Pengantar
Indonesia sebagai negeri muslim terbesar di dunia merupakan ladang subur bagi gerakan-gerakan Islam untuk menyemai benih-benih ajaran yang mencerahkan sehingga melahirkan peradaban yang berkemajuan. Indonesia yang penduduknya di masa lampau mayoritas beragama Hindu dan kepercayaan lokal berubah total menjadi berpenduduk terbesar umat Islam. Hal itu tidak terlepas dari strategi berdakwah yang mampu memikat hati dan menawarkan jalan hidup yang member harapan lebih baik bagi masyarakat di negeri kepulauan ini.
Kini misi gerakan-gerakan Islam sesungguhnya masih menghadapi tantangan besar, yakni bagaimana membebaskan, memberdayakan, dan memajukan umat Islam maupun masyarakat Indonesia dari berbagai ketertinggalan menuju kehidupan yang berkemajuan di segala bidang. Tantangan gerakan Islam menjadi lebih berat ketika berhadapan dengan misi gerakan agama lain yang lebih progresif dan sistematis di tengah kondisi kehidupan aktual yang semakin kompleks,yang menuntut kehadiran gerakan-gerakan Islam yang bersifat alternatif.
Karenanya perlu meninjau ulang dan memperbarui pesan, pendekatan, strategi, dan langkahlangkah gerakan Islam agar selain dapat merawat jumlah kepemelukan umat secara kuantitas, sekaligus secara kualitas mampu menjadikan pemeluk Islam sebagai umat terbaik (khayr alummah) di negeri ini. Kehadiran Muhammadiyah sebagai gerakan Islam yang mengemban misi dakwah dan tajdid selama perjalanan satu abad lebih, sungguh dituntut untuk memberi sibghah sekaligus mengubah jalan kehidupan umat dan bangsa ke arah yang lebih berkemajuan. Di sinilah pentingnya gerakan pencerahan yang menyinari penduduk negeri, sehingga Indonesia menjadi negara dan bangsa yang berkemajuan.
Islam yang Mencerahkan
Islam sesungguhnya agama yang mencerahkan kehidupan umat manusia (din at-tanwir). Kehadiran Islam membawa misi penting untuk mengeluarkan umat manusia dari segala bentuk kegelapan (kejahiliyahan) menuju pada keadaan terang-benderang, takhrij min al-dhulumat ila al-nur (QS AlBaqarah: 257). Pesan-pesan Islam seperti perintah iqra (QS Al-‘Alaq: 1-5), al-Quran sebagai hidayah-bayan-furqan (QS Al-Baqarah: 189), agar setiap umat mengubah nasib dirinya dan memperhatikan masa depan (QS Ar-ra’du: 11; Al-Hasyr: 18), membebaskan kaum dhu’afamustadh’afin (QS Al-Ma’unn: 1-7; Al-Balad: 11-16, dst), menjadi khalifah di muka bumi untuk membangun dan tidak untuk merusak (QS Al-Baqarah: 30; Hud: 61; Al-Baqarah: 11; dst.); menunjukkan pesan imperatif Allah bahwa ajaran Islam menawarkan pencerahan bagi umat manusia semesta.
Risalah Nabi Muhammad bersama kaum Muslimun selama 23 tahun telah membawa pencerahan dari bangsa Arab yang terstruktur dalam sistem jahiliyah menjadi bangsa yang tercerahkan sehingga lahir Al-Madinah Al-Munawwarah, yakni kota peradaban yang cerah dan mencerahkan. Bangsa Arab yang bertuhankan berhala-berhala menjadi bertauhid. Bangsa yang semula merendahkan menjadi menjunjung tinggi martabat perempuan. Bangsa yang amoral menjadi berakhlaq mulia. Fath al-Makkah menjadi simbol dari lahirnya peradaban umat manusia yang tercerahkan itu. Dari 2 titik peradaban “al-munawwarah” itulah kemudian Islam meluas ke seluruh kawasan dunia, yang melahirkan era kejayaan Islam sebagai puncak peradaban yang utama selama lima sampai enam abad lamanya, tatkala dunia Barat kala itu masih teridur lelap di era kegelapan.
Karenanya, usaha-usaha dakwah untuk mewujudkan Islam dalam kehidupan pun haruslah membawa dan bersifat mencerahkan. Sejatinya, dengan sifatnya yang demokratis dan membawa perubahan menuju ke jalan Allah yang menyelematkan kehidupan umat manusia di dunia dan akhirat, maka dakwah Islam itu berwatak pencerahan. Sebaliknya, bukanlah dakwah kalau tidak menyinari atau tidak mencerahkan kehidupan, baik kehidupan para pemeluknya maupun umat manusia keseluruhannya.
Dakwah pencerahan ialah usaha-usaha menyebarluaskan dan mewujudkan ajaran Islam sehingga melahirkan perubahan ke arah yang lebih baik, unggul, dan utama dalam kehidupan pemeluknya dan menjadi rahmat bagi masyarakat luas di semesta alam. Dakwah pencerahan dalam setiap usahanya bersifat membebaskan, memberdayakan, dan memajukan kehidupan di segala bidang dan lingkup menuju raihan terwujudnya peradaban yang utama. Dakwah yang demikian memerlulan pembaruan terus menerus sehingga bersifat unggul dan alternatif.
