Di zaman kuno, astronomi adalah salah satu sains eksakta yang paling maju dan dijunjung tinggi. Banyak kajian matematika pada asalnya dikembangkan untuk memfasilitasi penelitian penelitian astonomi. Berbagai disiplin dan sistem kepercayaan saling berlintasan dan berinteraksi dalam asronomi, termasuk ilmu fisika dan metafisika, juga matematika dan agama. Astronomi Islam/Arab juga secara kultural bersifat hibrida (keturunan dari astronomi Babilonia, India, Persia, dan Yunani), dan secara intim terkait dengan politik (astrologi, legitimasi kedinastian). Akhirnya, pertimbangan praktis seperti menemukan arah dalam perjalanan di malam hari, dan korelasi antara musim-musim dalam setahun serta posisi planet-planet memberikan motivasi tambahan bagi pengkajian astronomi. Karena semua alasan ini, penelitian astronomi bersifat hibrida dan merupakan suatu yang hidup, dan bidang astronomi memberikan lahan subur untuk mempertanyakan konsepsi lama dan mengembangkan serta mnguji konsepsi baru.
Teks-teks awal astronomi yang diterjemahkan ke dalam bahasa arab pada abad ke-8 berasal dari india dan persia. Namun, kemunculan sejati astronomi arab terjadi pada abad ke-9 melalui penerjemah teks-teks utama astronomi Yunani. Sejak pemulaan abad ke-9 dan terus hingga abad ke-16, kegiatan astronomi tersebar luas dan dilakukan secara intensif. Kegiatan ini tercermin dalam besarnya jumlah saintis yang bekerja di bidang astronomi praktis maupun teoretis, jumlah buku yang ditulis, jumlah observatorium yang aktif, dan banyaknya pengamatan yang baru.
Astronomi arab mula-mula menginduk kepada astronomi persia dan India, dan ia terus menggunakan sebagian dari parameter dan metode kedua tradisi ini. Namun, pengaruh formatif terbesar terhadap astronom Arab adalah astronomi Yunani. Di awal abad ke-9, para astronom menyadari bahwa tradisi astronomi Yuanani jauh lebih unggul daripada tradisi persia dan India, baik dalam lingkupnya yang komprehensif maupun dalam pengunaan representasi geometrisnya yang efektif. Seorang pengarang Yunani tertentu, khususnya sebuah karya dari pengarang ini, memberikan pengaruh besar terhadap seluruh astronomi Abad pertengahan melalui seluruh periode astronomi Arab hingga matinya sistem astronomi geosentris. Karya tersebut adalah Almagest-nya ptolemeus (abad ke-2 M). Bahwa teks ini memancarkan pengaruh yang begitu banyak bukanlah bersifat kebetulan dan tidak pula mengherankan, sebab ia merupakan capaian tertinggi dalam astronomi matematis Yunani dan salah satu capaian terbesar dari semua sains Yunani.
Almagest dipandang sebagai karya otoritatif utama zaman kuno tentang astronomi. Dalam buku tersebut, ptolemeus menyintesiskan pengetahuan sebelumnya dari astronomi Yunani berdasarkan pengamatan-pengamatan barunya sendiri. Tujuan utama buku tersebut adalah memapankan model geometris yang secara akurat menjelaskan fenomena yang diamati. Satu bagian besar dari buku tersebut dikhususkan membahas metode untuk menyusun berbagai model dan mengalkulasi parameter dari model ini, ptomeleus juga memberikan tabel bagi gerakan planet, yang digunakan bersama dengan modelnya. Di antara semua buku yang berasal dari zaman kuno, Almagest mewakili karya yang paling berhasil dalam astronomi matematis: representasi geometrisnya tentang alam semesta memberikan penjelasan prediktif yang paling baik dan akurat mengenai fenomena langit.
