Pena dan tulisan sebagai kebutuhan manusia
Ketika berbicara tentang penciptaan manusia, Allah berfirman bahwa Dia telah mengajarinya menulis dengan – atau penggunaan – pena (al-‘Alaq, 4).
Kata-kata Allah, mengikuti “ayat pena” di atas, bahwa Dia telah “mengajari manusia apa yang tidak dia ketahui” (al-‘Alaq, 5) bagi banyak ulama berarti “mengajar menulis”.
Allah SWT juga berfirman bahwa Dia telah mengajari manusia dan nabi pertama di bumi, Adam, nama-nama segala sesuatu (al-Baqarah, 31). Adam kemudian mewariskan pengetahuan itu kepada keturunannya.
Menurut mayoritas penafsir al-Quran, orang pertama yang diajari menulis dan menggunakan pena adalah Adam sendiri. Sedangkan yang lain mengatakan itu adalah Idris (Khanuj atau Henokh), nabi ketiga dan kakek buyut Nabi Nuh (Nuh).
Ada “Kitab Henokh” sebagai teks agama Ibrani kuno yang secara tradisional dikaitkan dengan Henokh. Namun, secara umum, baik di kalangan Yahudi dan Kristen, kitab tersebut dianggap non-kanonik atau non-inspirasi.
Bagaimanapun, Nabi Muhammad (saw) secara eksplisit mengatakan bahwa Adam, putra ketiganya dan juga nabi, Seth – saudara Qabil (Kain) dan Habil (Habil) – dan Idris, adalah yang pertama menulis menggunakan pena (awwal). man khatta bi al-qalam) (Ibn Hiban; Abu Na’im).
Tanpa ragu, menulis adalah berkah ilahi yang besar. Itu membuat umat manusia lengkap, membuka kemungkinan tak terbatas.
Tanpanya – menurut al-Qurtubi dan penafsir lainnya – baik agama maupun kehidupan pada umumnya tidak dapat tercapai.
Menulis adalah sarana di mana Allah Yang Mahakuasa mewujudkan tujuan-Nya bagi keberadaan dan umat manusia pada khususnya.
Mengetahui karakter dan pentingnya misi mulia manusia di bumi, tidak ada fase keberadaan produktifnya yang dapat dibayangkan tanpa bentuk tulisan. Manusia dan tulisan tidak bisa dipisahkan.
(Bersambung: Hal 4)