Dakwah secara konseptual merupakan usaha mengajak pada Islam secara demokratis, bukan monolitik dan paksaaan. Tak ada sebuah istilah yang paling demokratis dalam mozaik ajaran Islam kecuali kata dakwah. Dakwah berasal dari akar kata “da’a-yad’u-da’wata”, artinya “memanggil”, “menyeru”, dan “menjamu”. Yakni memanggil, menyeru, dan menjamu orang agar mau berada di jalan Allah menuju keselamatan hidup di dunia dan akhirat. Artinya, dakwah dalam pandangan dan praksis apapun meniscayakan pendekatan, strategi, dan cara yang berproses secara terbuka dan timbal-balik, bukan yang tertutup dan monolitik. Dakwah itu harus cerdas-bijaksana (bil-hikmah), edukatif yang baik (wal al-mauidhat al-hasanah), dan dialogis yang unggul (wa jadil-hum bi-latiy hiya ahsan) sebagaimana dititahkan Allah (QS Al-Nahl: 125).
Adapun secara defenitif, dakwah menurut Muhammadiyah ialah “panggilan atau seruan bagi umat manusia menuju jalan Allah (QS Yusuf: 108) yaitu jalan menuju Islam (QS Ali Imran: 19)”. Dakwah sebagai “upaya tiap muslim untuk merealisasikan (aktualisasi) fungsi kerisalahan dan fungsi kerahmatan”. Fungsi kerisalahan dari dakwah ialah “meneruskan tugas Rasulullah (QS AlMaidah: 67) menyampaikan dinul-Islam kepada seluruh umat manusia (QSAli Imran: 104, 110, 114)”. Sedangkan fungsi kerahmatan berarti “upaya menjadikan (mengejewantahkan, mengaktualkan, mengoperasionalkan) Islam sebagai rahmat (penyejahtera, pembahagia, pemecah persoalan) bagi seluruh manusia (QS Al-Anbiya: 107)”.
Setiap usaha dakwah Islam oleh siapa, kapan, dan di mana pun haruslah membawa pencerahan dari keadaan “al-dhulumat” atau sistem yang gelap-gulita kepada kondisi yang serba “al-nur” atau penuh cahaya yang terang di segala lapangan kehidupan. Dalam bidang sosial-politik, sosial-ekonomi, sosial-budaya, dan aspek-aspek lainnya melalui dakwah harus terbangun kehidupan umat manusia setahap demi setahap menuju pada kondisi yang cerah dan mencerahkan. Melaui dakwah haruslah terjadi bahwa Islam benar-benar menjadi rahmatan lil-‘alamin di Indonesia khususnya dan dunia pada umumnya.
Bagi umat Islam sendiri usaha-usaha dakwah itu harus mencerahkan. Jika umat Islam sebagai mayoritas masih jauh dari ajarannya, tertinggal di banyak bidang kehidupan, besar kuantitas tetapi minim kualitas, merasa asing di rumahnya sendiri, sulit bersatu dan masih saling bermusuh-musuhan, serta kalah dalam banyak hal dari umat atau bangsa lainnya maka berarti usaha-usaha dakwah Islam belum bersifat mencerahkan. Apalagi manakala atasnama dakwah terjadi pemunduran kehidupan umat, maka dakwah seperti itu secara tidak disadari bersifat penggelapan, yang tentu saja bertentangan dengan jiwa dan prinsip dakwah sendiri.
Gerakan Pencerahan
Gerakan pencerahan bagi Muhammadiyah sesungguhnya bukan akan, tetapi telah dimulai sejak Kyai Haji Ahmad Dahlan mendirikan Muhammadiyah seabad yang silam. Kehadiran Muhammadiyah melalui gerakan tajdid atau pembaruannya tidak lain sebagai wujud gerakan pencerahan. Gerakan mengembalikan umat pada sumber ajaran Al-Quran dan Sunnah Nabi yang murni dengan mengembangkan ijtihad di banyak bidang kehidupan merupakan aktualisasi dari gerakan pencerahan.
Demikian pula dalam hal pelurusan arah kiblat, pembaruan sistem pendidikan, pemberdayaan masyarakat dhu’afa-mustadl’afin melalui Al-Ma’un, mendirikan gerakan perempuan Islam berkemajuan yakni Aisyiyah, serta berbagai dakwah bi-lisan dan bi-lisan yang bersifat maju lainnya sungguh merupakan wujud nyata dari gerakan Muhammadiyah dalam menghadirkan dakwah pencerahan. Muhammadiyah bahkan terlibat aktif dalam pergerakan perjuangan kemerekaan dan pada tanggal 17 Agustus 1945 terlibat aktif dalam meletakkan fondasi berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia. Muhammadiyah bukan hanya berkeringat deras, tetapi bahkan menjadi pendiri Republik ini.
