Mahasiswa tahun pertama ketika memasuki perguruan tinggi sudah pasti melakukan penyesuaian diri terhadap lingkungannya, dari Sekolah Menengah Atas (SMA) bertransisi ke Perguruan Tinggi.
Selama proses penyesuaian diri, mahasiswa tahun pertama mengalami berbagai macam perubahan yang terjadi di lingkungan Perguruan Tinggi baik secara akademik maupun sosial, dengan perubahan yang terjadi muncul masalah-masalah yang dialami oleh mahasiswa tahun pertama.
Dengan hal-hal baru yang terdapat di lingkungan perguruan tinggi, mahasiswa butuh kesiapan secara psikologis maupun sosial. Karena penyesuaian diri menuntut kemampuan mahasiswa untuk hidup dan bergaul secara wajar terhadap lingkungannya, sehingga remaja merasa puas terhadap diri sendiri dan lingkungannya (Willis, 2005).
Banyak diantara mahasiswa tersebut menilai bahwa kuliah menjadi salah satu faktor utama diterima di lapangan kerja. Ada juga yg berpikir kuliah cara menemukan identitas diri. Dan berbagai jenis organisasi yang berada dalam lingkungan kampus bersaing ketat berusaha mengambil simpati dengan menawarkan diri kepada para mahasiswa dalam rangka memenuhi kebutuhan para mahasiswa untuk menemukan identitas dirinya. Organisasi yang familiar dan kental akan slogan yang dianggap mampu menjawab itu semua yang kita kenal dengan HMI, PMII, IMM, KAMMI, GMNI, HIMMAH dll.
Secara bahasa Identitas adalah karakter yang melekat pada individu yang membedakannya dengan yang lain. Sedangkan mahasiswa adalah seseorang yang terdaftar dalam perguruan tinggi baik negeri maupun swasta yang mengikuti semester berjalan dan sadar akan hak dan kewajibannya.
Penyebutan mahasiswa jika ditelaah lebih dalam sesuatu yang istimewa, karena hanya dua Maha yang artinya ter/paling yaitu Maha Kuasa dan Mahasiswa. Dan mahasiswa ada hal yang melekat dan dan tidak bisa hilang, secara formal terdaftar di perguruan tinggi, memiliki kartu mahasiswa, jas almamater dll. Sedangkan secara non formal harus analitis, kritis, rasionalis, sistimatis, realistis, kreatif, objektif, radikal, dan universal.
Organisasi seperti di atas berperan dan memberikan wadah kepada mahasiswa secara non formal. Dalam doktrinnya organisasi tersebut mencoba mereduksi dengan tiga senjata andalan yaitu mahasiswa berfungsi sebagai “agen of ahange”, Mahasiswa sebagai perantara masyarakat melakukan perubahan dengan menyampaikan pendapatnya kepada pemerintah sehingga terbingkai dengan baik.
Kemudian berfungsi sebagai “agent of social control”, Mahasiswa diupayakan agar mampu mengkritik, memberi saran dan memberi solusi jika keadaan sosial bangsa sudah tidak sesuai dengan cita- cita dan tujuan bangsa.
Selanjutnya mahasiswa sebagai “iron stock”, bahwa mahasiswa sebagai penerus bangsa yang akan menggantikan peran pemangku jabatan di kemudian hari. Histori yang melekat dan selalu di sampaikan peran besar dari mahasiswa adalah reformasi tahun 1998 yaitu moment runtuhnya rezim orde baru, ditandai dengan kasus TRISAKTI.
Secara individu mahasiswa mempunyai beberapa karakter atau tipe, diantaranya hedonis, pportunis, organisatoris, akademisi dan idealis. Dewasa ini ternyata minat mahasiswa untuk berorganisasi mulai menurun karena tidak ada bukti signifikan dari organisasi dan selalu mengacu pada sejarah namun tidak mampu membuat sejarah baru. Ditambah lagi beban akademik, manajemen waktu, perubahan sosial, bahkan masalah dalam internal organisasi itu sendiri.
Tak jarang juga organisasi ternyata memberikan dampak negatif bagi mahasiswa, pada umumnya mengadakan rapat pada jam kerja bahkan sampai larut malam. Kemudian Pelaksanaan rapat tersebut tidak jarang selalu mundur dari waktu perencanaan awal yang telah menjadi kesepakatan. Waktu pelaksanaan rapat yang mundur sampai empat atau tiga jam, membuat proses dari rapat tersebut juga berakhir pada tengah malam atau bahkan dini hari.
Mundurnya pelaksanaandari rapat tersebut salah satunya disebabkan dari adanya peraturan dalam AD/ART yang menyebutkan bahwa ada jumlah minimal orang yang harus hadir untuk mengambil suatu keputusan dalam rapat.
Ketika jumlah orang yang hadir belum memenuhi jumlah minimal orang yang disebutkan dalam AD/ART, maka rapat tersebut akan diundur sampai jumlah orang yang hadir sesuai dengan peraturan tersebut.
Tipe mahasiswa yang aktif dalam organisasi (Organisatoris) cenderung mengalami konflik peran atau inter-role conflict. Pada mahasiswa yang tidak bisa mengatasi konflik peran yang dialami, ada kecenderungan untuk kurang bisa menjalankan dan mengatur aktivitas perkuliahan dan organisasi.
Dampak lainnya adalah prokrastinasi akademik, bahkan terjebak dalam pola politik praktis dengan nama organisasi yang berujung pada bergaining menjadikan mahasiswa oportunis.
Apakah identitas seperti ini hasil dari pembentukan organisasi, justru yang terjadi adalah krisis identitas dari organisasi itu sendiri. Otokritik terhadap rumah besar yang mampu membesarkan kita harus segera bisa diupgrade dan dievaluasi demi masa depan anak bangsa ke depan. (*)
Penulis adalah aktivis IMM Sumatera Utara