Suatu tradisi Yunani dalam astronomi fisik juga tercemin dalam Almagest dan dalam karya ptomeleus lainnya yang berpengaruh, planetary Hypotehsis. Menurut tradisi yang sangat bercorak Arisotelian ini, alam semesta terorganisasi dalam lapisan-lapisan langit, masing-masing membawa sebuah bintang dan berotasi mengelilingi bumi yang diam, sebagai pusat alam semesta. Berlawanan dengan gerakan di Bumi yang menempuh garis lurus (sublunary rectilinear motion), benda-benda langit bergerak dalam gerakan-gerakan melingkar dengan keseragaman yang sempurna. Ptolemeus mengadopsi, setidak-tidaknya dalam teori, kedua prinsip dasar Aristoteles: bahwa bumi bersifat diam dan berada di pusat alam semesta, dan bahwa gerakan benda langit harus direpresentasikan dengan serangkaian gerakan melingkar yang seragam.
Dalam praktinya, pertimbangan matematis sering memaksa ptolemeus mengabaikan prinsip kedua dari dua prinsip ini. Akan tetapi, mengahadapi penilaian “matematis”-nya yang lebih baik, satu-satunya teori fisika atau kosmologi yang bisa diperoleh ptolemeus adalah teori atau kosmologi Aristoteles. Dengan demikian, ptolemeus tidak mempunyai pilihan selain mengakui bahwa dia berpegang pada kosmologi ini. Pegangan pada kosmologi ini, pada masa Islam dan belakangan di eropa, melahirkan tradisi reformasi astronomi yang produktif.
Reformasi astronomi pada masa Islam mengambil bentuk yang berbeda-beda. Pada masa pemerintahan khalifah Al-Ma’mun, sebuah program pengamatan astronomi diorganisasikan di bagdad dan Damaskus. Seperti halnya proyek penelitian terorganisasi yang mana pun, program ini mengangkat kegiatan astronomi di dunia Islam dengan prestise formal. Tujuan yang diakui dari program ini adalah melakukan verifikasi terhadap pengamatan ptolemeus dengan membandingkan hasil yang diperoleh dari kalkulasi yang didasarkan pada model ptolemeus, dengan pengamatan aktual yang dilakukan di Bagdad dan Damaskus kira-kira 700 tahun sesudah ptolemeus. Hasil-hasilnya di kumpulkan dalam Al-Zij Al-Mumtahan (tabel-tabel yang telah diverifikasi), yang ditemukan keadaan tidak utuh lagi, tetapi dikutip secara luas oleh para astronom sesudahnya. Koreksi paling penting yang diperkenalkan menunjukkan bahwa titik terjauh (apogee) dari orbit matahari bergerak bersama dengan presesi bintang-bintang tetap. Pada tataran yang lebih umum, program ini menekankan perlunya melanjutkan verifikasi pengamatan astronomis, dan menggunakan istrumen yang lebih teliti.
Demikianlah, sudah sejak awalnya, astronomi Arab telah meralat dan melengkapi astronomi ptolemeus. Setelah melihat beberapa kesenjangan antara pengamatan baru dan kalkulasi ptolemeus, para astronom arab kemudian memeriksa kembali basis teoretis hasil-hasil yang diperoleh ptolemeus. Pemeriksaan kembali secara kritis ini mengambil beberapa bantuk. Meskipun penelitian astronomi umum dalam periode ini (abad ke-9) dilakukan dalam kerangka astronomi ptolemeus, penelitian ini mengerjakan kembali dan secara kritis memeriksa pengamatan dan metode penghitungan astronomi ini dan, dengan cara yang terbatas, mampu menjelajahi masalah-masalah di luar kerangka ptolemeus. Penerapan beragam disiplin matematis terhadap satu sama lain juga memiliki efek langsung berupa perluasan batas-batas tiap-tiap disiplin dan memperkenalkan konsep ilmiah yang baru. Penggunaan matematisasi secara sistematis mengubah metode penalaran dan pada gilirannya memungkinkan pengembangan kreatif labih jauh di pelbagai bidang sains.