TAJDID.ID~Medan || Pengamat sosial-politik FISIP UMSU, Shohibul Anshor Siregar menilai konflik Rusia-Ukraina sangat konpleks, disebabkan banyaknya norma internasional yang disepelekan dan dilanggar selama ini.
“Kesulitannya, Rusia adalah Anggota Tetap Dewan Keamanan PBB dan posisi itu akan dapat sangat potensil merugikan kepentingan damai bagi Ukraina seberapa parahpun norma internasional disepelekan,” ujar Ketua LHKP PW Muhammadiyah Sumut ini, Selasa (1/3).
Menurut Shohib, banyak contoh sikap mendua (double standard) dunia dalam kasus yang menyangkut pelanggaran norma internasional. misalnya sebagaimana terjadi selama ini dalam praktik Xi Jinpin atas warga di Xinjiang (China), genosida atas warga muslim Rohingya, diksriminasi rasial atas warga muslim di India, dan lain-lain.
Lebih lanjut dijelaskannya, bahwa konflik Rusia-Ukraina juga tidak terlepas dari perlombaan pengembangan senjata yang terjadi di tingkat dunia.
Dikatakannya, sebetulnya tidak ada tanda-tanda penurunan perlombaan pembuatan senjata pemusnah terhitung sejak perang dunia II, era perang dingin, dan juga hingga saaat ini.
“Banyak negara malah membelanjakan uang yang banyak untuk mensiasati keamanan dari gangguan negara lain, padahal rakyatnya miskin. Termasuk Indonesia, ungkapnya.
Terkait sikap Indonesia, Shohib menjelaskan, bahwa konstitusi Indonesia (UUD 1945) diawali dengan pembukaan (muqaddimah) dengan narasi amat kuat anti penjajahan dan diakhiri dengan doktrin bebaas aktif mensponsori perdamaian abadi di dunia.
“Mestinya rujukan itu yang menjadi sikap dasar Indonesia, bukan agenda internasional lain yang dikendalikan oleh negara-negara kuat sebagaimana tercermin dalam sikaap dan keminiman upaya Indonesia dalam menghentikan brutalitas di Xinjiang, Rohingya dan India,” tegas Shohib.
Shohib mengungkapkan, Rusia menginvasi Ukraina pada tahun 2014 dan ia mendukung pemberontak yang ditujukan untuk merontokkan pemerintahan yang dipilih secara demokratis.
“Bukan tida ada kesepakatan perdamaian internasional untuk itu, tetapi faktanya konflik terus berlanjut.
Secara teoritis Rusia bisa meluluhlantakkan Ukraina dalam waktu singkat. Barat tahu itu, China tahu itu dan PBB tahu itu,” kata Shohib.
Menurut Shohib, ada satu titik krusial yang mengindikasikan kekhawatiran Putin, yakni ketika Ukraina berusaha menuju penggabunganb kepentingan dengan institusi Eropa, baik NATO maupun Uni Eropa. Karena itu, Putin pun merasa berdasar mengklaim Ukraina sebagai boneka Barat, kurang lebih sama dengan dasar sentiment anti Malaysia yang digelorakan Soekarno dahulu karena tuduhan pembonekaan imperialis Barat.
“Namun saya tidak dapat menunjukkan jaminan apa pun sekiranya negara-negara Barat dan Ukraina menyatakan sikap terbaru tidak akan bergabung dengan NATO, aliansi pertahanan dari 30 negara, yang ditindak lanjuti, misalnya, dengaan langkah demiliterisasi Ukraina serta menunjukkan komitmen menjadi negara netral,” pungkasnya. (*)