Oleh : Abdurrahman Zuhdi, S.I.Kom
Industri Komunikasi pada dewasa ini, cukup berkembang sangat pesat. Manisfestasi perkembangan industri komunikasi dapat dilihat dari tren meningkatnya group industri media berbasis digital. Hal itu dipengaruhi dengan pertumbuhan media teknologi informasi yang dianggap dapat mempermudah manusia dalam berbagai hal, seperti dalam berkomunikasi dan akses informasi.
Di samping itu, munculnya kekuatan konglomerasi dimana munculnya para pemilik atau owner yang membangun industry komunikasi berbasis media yang dikenal dengan Media group turut andil dalam meramaikan perkembangan industry komunikasi.
Melihat perkembangan industry ini tentu saja kita ingat istilah ekonomi politik yang diartikan oleh Vincent Mosco (1995) sebagai studi hubungan kekuasaan yang saling menguntungkan antara sumber-sumber produksi, distribusi dan konsumsi, termasuk didalamnya sumber-sumber yang terkait dengan komunikasi.
Dapat disimpulkan Media Group sebagai penguasa yang dapat mengontrol masyarakat. Kontrol yang dimaksud ialah cara untuk dapat mengorganisasi diri dan melakukan manajemen serta beradaptasi terhadap perubahan kondisi sosial yang terjadi.
Media dewasa ini kerap sekali erat kaitannya dengan komodifikasi, sebagaimana dikatakan Barker (2005) bahwa dalam memperluas pasar, media meningkatkan keuntungannya melalui pembuatan konten yang disukai atau sesuai ekspektasi meskipun tidak terbatas pada konten yang tidak edukatif sekalipun.
Pemenuhan ekspektasi ini berpengaruh pada peningkatan rating, iklan dan pemasukan media yang menjadi sumber kekuatan secara finansial bagi media. Seperti dikatakan Komisioner KPI Pusat dilansir dari kompas.com, dia mengatakan bahwa alasan konten yang tidak mendidik membudaya di pasaran diperngaruhi oleh salah satunya yakni, rating and share dan menuruti Pasar.
Tren saat ini menunjukkan masyarakat di Indonesia bahkan dunia cenderung mengkonsumsi konten yang terbilang kurang edukatif. Lihat saja konten di berbagai media digital anda dipenuhi dengan rangkaian konten hiburan berupa romance dan lifestyle.
Konten ini tak terbatas dari segala lapisan sosial masyarakat dan bebas usia. Hal ini berimbas pada pola prilaku masyarakat yang cenderung imitatif. Masyarakat hampir menelan semua konten yang mereka lihat di berbagai media.
Sebagai contoh, mayoritas remaja dan anak yang lebih cenderung meromantisasi kisah asmara pada sebuah konten yang mereka terapkan dikehidupan sehari-hari. Hal ini dapat kita lihat remaja secara terang-terangan menunjukkan hubungan asmara mereka di lingkungan publik.
Di sisi lifestyle, masyarakat menggunakan gaya hidup bahkan tidak segan meninggalkan nilai-nilai kultur seperti halnya gaya berbusana masyarakat Indonesia yang kebarat-baratan cenderung perlahan meninggalkan budaya timur yang mengedepankan nilai kesopanan.

Tidak hanya itu, dilansir dari cnbcindonesia.com, Arab Saudi yang dikenal sejakbertahun-tahun lamanya menerapkan nilai-nilai Syariah yang cukup ketat, baru-baru ini menggelar Riyadh Season yang berisi konser musik. Tidak tanggung-tanggung, penyanyi sekaliber Pitbull mengisi gelaran tersebut. Arab Saudi yang sebelumnya melarang wanita dan pria bercampur, pada gelaran tersebut pria dan wanita berdansa bersama. Hal ini tentu saja sangat asing dipandang di negara yang dikenal negara yang memiliki situs-situs suci bagi Islam.
Melihat fenomena seperti itu, tentu saja adanya terjadi pengkaburan budaya tradisional menuju kebangkitan budaya populer di tengah masyarakat. Hal ini tentu saja dibutuhkan eksistensi stakeholder seperti KPI atau Badan Sensor terkait untuk andil menurunkan atau memfilter konten media semacam itu untuk ditampilkan pada publik terlebih kepada kalangan muda yang seharusnya membutuhkan konten yang substantif dan produktif.
Saat ini pemerintah melalui badan sensor media terkesan tidak begitu serius menyikapi konten yang cukup tidak edukatif bertahan di masyarakat sehingga konten tersebut masih saja ramai di pasaran.
Pemerintah sebagai stakeholder yang memiliki political power dalam menekan industri media untuk berbisnis namun mengedepankan penyebaran konten yang aman dan substantif melalui payung hukum yang tegas guna menciptakan konsumsi publik yang baik. (*)
Penulis adalah Alumni Jurusan Ilmu Komunikasi FISIP UMSU