Oleh: Fauzi Anshari Sibarani, S.H., M.H dan Muhammad Khadafi Lubis, S.H
Pemerintah Republik Indonesia baru-baru ini mengeluarkan kebijakan terbaru terkait dalam pencegahan wabah Covid-19 yang tak kunjung usai di bumi pertiwi.
Sebelumnya Presiden Jokowi telah mengeluarkan berbagai kebijakan peraturan mulai dari Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2020 Tentang Pembatasan Sosial Beskala Besar (PSBB). Selanjutnya Presiden juga menerbitkan keputusan Presiden Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Penetapan Kedaruratan Kesesahan Masyarakat Covid-19 dan berbagai peraturan daerah yang dikeluarkan Gubernur dan/ atau walikota maupun bupati untuk proses penurunan angka Positif Covid-19.
Wabah Covid-19 sudah berjalan hampir, 2 (dua) tahun, bukan menurun malah terjadi peningkatan di berbagai daerah. Presiden Jokowi kembali mengeluarkan kebijakan baru yaitu Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat Darurat (PPKM Darurat) yang mulai berlaku dari tanggal 3 Juli sampai 20 Juli 2021 mendatang.
Kebijakan PPKM Darurat yang dilakuakan oleh pemerintah menjadi buah simalakama bagi masyarakat miskin yang dimana kebijakan itu sendiri melarang masyarakat untuk tidak beraktifitas diluar rumah untuk mencegah penularan Covid-19 hal ini membuat masyarakat berbagai elemen baik Pedagang Kaki lima dan Buruh di Pabrik tidak dapat bekerja dan berdampak ekonimi bagi keluarga tersebut, sehingga kebijakan ini tidak mencerminkan keadilan bagi masyarakat yang dimana Pemerintah hanya memberikan atauran tapi tidak bisa memberikan solusi yang tepat bagi masyarakat yang tidak bisa beraktivitas di luar rumah.
Peraturan Darurat yang dilakukan oleh pemerintah tidak efesien yang dimana sejak kebijakan ini berlaku maka akan muncul kedepan pengangguran besar-besaran seperti beberapa bulan yang lalu . Kebijakan PPKM Darurat yang berlaku di beberapa daerah mengakibatkan banyak masyarakat yang tetap beraktifitas di luar rumah untuk mencari kehidupan untuk keluarganya. Dalam hal ini masyarakat tidak bisa di salahkan semata, disebabkan masyarakat tidak dapat memiliki jalan keluar selain bekerja di luar rumah, dan masyarakat menganggap kebijakan pemerintah tidak memiliki jalan solusi bagi masyarakat.
Menurut penulis jika memang pemerintah ingin menerapkan PPKM Darurat maka pemerintah harus menerapakan Undang-Undang Nomor 6 Tahum 2018 Tentang Kekarantina Kesehatan dalam hal ini pemerintah harus bertanggung jawab dan menjamin ketersediaan makanan untuk masyarakat selama karantina di berlakukan.
Akhir-akhir ini kita mendengar berita di kota Semarang Satpol PP melakukan tindakan represif dengan cara menyiram memakai Damkar kepada Pedagang Kaki lima karena melanggar PPKM darurat (suara.com 07/07/2021) yang dimana tindakan represif yang dilakukan Satpol PP melanggar Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2018 Tentang Satuan Pamong Polisi Pamong Praja. Seharusnya Satpol PP melakukan tindakan-tindakan yang humanis dalam menegakan Peraturan Daerah dan bukan tindakan arogan. Satpol PP dalam melakukan penertiban pedagang kaki lima sangat tidak mencerminkan nilai-nilai kemanusiaan.
Harusnya Satpol PP melakukan tindakan persuasif kepada masyarakat terhadap kebijakan PPKM Darurat demi keselamatan bersama, bukan menunjukan tindakan arogan kepada pedagang kaki lima yang menimbulkan pergesekan di tengah-tengah masyarakat.
Tindakan-tindakan arogan Satpol PP Menuai banyak kecaman oleh masyarakat, dalam menerapkan kebijakan PPKM Darurat, apa yang dilakukan oleh oknum Satpol PP tersebut dapat dikualifisi melanggar Hak Asasi Manusia (HAM) yang tertuang dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28 A Setiap orang berhak untuk mempertahankan hidup dan kehidupannya. Apa yang dilakukan oknum Satpol PP tersebut dinilai sangat disayangkan dalam situasi saat ini.
Sebagai penutup kita semua harus mematuhi dan menerapkan apapun kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah terkait dengan usaha kita untuk mengurangi wabah covid-19, karena sayogianya dalam situasi saat ini kita tidak dapat menyalahkan pihak-pihak tertentu, pun demikian kita berharap kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah harus tetap mengedepankan asas keadilan, dan berdampak baik pada masyarakat. (*)
Penulis adalah Advokat di Lembaga Bantuan Hukum UMSU (LBH UMSU)