Oleh: Andi Hariyadi
Ketua Majelis Pustaka Informatika dan Digitalisasi PDM Surabaya.
Berkesempatan bisa menunaikan ibadah haji di kota suci Makkah benar-benar harus kita syukuri, karena ada banyak faktor yang mempengaruhi bisa memenuhi panggilan Allah untuk berhaji. Juga ada banyak faktor yang bisa mengakibatkan kegagalan dalam menunaikan ibadah haji.
Seperti kita ketahui bersama, untuk bisa berhaji, disamping dukungan finansial yang cukup juga kondisi tubuh yang sehat dan kuat. Begitu pula faktor usia, karena ritual haji banyak aktivitas fisik yang dilakukan agar lebih sempurna ritual yang dijalankan.
Kondisi finansial, kesehatan dan usia sudah terpenuhi, namun juga kepastian mendapat visa haji dari kerajaan Saudi juga sangat mempengaruhi. Sehingga kesempatan bisa berhaji ini sudah mulai nampak adanya proses yang harus diperhitungkan mulai dari waktu, finansial, kesehatan, kepastian dan kemauan, sehingga berhaji secara legal untuk lebih diperhatikan bersama.
Berhaji bukanlah wisata religi, tetapi benar benar panggilan Ilahi, sehingga perlu diluruskan niat berhaji untuk mengharap ridho ilahi. Bukan untuk kenaikan status diri di masyarakat sehingga harus diberi penghormatan yang tinggi yang tidak sekedar dipanggil Abah Haji ataupun Umi Hajjah.
Berhaji butuh pengorbanan, perjuangan dan kesabaran, dimana ritual haji yang dilakukan merupakan bentuk spiritual kemuliaan, bagaimana ketangguhan Nabi Ibrahim menghadapi beragam ujian, begitu pula putranya Ismail sosok kader yang unggul dan tercerahkan serta Hajar perempuan tangguh yang konsisten menjaga ketauhidan. Sehingga Rasulullah Muhammad SAW sebagai penyempurna risalah Islam menumbuhkan kesadaran kepada kita untuk Istiqomah meneladaninya.
Menunaikan prosesi ibadah haji merupakan proses transformasi menjadi pribadi yang bertaqwa, bukan pribadi yang ingin disanjung karena sudah berhaji. Dan proses transformasi itu untuk memberikan banyak pelajaran, kesadaran dan hikmah yang bisa kita wujudkan. Meski berat harus tetap dihadapi, sehingga transformasi spiritual haji bukan pada simbol dan sebutan panggilan, tetapi menuju kesempurnaan pribadi, dimana ketauhidannya terjaga dan jauh dari kemusyrikan, ibadahnya benar sesuai tuntunan Rosulullah Muhammad SAW, dan akhlaknya begitu mulia dan menjadi teladan kebaikan.
Transformasi spiritual, sehingga beragamanya mencerahkan, menjadi teladan kebaikan. Beragamanya membawa dampak perubahan yang berarti dalam kehidupan ini.
Transformasi sosial, sehingga aktivitas kehidupannya begitu inklusif bersama masyarakat bahu membahu memperkuat persaudaraan, menghilangkan permusuhan dan dendam menjadi pemaaf dan peduli untuk berbagi pada segenap masyarakat.
Capaian ibadah haji yang mabrur merupakan hasil dari transformasi kehidupan yang lebih berarti. Dan haji yang diterima Allah SWT merupakan bentuk transformasi yang sukses meraih kemuliaan, bukan kamuflase berbalut simbol kebohongan.
Kemabruran haji harus terus dipertahankan, dikuatkan dan dijaga agar tetap nyata dalam kehidupan kita, maka jagalah hati untuk menyempurnakan keihklasan dan mengharap ridho ilahi, jauhi iri dengki karena dapat merusak kemuliaan diri. Hiasi hati dengan syukur agar hidup membawa kebahagiaan bukan permusuhan yang dapat membawa kehancuran.
Jagalah lisan, agar kemabruran haji semakin kuat, karena pengaruh lisan saat ini begitu mengkhawatirkan jika tidak dijaga dengan sebaik baiknya mengakibatkan lisan melakukan ujaran kesombongan, kebencian hingga mudah menebar kebohongan. Lisan yang terjaga dari kejahatan membuat interaksi kehidupan membawa kedamaian. Haji yang mabrur lisannya bertabur dzikir dengan aroma kejujuran.
Jaga aksi dari perbuatan yang tidak ada manfaatnya, karena kemabruran haji sudah didik untuk melakukan aksi aksi kebenaran bukan kesalahan yang terus berulang. Aksi kepedulian untuk berbagi sebagaimana hikmah dari ibadah qurban, dari harta yang halal kita membeli hewan qurban sebagai wujud ketaqwaan untuk diberikan kesemua insan. Aksi kepedulian ini membuat kemabruran haji semakin menunjukkan dampak bagi keselamatan, kebahagiaan dan kemuliaan kehidupan.
Jauhi aksi yang destruktif, tidak bertanggung jawab dan semena mena penuh arogan, karena dampak dari aksi kejahatan akan merobohkan tatanan kehidupan menuju kehancuran. Haji mabrur begitu terdepan melakukan aksi aksi konstruktif.
Kemabruran haji membawa pribadi berperilaku penuh arti untuk meraih keridhoan Ilahi. (*)