TAJDID.ID || Usai digelarnya rapat konsolidasi nasional Muhammadiyah di Yogyakarta, persyarikatan Muhammadiyah akhirnya memutuskan menerima tawaran izin usaha pertambangan (IUP) dari pemerintah.
“Setelah mencermati masukan, kajian, serta beberapa kali pembahasan, rapat pleno PP Muhammadiyah pada tanggal 13 Juli 2024 memutuskan menerima IUP yang ditawarkan oleh pemerintah,” kata Sekretaris Umum PP Muhammadiyah menggelar konferensi pers hasil Konsolidasi Nasional di Convention Hall Masjid Siti Walidah, Universitas Aisyiyah Yogyakarta, Ahad (28/7/2024).
Pertama, Muhammadiyah mempertimbangkan bahwa kekayaan alam merupakan anugerah Tuhan.
Muhammadiyah menilai, manusia diberikan wewenang untuk mengelola dan memanfaatkan sebaik-baiknya kekayaan alam itu untuk kesejahteraan hidup material dan spiritual dengan tetap menjaga keseimbangan dan tidak menimbulkan kerusakan di muka bumi.
“Fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah tentang Pengelolaan Pertambangan dan Urgensi Transisi Energi Berkeadilan (9 Juli 2024) antara lain menyatakan bahwa ‘Pertambangan sebagai aktivitas mengekstraksi energi mineral dari perut bumi masuk dalam kategori muamalah atau perkara-perkara duniawi, yang hukum asalnya adalah boleh sampai ada dalil, keterangan, atau bukti yang menunjukkan bahwa ia dilarang atau haram’,” papar Mu’ti.
Kedua, Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 menyebutkan bahwa bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
“Bahwa sesuai kewenangannya, pemerintah sebagai penyelenggara negara memberikan kesempatan kepada Muhammadiyah, antara lain karena jasa-jasanya bagi bangsa dan negara, untuk dapat mengelola tambang untuk kemandirian dan kesejahteraan masyarakat,” terang dia.
Ketiga, keputusan Muktamar ke-47 Muhammadiyah di Makassar 2015 mengamanatkan kepada PP Muhammadiyah untuk memperkuat dakwah dalam bidang ekonomi selain dakwah dalam bidang pendidikan, kesehatan, kesejahteraan sosial, tabligh, dan bidang dakwah lainnya.
Pada tahun 2017, kata dia, Muhammadiyah telah menerbitkan Pedoman Badan Usaha Milik Muhammadiyah (BUMM) untuk memperluas dan meningkatkan dakwah Muhammadiyah di sektor industri, pariwisata, jasa, dan unit bisnis lainnya.
“Keempat, dalam mengelola tambang, Muhammadiyah berusaha semaksimal mungkin dan penuh tanggung jawab melibatkan kalangan profesional dari kalangan kader dan warga Persyarikatan, masyarakat di sekitar area tambang, sinergi dengan perguruan tinggi, serta penerapan teknologi yang meminimalkan kerusakan alam,” terangnya.
Dia mengatakan, Muhammadiyah memiliki sumber daya manusia (SDM) yang amanah, profesional, dan berpengalaman di bidang pertambangan serta sejumlah Perguruan Tinggi Muhammadiyah memiliki Program Studi Pertambangan sehingga usaha tambang dapat menjadi tempat praktik dan pengembangan entrepreneurship yang baik.
“Kelima, dalam mengelola tambang, Muhammadiyah akan bekerja sama dengan mitra yang berpengalaman mengelola tambang, memiliki komitmen dan integritas yang tinggi, dan keberpihakan kepada masyarakat dan Persyarikatan melalui perjanjian kerja sama yang saling menguntungkan,” tambah dia.
Keenam, pengelolaan tambang oleh Muhammadiyah dilakukan dalam batas waktu tertentu dengan tetap mendukung dan mengembangkan sumber-sumber energi yang terbarukan serta budaya hidup bersih dan ramah lingkungan.
Ketujuh, dalam pengelolaan tambang, Muhammadiyah berusaha mengembangkan model yang berorientasi pada kesejahteraan dan keadilan sosial, pemberdayaan masyarakat, membangun ekosistem yang ramah lingkungan, riset dan laboratorium pendidikan, serta pembinaan jamaah dan dakwah jamaah.
Pengembangan tambang oleh Muhammadiyah diusahakan dapat menjadi model usaha not for profit di mana keuntungan usaha dimanfaatkan untuk mendukung dakwah dan Amal Usaha Muhammadiyah serta masyarakat luas.
Kedelapan, menunjuk tim pengelola tambang Muhammadiyah yang terdiri atas Prof. Dr. H. Muhadjir Effendy, M.AP. (Ketua), Muhammad Sayuti, M.Pd., M.Ed., Ph.D. (Sekretaris), dengan anggota Dr. H. Anwar Abbas, M.M., M.Ag., Prof. Hilman Latief, M.A., Ph.D., Dr. H. Agung Danarto, M.Ag., Drs. H. Ahmad Dahlan Rais, M.Hum., Prof. Dr. Bambang Setiaji, M.Si., dan Dr. Arif Budimanta.
“Kesembilan, tim memiliki tugas, wewenang, dan tanggung jawab yang akan ditetapkan kemudian dalam Surat Keputusan PP Muhammadiyah,” pungkas Mu’ti. (*)