Oleh: Shohibul Anshor Siregar
Untuk menjawab petanyaan judul di atas sebaiknya diawali dengan sejumlah pertanyaan kunci seperti “Bagaimana Islam menjadi agama dominan di Indonesia? Apakah Islam di Indonesia berbeda dengan di negara-negara mayoritas Muslim lainnya? Seberapa besar potensi dicurigai Indonesia akan menjadi republik Islam, dan kapan? Mengapa Indonesia bukan negara Islam sejak awal? Mengapa teroris Islam menyerang Indonesia?”
Seseorang non-muslim di beberapa tempat tertentu di Indonesia mungkin bisa bercerita pengalaman pribadi bahwa hidup bertetangga bersama keluarga muslim dengan memelihara anjing akan mengundang kesulitan besar. Anjing piaraan bisa disakiti atau malah diracuni supaya mati oleh tetangganya. Meski pandangan para ahli fiqh terpecah mengenai ini, namun tidak sedikit muslim di Indonesia yang tetap merasa sangat terganggung dengan keberadaan hewan piaraan ini.
Tetapi mengapa tak mencoba bertanya seberapa derajat toleransi yang wajib diberikan untuk komunitas muslim penolak kesemberonoan pola pemeliharaan hewan piaraan (anjing) itu agar merasa nyaman dari tetangganya pemelihara anjing? Bukankah jengkal demi jengkal permukaan bumi ini tak hanya dipenuhi semak-semak dan hewan seperti lalat karena manusia dan komunitasnya juga membangun nilai dan peradaban dan berjuang untuk kelestariannya?
Tetapi jangan lupa membandingkan tingkat ketergangguan karena kehilangan seekor anjing tersebab diracuni oleh (dugalah seenaknya) anggota keluarga muslim dengan, jika, hilangnya hewan piaraan itu justru karena ada yang sudah menyantapnya (pastikan, tentu bukan muslim). Mestinya juga kedua fenomena itu harus diperiksa tak hanya secara statistik, melainkan dari tingkat keterbelakangan budaya dan ancamannya terhadap peradaban modern.
Barangkali orang sering dan selalu tertarik atas laporan-laporan miring tentang intoleransi di Indonesia, misalnya dengan membesar-besarkan dan dengan sengaja mengabaikan latar belakang setiap kejadian, katakanlah, tentang adanya pengrusakan rumah ibadah non-muslim. Juga oleh sulitnya beroleh izin untuk pendirian rumah ibadah baru di tempat tertentu, tetapi tidak secara berimbang menyertakan kasus-kasus seperti yang terjadi di Sarulla (Pahae). Belasan tahun sebuah pertapakan masjid dengan fundasi bangunan terpaksa terbengkalai. Hingga hari ini.
Meski tidak ada dalam terminologi hukum Indonesia hingga kini, Peraturan Daerah (Perda) shariah adalah sebuah isu menohok bagi umat Islam Indonesia dengan segenap kesalah-fahamannya, sambil mengabaikan proses perumusannya sesuai ukuran nilai dan praktik demokrasi, lingkungan sosiologis dan kultural serta faktor lain yang mestinya tak boleh diabaikan, termasuk seharusnya membandingkannya dengan Perda yang terang-terangan memperlakukan masjid sebagai musuh nyata.