Mungkin benar, bahwa secara umum banyak komunitas muslim di dunia yang begitu apresiatif terhadap syariah, termasuk di Indonesia. Pew Research Center (2015), misalnya, melaporkan hasil surveinya yang menguji sebesar apa keinginan komunitas Islam di berbagai negara atas pembentukan hukum yang tunduk pada Al-qur’an atau diinspirasi atau dikombinasikan dengannya. Hasilnya adalah, di Burkino Faso hal itu hanya menjadi obsesi bagi 9 % responden; Turki 13 %, Libanon 15 %, Indonesia 22 %, Nigeria 27 %, Senegal 49 %, Malaysia 52 %, Jordania 54 %, Palestina 65% dan Pakistan 78 %. Akankah dunia kiamat dengan data ini? Adakah ini bemakna populasi terorisme?
Semua pemeluk agama ingin agamanya dapat dilaksanakannya dalam kehidupan dan bahkan memenangi setiap kontestasi. Laporan dari Stanko Jambrek dari Biblijski institut, Zagreb dan Ljubinka Jambrek dari Bogoslovni institut, Zagreb, berjudul “The Role of the Bible in Daily Life” yang ditulis untuk KAIROS – Evangelical Journal of Theology / Vol. IV. No. 2 (2010), setidaknya menjadi pembuktian oleh pekerja lapangan bahwa komunitas agama terbesar ini juga memiliki obsesi yang sama, namun mengapa tak menjadi perhatian dan tak menjadi topik mencemaskan berkonsekuensi kebijakan berbiaya mahal yang dikerjasamakan oleh berbagai negara seperti dilakukannya kepada komunitas muslim?
Bagi kedua penulis peran Alkitab begitu penting dalam kehidupan sehari-hari orang Kristen, terutama dalam proses pembuatan keputusan. Itulah mengapa perlu bagi seorang Kristen untuk mengetahui Firman Tuhan dan untuk melakukan kehendak-Nya, karena peran sentral dari Alkitab, tidak hanya sebagai Firman Tuhan langsung, tetapi juga sebagai panduan sejarah yang secara efektif dan kuat menyajikan sejarah keputusan yang dibuat oleh individu dan bangsa mengenai kehendak Tuhan.
Kedua penulis ini meyakinkan dengan argumen bahwa penjelasan alkitabiah tentang kuasa Firman dan kebutuhannya bagi kehidupan Kristen, dan apa makna tindakan melakukan kehendak Tuhan dalam kehidupan sehari-hari, terutama dalam proses pembuatan keputusan.
Diketahui bahwa Alkitab adalah buku yang paling banyak didistribusikan sepanjang waktu dan buku terlaris setiap tahun (Stanko Jambrek, 2007). Alkitab pulalah buku paling banyak diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa di permukaan bumi, bahkan ke bahasa-bahasa kecil (cabang). Karena itu klaim bahwa Alkitab masih merupakan buku yang paling banyak dicetak, paling banyak diterjemahkan, dan paling banyak dibaca di dunia (Henry, 1992, 26-27) benar adanya.
Lihat pula model peredarannya sebagaimana dijelaskan Daniel Radosh (2006), sekitar 25 juta Alkitab dijual di AS pada tahun 2005. Sekitar 60 % dari yang terjual diberikan sebagai hadiah berharga kepada orang-orang terkasih meski oleh Hagner dijelaskan tak jarang perlakuan terhadap Alkitab lebih simbolik ketimbang sebagai informasi yang menginspirasi (2008).
Professor Klaus Schwab, pendiri dan Executive Chairman the World Economic Forum (2015) menegaskan pendiriannya bahwa nIlai bukanlah kebenaran yang hanya beroleh pengakuan oleh proses intelektual semata, karena kepercayaan juga harus terlibat. Baginya komunitas iman adalah jaringan-jaringan, dengan kerangka moral yang melekat, yang dapat mendorong tindakan pada apa pun masalah di dunia saat ini, tak terkecuali masalah keamanan pangan dan pertanian, pertumbuhan ekonomi dan inklusi sosial, ketenagakerjaan, keterampilan dan modal manusia, lingkungan dan keamanan sumber daya alam, masa depan sistem keuangan global, masa depan internet, paritas gender, perdagangan international dan investasi, investasi infrastruktur dan pembangunan long-term, dan lain-lain sama sekali tak boleh dijauhkan dari moral agama.
Bagaimana kesalahpahaman terjadi untuk dunia Islam? Kita periksa kasus Indonesia. Anda mungkin melupakan satu hal. Berapa lama Indonesia (Muslim Indonesia) dijajah oleh Belanda? Tiga ratus lima puluh tahun? Ya, kemerdekaan pada 1945 dari Jepang yang menguasainya selama tiga setengah tahun adalah akhir pergiliran penguasaan yang tak begitu mulus dan indah oleh sesama tangan bangsa penjajah, karena tak mungkin mengabaikan faktor perubahan situasi global di arena dan dalam rangkaian perang dunia kedua yang muncul seperti kebetulan. Terlihat, dan sangat terasa bahwa bangsa ini tidak memiliki kesuksesan yang cukup menggembirakan dengan kemerdekaannya meskipun dia telah mengorbankan banyak manusia di berbagai medan perang. Tetapi faktor internasional (perang dunia kedua) dan psikologi Jepang yang mengakui diri mereka sebagai saudara tua Asia, sangat penting dan tidak dapat diabaikan.
Apakah orang-orang yang bernasib buruk seperti itu yang akan diklaim radikal dan ekstrim? Ingat sejarah. Kebebasan dari penjajah memang tercatat pada tahun 1945, tetapi Belanda datang lagi dengan kekuatan super lainnya untuk kembali menjajah Indonesia. Kita ringkas ceritanya. Sejumlah negosiasi diadakan dan diakhiri dengan konferensi Meja Bundar. Hasilnya apa? Sangat menyedihkan, dan dunia menonton negara yang berpenduduk mayoritas umat beragama Islam itu telah dibodohi, ditipu dan dihina, karena wajib membayar kerugian Belanda sebesar 1,8 miliar dolar AS. Pada tahun 2003 hutang haram yang sangat kejam dan memalukan itu baru bisa dibayar dengan susah payah.