Dewas KPK Tak bertaji, DIRUT Pertamina tidak serahkan data padahal bersurat resmi Dewas KPK
TAJDID.ID || Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (Dewas KPK) telah melayangkan surat kepada Dirut PT Pertamina Nicke Widyawati terkait permintaan data atau klarifikasi dugaan gratifikasi oleh Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar. Namun sampai sekarang surat tersebut tidak digubris oleh Dirut Pertamina.
Ketua Asosiasi Ilmuan Praktisi Hukum Indonesia (Alpha), Azma Syahputra menilai hal ini menunjukkan bahwa eksistensi dan peran Dewas KPK sudah tidak maksimal dan kurang disegani.
“Pada hal sudah sangat jelas dalam surat tersebut agar Dirut pertamina diminta untuk koperatif dengan menyerahkan data-data terkait pemesanan dan sumber pembayaran atas pembelian tiket motor GP maupun hotel atas nama Lili Pinta Ulli yang terinfokan telah disediakan PT Pertamina dalam kapasitasnya sebagai pimpinan KPK,” ungkap dosen Hukum Pidana Universitas Tri Sakti ini melalui keterangan tertulisnya yang diterima TAJDID.ID, Selasa (26/4).
Menurutnya ini persoalan serius, dan bisa jadi pintu masuk melihat peristiwa ini hubungan antara pemegang jabatan bisa jadi sangat berbahaya.
“Karenanya perlu digali lebih detail apa penyebab dan kenapa Dirut Pertamina tidak mau menyerahkan data atas permintaan surat resmi Dewas KPK. Apakah ada conflict of interest antara Dirut Pertamina dengan salah satu komisioner KPK, atau adakah yang saling dilindungi terkait urusan penyelenggaraan Pertamina yang menjadi pengawasan KPK?,” kata alumni Fakultas Hukum UMSU ini.
Meskipun demikian, lanjut Azmi, mengingat fungsi Dewas menurut UU KPK antara lain menerima dan menindaklanjuti laporan dari masyarakat mengenai adanya dugaan pelanggaran kode etik oleh Pimpinan dan Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi dan dapat Menyelenggarakan sidang untuk memeriksa adanya dugaan pelanggaran kode etik oleh Pimpinan dan Pegawai KPK, kesannya fungsi ini sudah tidak efektif karena terbukti dengan mudah surat Dewas KPK diabaikan dengan mudah oleh Dirut Pertamina.
“Dengan tidak menyerahkan data semakin dapat menunjukkan keraguan kepercayaan publik pada Dewas KPK, walaupun diketahui Dewas memiliki integritas dan kredebilitas yang baik namun faktanya tidak bertaji dalam memanggil pihak pihak yang berurusan dengan komisoner KPK,” ujarnya.
“Ini sinyal yang bisa menjadi lebih buruk akan eksistensi Dewas KPK, seolah Dewas hanya menjadi lembaga aksesoris semata karena tidak ada upaya paksa, lembaga ini menjadi lembaga yang tidak disegani publik, dan ini harus menjadi perhatian dan evaluasi,” tutupmya.
Diketahui, Dewas KPK meminta Dirut PT Pertamina Nicke Widyawati bersikap kooperatif untuk memberikan klarifikasi terkait dugaan pelanggaran etik oleh Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar.
“Dewas berharap kerja sama Dirut Pertamina, bisa bekerja sama dan bersikap kooperatif dalam mengungkap dugaan pelanggaran etik yang dilakukan ibu LPS (Lili Pintauli Siregar),” kata anggota Dewas KPK Syamsuddin Haris dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Selasa (26/4/2022).
Lili kembali dilaporkan ke Dewas KPK karena diduga menerima fasilitas akomodasi hotel hingga tiket menonton ajang balap MotoGP 2022 di Sirkuit Internasional Mandalika, Nusa Tenggara Barat. Fasilitas tersebut diduga diberikan salah satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Haris mengatakan Dewas KPK telah mengundang Nicke untuk memberikan klarifikasi, namun yang bersangkutan tidak hadir. “Klarifikasi terhadap pihak Pertamina belum tuntas karena Dirut Pertamina tidak kooperatif. Sudah diundang klarifikasi dan dijadwal ulang tetapi tidak hadir,” ujar Haris.
Kondisi tersebut, tambahnya, menyebabkan klarifikasi terhadap Lili tertunda karena pengumpulan bahan dan keterangan dari pihak eksternal belum selesai. Sebelumnya, Lili pernah dijatuhi sanksi berat berupa pemotongan gaji pokok sebesar 40 persen selama 12 bulan karena terbukti melanggar kode etik dan pedoman perilaku. (*)