Oleh: Shohibul Anshor Siregar
Di antara pokok bahasan yang saya kemukakan dalam seminar terorisme kemaren bersama KAUM (Korps Advokat Alumni UMSU) di Medan adalah gugatan sejarah.
Itu amat erat kaitannya dengan hal ihwal substantif teror oleh suatu negara ke negara lain.
Saya amat tak bergembira kalian tak merasa berkewajiban membela hak-hak normatif negara-bangsa berdasarkan perjalanan sejarah yang begitu buruk karena kejahatan negara-bangsa penjajah.
Kalian tahu Indonesia diproklamasikan 17 Agustus 1945.
Tetapi ada sejumlah masalah yang diciptakan dan dikendalikan oleh negara-negara Barat, terutama Belanda, agar Indonesia tidak perlu merdeka, atau jika pun merdeka tetap tergantung pada mereka.
Tahukah apa yang tertuang dalam dokumen hasil Perjanjian Linggarjati, Renville dan hasil Konferensi Meja Bundar?
Semua itu adalah dialog tak sehat dan musyawarah asimetris yang baik proses mau pun hasilnya menekan sangat buruk posisi Indonesia yang amat tak berdaya.
Bagaimana bisa kalian diamkan (sebagai ahli hukum) bahwa Konferensi Meja Bundar itu, misalnya, meniscayakan Indonesia berutang Rp 1, 8 miliar kepada Belanda karena ia klaim mengalami kerugian material untuk membiayai pasukan-pasukan biadab memerangi Indonesia tersebab ia tak sudi negeri yang dijajahnya 3,5 abad ini merdeka dan berdaulat?
Tahun 2003 cicilan utang itu baru selesai dilunasi oleh Indonesia.
Sekarang segera ambil ancang-ancang untuk melayangkan gugatan reparasi (reparation) dan bawa masalah ini segera ke pengadilan internasional di Denhaag.
Kejahatan mereka bersifat multi-dimensi dan tak ada batas waktu untuk menggugatnya.
Maka KAUM bergegaslah seperti kegairahan patriotik para ahli hukum dari berbagai belahan dunia lain yang dahulu juga pernah luluh lantak oleh kolonialisme.
Selanjutnya nanti, gugatlah pemerintah secara konstitusional karena tak mampu menjalankan kebijakan sesuai amanah imperatif konstitusi.
Tegakkan kepala, pertajam nalar, perluas wawasan dan konsistenlah dengan ideologi dan militansi.
Bangsa ini amat berharap kepada kalian.
Perjuangan memulihkan martabat adalah isyu besar dunia yang terus mengundang gejolak atas nama kemanusiaan. (*)
Penulis adalah Dosen FISIP UMSU, Ketua LHKP PW Muhammadiyah Sumut