Oleh: M. Risfan Sihaloho
Pemred TAJDID.ID
Noam Chomsky pernah berucap: peoples tend to rally around power. Manusia punya kecenderungan alami untuk berkerumun di sekitar kekuasaan. Seperti kawanan laron yang mendekati cahaya, atau besi-besi kecil yang tak kuasa menolak tarikan magnet. Kekuasaan punya daya hisap, energi yang membuat siapa saja di sekitarnya tergoda untuk mendekat dan melekat.
Aksioma ini menjelaskan bahwa dalam politik, tujuan utama dari rasionalisme, realisme, idealisme, bahkan romantisme politik, ujung-ujungnya tetap: kekuasaan an sich. Tidak ada agenda yang lebih agung daripada itu. Maka tak berlebihan bila magnetisme kekuasaan disebut kiblat dunia politik. Semua jalan, semua strategi, semua intrik, semua drama, pada akhirnya bermuara pada singgasana kekuasaan.
Dan di sinilah kenyataannya: dalam politik praktis, sebenarnya tidak ada orang yang benar-benar berada di luar lingkaran kekuasaan. Mereka yang terlihat sebagai pendukung sejati hanyalah loyalis yang menempel erat pada penguasa. Sementara yang tampil sebagai oposan, tetap saja tak bisa disebut “netral”—karena oposisi pun bagian dari permainan, dengan pretensi yang sama: menunggu giliran duduk di kursi kekuasaan.
Tapi jangan salah. Selain loyalis dan oposan, selalu ada satu spesies lain yang tak kalah penting: “pucuk aru” alias oportunis. Mereka ini lebih cair dari air, lebih lentur dari karet, lebih licin dari belut. Hari ini bisa memuji setinggi langit, besok bisa menghujat sampai ke liang lahat. Orientasinya sederhana: kemana arah angin bertiup, di situlah mereka mengembangkan layar.
Nah, persoalannya sekarang bukan lagi tentang definisi kekuasaan, bukan pula tentang apakah politik itu kotor atau suci. Persoalannya adalah: di posisi manakah Anda berdiri di sekitar kekuasaan? Apakah sebagai loyalis yang setia, oposan yang kritis, atau oportunis yang licik? Atau mungkin, semuanya sekaligus? Karena di dunia ini, kekuasaan adalah panggung utama, dan kita semua pemain yang sedang mencari posisi terbaik dalam permainan yang tak pernah berakhir ini.
Jawaban Anda sebenarnya tidak terlalu penting. Karena dalam pusaran magnet kekuasaan, semua akhirnya tetap berputar mengelilingi satu hal: kekuasaan itu sendiri. Yang berbeda hanyalah seberapa dekat Anda dengan pusat magnetnya—dan seberapa tega Anda menyingkirkan yang lain demi sampai ke sana. (*)