TAJDID.ID~Medan || Pakar Sosial Politik FISIP UMSU, Shohibul Anshor Siregar mengkhawatirkan kecerdikan oligarki mendulang keuntungan politik bengis untuk dirinya tatkala perjuangan tak berhasil men-judicial review ketentuan anti demokratis (Presidential Threshold 20 persen) itu.
“Tetapi saya lebih jauh melihat bahwa isu ini (Presidential Threshold) pun tak ubahnya simptoma kecil belaka yang juga rawan ditunggangi oleh oligarki yang lain, atau malah oligarki yang para katua tuding-tuding sekarang ini,” ujar Shohib dalam acara FISIP UMSU Bicara yang mengangkat tema ‘Logika di Balik Presidential Threshold’, Jum’at (7/1/2022) di Studio FISIP UMSU TV.
“So what will we do? Gini, Para Katua. Perbanyak legislator tanpa pemilu untuk mengisi kursi di Kota, Kabupaten, Provinsi dan Senayan. Kemudian, biarkan semua parpol memperkuat tradisi dosa transaksinya memperebutkan suara dalam pemilu,” imbuh Ketua Majelis Hikmah dan Kebijakan Publik PW Muhammadiyah Sumut ini.
Shohib mengungkapkan, bahwa faktanya ada kecenderungan seseorang harus menjadi kafir terlebih dahulu jika ingin terjun ke dunia politik kepartaian, karena menurutnya di sana arrasyi wal murtasyi (pemberi dan penerima suap) dipandang keniscayaan belaka, sedangkan dunia lain mengharamkannya untuk selamanya.
Karena itu, kata Shohib, organisasi-organisasi jihadis pendiri negara seperti Muhammadiyah (1912) dan NU (1926) serta organisasi lainnya harus disahkan sebagai pemasok keanggotaan legislator di semua level.
“Mereka (Muhammadiyah dan NU) akan sangat potensil memurnikan fungsi lembaga legislatif sebagai oposisi demokrasi substantif yang akan menjaga kesehatan hidup dan penyelenggaraan pemerintahan yang memandang rakyat sebagai determinan utama,” ungkapnya.
Lebih lanjut Shohib menuturkan, bahwa misi terpenting di balik semua itu ialah mengindonesiakan Indonesia sebagaimana dituntut oleh para pendiri bangsa, yakni: memastikan tiada lagi penjajahan, melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan inisiatif dalam menyumbang perbaikan tata dunia lewat doktrin diplomasi bebas aktif.
“Majulah Indonesia bekas jajahan 6 bangsa yang mempergilirkannya tak ubahnya piala,” pungkas Shohib.
Pembicaraan yang didisain oleh Kaprodi Kessos FISIP UMSU, Dr Mujahiddin MSP ini berlangsung sangat menarik, karena tidak cuma berkutat pada hilir, melainkan hulu atau akar masalah.
Dialog yang merupakan bagian dari program FISIP UMSU Bicara ini akan disiarkan di Channel FISIP UMSU TV. (*)