bangsa. Ada kritikan dari prof. Mahfud MD terkait dengan perbedaan orde baru dengan pasca reformasi bahwa korupsi saat ini lebih gila daripada masa orde baru. Pernyataan Prof. Mahfud direkam pada saat acara “Bedah Gagasan & Visi Calon Pemimpin Bangsa” di Universitas Hasanuddin, Kota Makassar, Sulawesi Selatan, pada Sabtu tanggal 13 Januari 2024. Kelahirkan PAN pasca orde baru adalah zero tolerant terhadap KKN.
Semangat PANisme sangat tinggi dimasa kelahirannya, terlihat pendiri PAN dan tokoh tabir reformasi hampir tidak pernah terlibat kasus-kasus sosial seperti korupsi. Bahkan mereka hadir selalu menaikan harkat bangsa dan negara, saya sebut saja (Alm.) Rizal Ramli tokoh ekonom nasional yang membantu pemerintah dengan jurus Kepret yaitu pihak yang tidak bekerja sesuai aturan seperti proyek pulau reklamasi Teluk Jakarta yang mewaibkan pengembang setuju untuk ikut aturan pemerintah. Berikut tokoh pendiri PAN adalah Faisal Basri, M. Hatta Rajasa, Goenawan Mohamad, Rizal Ramli, Abdillah Toha, Albert Hasibuan, Toety Heraty, Emil Salim, A. M. Fatwa, Zoemrotin, Alvin Lie Ling Piao. Bahkan mereka adalah orang-orang yang terlibat besar dalam membesarkan masyarakat, seperti mengedukasi masyarakat dengan channel media sosialnya, bantuan sosial mengingat sebagian bersar mereka adalah pengusaha, dan sosialisasi dan bakti sosial karena mereka juga adalah aktivis organisasi.
PAN masih punya harapan
Jika dilihat dari suara PAN secara nasional, perolehan suara PAN mengalami pasang surut (fluktuasi), keluar dari kalimat money politic, hoax politic maka PAN belum mampu menguasai suara rakyat Indonesia. Benar, banyak kritikan tentang sistem demokrasi pemilu Indonesia bahwa dianggap keberhasilan partai bukan dari misi dan visi nya namun dari kontribusi materil yang diberikan oknum partai/caleg untuk mendapatkan suara. Hal ini pernah di teliti oleh Abdurrohman dalam penelitiannya berjudul Dampak Fenomena Politik Uang dalam Pemilu dan Pemilihan yang dipublikasikan dalam jurnal Pemilu dan Demokrasi tahun 2021, hasil penelitiannya adalah kehadiran kehidaran money politic dalam setiap pelaksanaan pemilu, bahkan dia melanjutkan bahwa dampak yang besar dari money politic adalah negatif terhadap nasib bangsa. Dalam pernyataan lainnya diungkapkan oleh Deputi V Kepala Staf Kepresidenan, Jaleswari Pramodhawardani bahwa tahun 2024 masih adanya potensi praktik politik uang yang tinggi dalam penyelenggaraan Pemilu Serentak.
Jika penyataan penulis dibantah, bahwa tidak ada money politic, maka itu seharusnya tidak berpengaruh dalam peningkatkan ekonomi masyarakat, namun sebaliknya ekonomi nasional mengalami peningkatan yang baik, uang ada dimana-mana periklanan atau reklame sangat tinggi penggunanya, mudahnya masyarakat memperoleh uang membeli sembako, indikasi hasil produksi beras tani mengalami peningkatan dan penjualan. Transportasi aktif indikasi massa hadir dalam setiap agenda kampanye dan konsolidasi, restoran atau warung sering dikunjungi para tim pendukung untuk membahas agenda dan strategi kemenangan. Kesimpulannya besar biaya politic cost, dan money politic ada.
Masih ada harapan, karena kelahiran PAN dilahirkan orang-orang yang jujur dan peduli terhadap bangsa dan negara, maka PAN dalam kehidupannya harus melakukan aktifitas sosial atau lebih tepatnya menyuarakan tuntutan konstitusi yang dibuat oleh pendiri bangsa. Menyuarakan dengan tegas, menuntut pemerintah untuk aktif dan pro aktif mengawasi program-program pemerintah yang saat ini selalu jauh dari harapan rakyat. atau bahasa politik santun adalah membantu pemerintah agar masyarakat bisa melihat dengan mata terbuka untuk melihat pelaku politik yang benar-benar peduli pada rakyat.
Masih ada harapan dalam memberikan edukasi politik sejati kepada masyarakat. Apalagi sudah sangat erat PAN dengan Muhammadiyah dan NU sehingga kepentingan umat Islam dalam jalur politik tersalurkan. Pada saat waktu tertentu rakyat akan bosan dengan sistem demokrasi yang memberikan ruang kepada calon legislatif dan calon eksekutif yang tidak peduli pada bangsa dan negara menjadi wakil rakyat. Bahwa money politic dianggap menjadi ancaman bagi rakyat dan negara. Tentu PAN harus hadir terdepan menafikan money politic dan hoax yang merusak jati diri bangsa dan umat Islam terkhususnya.
Penulis adalah dosen UMSU dan UIN SU