Karenanya kini para anggota, mubalig, aktivis, dan pimpinan Muhammadiyah di mana pun termasuk yang berada di lingkngan Organisasi Otonom, Majelis, Lembaga, Amal Usaha, dan seluruh lingkungan Persyarikatan harus secara masif menggerakkan kembali jiwa, pikiran, dan langkah-langkah pencerahan dalam seluruh aspek yang menjadi bidang gerakannya. Gerakan pencerahan dalam Muhammadiyah digelorakan kembali pada Muktamar ke-46 tahun 2010 di Yogyakarta sebagaimana terkandung dalam “Pernyataan Pikiran Muhammasiyah Abad Kedua”.
Dinyatakan, bahwa Muhammadiyah pada abad kedua berkomitmen kuat untuk melakukan gerakan pencerahan. Gerakan pencerahan (tanwir) merupakan praksis Islam yang berkemajuan untuk membebaskan, memberdayakan, dan memajukan kehidupan. Gerakan pencerahan dihadirkan untuk memberikan jawaban atas problem-problem kemanusiaan berupa kemiskinan, kebodohan, ketertinggalan, dan persoalan-persoalan lainnya yang bercorak struktural dan kultural. Gerakan pencerahan menampilkan Islam untuk menjawab masalah kekeringan ruhani, krisis moral, kekerasan, terorisme, konflik, korupsi, kerusakan ekologis, dan bentuk-bentuk kejahatan kemanusiaan. Gerakan pencerahan berkomitmen untuk mengembangkan relasi sosial yang berkeadilan tanpa diskriminasi, memuliakan martabat manusia laki-laki dan perempuan, menjunjung tinggi toleransi dan kemajemukan, dan membangun pranata sosial yang utama.
Dengan gerakan pencerahan Muhammadiyah terus bergerak dalam mengemban misi dakwah dan tajdid untuk menghadirkan Islam sebagai ajaran yang mengembangkan sikap tengahan (wasithiyah), membangun perdamaian, menghargai kemajemukan, menghormati harkat martabat kemanusiaan laki-laki maupun perempuan, mencerdaskan kehidupan bangsa, menjunjungtinggi akhlak mulia, dan memajukan kehidupan umat manusia. Komitmen Muhammadiyah tersebut menunjukkan karakter gerakan Islam yang dinamis dan progresif dalam menjawab tantangan zaman, tanpa harus kehilangan identitas dan rujukan Islam yang autentik.
Muhammadiyah dalam melakukan gerakan pencerahan berikhtiar mengembangkan strategi dari revitalisasi (penguatan kembali) ke transformasi (perubahan dinamis) untuk melahirkan amal usaha dan aksi-aksi sosial kemasyarakatan yang memihak kaum dhu’afa dan mustadh’afin serta memperkuat civil society (masyarakat madani) bagi kemajuan dan kesejahteraan bangsa. Dalam pengembangan pemikiran Muhammadiyah berpijak pada koridor tajdid yang bersifat purifikasi dan dinamisaai, serta mengembangkan orientasi praksis untuk pemecahan masalah kehidupan.
Muhammadiyah mengembangkan pendidikan sebagai strategi dan ruang kebudayaan bagi pengembangan potensi dan akal-budi manusia secara utuh. Sementara pembinaan keagamaan semakin dikembangkan pada pengayaan nilai-nilai aqidah, ibadah, akhlak, dan mu’amalatdunyawiyah yang membangun keshalehan individu dan sosial yang melahirkan tatanan sosial baru yang lebih relijius dan humanistik.
Dalam gerakan pencerahan, Muhammadiyah memaknai dan mengaktualisasikan jihad sebagai ikhtiar mengerahkan segala kemampuan (badlul-juhdi) untuk mewujudkan kehidupan seluruh umat manusia yang maju, adil, makmur, bermartabat, dan berdaulat. Jihad dalam pandangan Muhammadiyah bukanlah perjuangan dengan kekerasan, konflik, dan permusuhan. Umat Islam dalam berhadapan dengan berbagai permasalahan dan tantangan kehidupan yang kompleks dituntut untuk melakukan perubahan strategi dari perjuangan melawan sesuatu (al-jihad li-al-muaradhah) kepada perjuangan menghadapi sesuatu (al-jihad li-al-muwajahah) dalam wujud memberikan jawaban-jawaban alternatif yang terbaik untuk mewujudkan kehidupan yang lebih utama.
Adapun dalam kehidupan kebangsaan Muhammadiyah mengagendakan revitalisasi visi dan karakter bangsa, serta semakin mendorong gerakan mencerdaskan dan memajukan kehidupan bangsa yang lebih luas sebagaimana cita-cita kemerdekaan dengan menawarkan rekonstruksi kehidupan kebangsaan yang bermakna menuju Indonesia berkemajuan. Dalam menghadapi berbagai persaingan peradaban yang tinggi dengan bangsa-bangsa lain dan demi masa depan Indonesia yang lebih maju maka diperlukan transformasi kehidupan bangsa di berbagai bidang kehidupan.
Comments 1