Membangun Jurnalistik Wasathiyah
Alqur’an menegaskan bahwa Islam merupakan ajaran yang universal yang mana misi kebenarannya melampaui batas-bata suku, bangsa, etnis dan bangsa. Selain itu Islam juga sebagai agama terakhir atau penutup, secara instrinsik jangkauan penyebarannya punharus mendunia. Secara history sosiologis pada abad ini ummat Islam sadar bahwa Islam benar-benar tertantang untuk memasuki panggung penyebaran Islam berskala global, yang disebabkan oleh kemajuan teknologi dan informatika.
Berdasarkan hal tersebut, maka kita sekiranya penting untuk mewujudkan jurnalistik yang bersifat moderat atau wasathiyah sesuai dengan perkembangan zaman. Maka dari itu, perlu adanya langkah ataupun strategi dalam membangun jurnalistik wasathiyah dengan muatan pemikiran keagamaan secara filosofis maupun epistimologis. Untuk menanamkan nilai-nilai yang bersifat wasathiyah ataupun moderat ada beberapa langkah yang dapat digunakan seorang jurnalistik yaitu, sebagai berikut;
1. Sebagai ummat Islam yang baik kita meyakini bahwa setiap manusia drai segi ontologis atau penciptaanya mempunyai karama atau kemulian, apaun warna kulitnya, rasnya, suku, bangsa maupun agamanya. Oleh karen itu, hak kemuliannya sebagai hamba ciptaan Allag Swt harus saling melindungi, memelihara tanpa terkecuali dengan pelanggaran yang telah ditetapkan dalam hukum-hukum Allah (syariat Islam).
2. Bersikap apresiatif dengan fakta keberagaman serta belapang dada, karena perbedaan agama serta keyakinan adalah suatu qadrat dari Allah Swt. Oleh sebab itu, tidaklah mungkin seorang muslim melakukan pemaksaan, intimidasi, apalagi teror terhadap orang lain.
3. Dalam menujudkan transformasi serta perubahan kepada kebaikan dan kebenaran, baik pada diri sendiri (pribadi/induvidu) maupun masyarakat, lakukan dengan cara persuasif sert berkomunikasi yang elegan, bukan indoktrinasi. Disertai sebuah pemahaman bahwa, Allah tidak membebani kita untuk bertanggungjawab atas kekufuran orang-orang kafir atau kesesatan orang-orang yang sesat.
4. Bersikap amanah ataupun jujur dalam beragama tidak saja pada ritual-ritual murni, tapi juga dalam hal-hal yang potensial mencampuradukkan ajaran agama-agama seperti natalan dan do’a bersama atas nama kebersamaan, kebangsaan atau kearifan lokal dan seterusnya. Toleransi tidak bermakna kesediaan mengikuti ritual dan peribadatan di luar keyakinan masing- masing umat beragama. Dengan demikian, masing-masing pemeluk agama merasa legowo dan tidak ada yang merasa tidak dihormati, apalagi dilecehkan, hanya karena sesama anak bangsa berpegang teguh dengan keyakinan dan keimanannya masing-masing.
Agama Islam berperan sebagai pandangan hidup. Karena ia mempengaruhi pikiran, perasaan, sikap dan perilaku seseorang. Baik dalam kapasitasnya sebagai peribadi/privat maupun pemegang kebijakan pada lembaga tertentu atau publik. Jurnalistik, khususnya di Indonesia sudah seharusnya mengacu pada konsep wasathiyah atau moderat dengan tujuan agar dapatmengantisipasi adanya penyebaran berita yang mengandung ujuran kebencian yang kian marak serta mengundang kekacauan.
***