TAJDID.ID~Jakarta || Maklumat Kapolri Nomor: Mak/1/I/2021 tentang Kepatuhan terhadap Larangan Kegiatan, Penggunaan Simbol dan Atribut Serta Penghentian Kegiatan Front Pembela Islam (FPI) terus menuai polemik di tengah-tengah masyarakat.
Salah satu isi dalam maklumat tersebut yang paling banyak mendapat sorotan adalah point 2d yang telah mendapat tanggapan dari komunitas organisasi media/jurnalis.
Menyikapi hal tersebut, Ketua Asosiasi Ilmuan Praktisi Hukum Indonesia (Alpha) Azmi Syahputra mengatakan, bahwa isi Maklumat point 2d ini tidak tepat, sebab kalaupun maklumat ini merujuk pada makna bentuk peraturan lain dalam Pasal 8 ayat 1 Undang undang Nomor 12 Tahun 2011, maka aturan dalam maklumat ini isinya tidak boleh membuat ketentuan baru melainkan hanya pelaksanaan perundang undangan, padahal jelas maklumat point 2d ini memuat ketentuan baru.
“Dan syaratnya hanya bisa dilaksanakan sepanjang ketentuan tersebut tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang ada dan prinsip-prinsip umum penyelenggaraan pemerintahan yang baik guna mewujudukan kepastian hukum,” ujar Azmi lewat keterangan tertulisnya kepada TAJDID.ID, Senin (4/1/2021).
Karena isi dari point 2d Maklumat ini bertentangan dengan Pasal 28F UUD 1945 yang menyatakan setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, jadi kata Azmi apapun produk undang undang tidak boleh bertentangan dengan UUD 1945.
Selanjutnya Azmi menjelaskan, kalaupun maklumat ini diambil atas nama kebijakan untuk mengatasi situasi, kebutuhan tertentu semestinya ada batas waktunya, namun dalam maklumat ini tidak diberikan batas waktunya secara jelas, maklumat yang begini tentunya kurang tepat.
Menurut Azmi, ketentuan seperti itu sama artinya akan bermakana ‘bredel hak media’ dan bisa membuat kutub konflik yang terbuka, karena maklumat ini juga berisi akan memproses bagi yang ditujukan pada masyarakat yang berarti pula makna masyarakat disini berlaku pula bagi setiap orang.
“Setiap orang yaitu subjek hukum perseorangan (natuurlijke person) yang dituju dalam hal ini ‘siapa saja’, termasuk pula (insan jurnalis),” sebut alumni Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU) ini.
Azmi menilai, ketentuan isi maklumat yang begini tidak memberikan ruang keseimbangan guna mendapatkan dan menyebarkan informasi yang terbuka dan sangat bertentangan dengan pasal 28 F UUD 1945 serta semangat demokrasi, apalagi diantara perkembangan masyarakat akan teknologi yang semakin cepat yang membutuhkan kecepatan informasi dan keseimbangan informasi atas sebuah peristiwa.
“Jadi kalaupun ada koreksi oleh pihak kepolisian bahwa maklumat point 2d ini tidak berlaku sepanjang menjalankan UU Pers maka tentang hal ini pula harus dinyatakan secara tertulis dalam bentuk maklumat pula,” tegasnya..
Lebih lanjut, Azmi menyampaikan masukan pada pemerintah terkait persoalan dinamika sosial politik kebangsaan hari ini.
Ia mengatakan, pemerintah seharusnya dapat lebih bijaksana memberikan ruang dialog, musyawarah yang terbuka, lebih demokratis dan partisipatif.
“Agar semua persoalan lebih mudah diselesaikan dan tujuan nasional dapat tercapai dengan baik,” pungkasnya. (*)