TAJDID.ID~Jakarta || Wakil Ketua KPK, Lili Pintauli Siregar, kini dilaporkan kembali atas dugaan penerimaan fasilitas berupa akomodasi hotel hingga tiket menonton ajang balap MotoGP Mandalika 18-20 Maret 2022 dari salah satu perusahaan BUMN.
Menanggapi hal tersebut, Dosen Hukum Pidana Universitas Trisakti, Azmi Syahputra mengatakan, jika benar kejadian tersebut maka perilaku Lili Pintaulli Siregar adalah sesuatu yang sangat memprihatinkan.
“Pasalnya, ia telah berulang kali melakukan perbuatan penyimpangan jabatan yang menunjukkan integritasnya terbeli sebagai insan KPK dan perbuatanya tidak sesuai dengan aturan Penegakan Kode Etik dan Pedoman Perilaku KPK,” ujar Azmi lewat keterangan tertulisnya kepada tajdid.id , Rabu (13/4)
“Apalagi perbuatannya tersebut dapat dikategorikan sebagai gratifikasi yang merupakan tindak pidana karena perbuatannya memenuhi unsur menyalahgunakan kewenangan, kesempatan ,sarana terkait jabatan atau kedudukan serta berprilaku guna mendapatkan keuntungan materi pribadi,” imbuh Azmi.
Oleh karena itu, kata Azmi, jika mencermati karakteristik beberapa kasus yang telah diperbuat Lili, bila ternyata perbuatannya tersebut dilakukan tertuju pada pemenuhan kebutuhan individu, artinya sifat dan tujuan utamanya dalam jabatannya tersebut digunakannya lebih condong pada tujuan individu dan kepentingan individu, bukan demi kepentingan umum, maka sudah selayaknya yang bersangkutan diperiksa.
Untuk diketahui perbuatan penyimpangan jabatan ini menimbulkan banyak kerugian, baik kerugian pada masyarakat maupun kerugian bagi negara atau pemerintah sendiri.
“Maka jika hal tersebut benar , menunjukkan ia tidak dapat mengendalikan dirinya dan tidak patuh dengan aturan , karena ia harus menyadari seluruh sikap dan tindakannya selalu melekat dalam kapasitasnya sebagai seorang komisioner,” kata Azmi.
Karenanya, Azmi mendorong Dewan Pengawas KPK untuk segera memeriksa Lili Pintauli.
“Dan bila hasil pemeriksaan Dewas KPK bahwa ia terbukti menerima gratifikasi tersebut dari salah satu BUMN, ini harus dihukum dengan tegas dan sanksi terberat karena perilakunya tersebut menunjukkan ia telah melanggar hukum dan perilakunya berubah dari komisioner KPK yang seharusnya bersifat jujur kini menjadi komisioner KPK yang bersifat pragmatis materialistis,” ujar Azmi.
“Dan tentu ini dapat dimaknai bahwa ia sudah mencederai, kehilangan karakternya dan tidak lagi layak memegang nilai-nilai yang sebenarnya menjadi syarat sebagai komisioner KPK,” tambah Azmi.
Menurut Azmi. dalam hukum bila pelaku melakukan kejahatannya yang berulang maka sanksi yang dikenakan kepada pelaku semestinya menjadi pertimbangan hal yang memberatkan bagi pelaku.
“Sehingga Dewas dalam kasus ini dapat pula mengenakan sanksi penonaktifan, termasuk pemberhentian sebagai komisioner KPK,” kata Azmi.
Dan jika nanti terbukti, maka Dewas juga harus mendesak Lili untuk mundur dari jabatannya.
“Jika Lili terbukti melanggar kode etik, sudah sewajarnya Dewan Pengawas segera meminta yang bersangkutan untuk mengundurkan diri sebagai Pimpinan KPK,” tutup Azmi. (*)