TAJDID.ID || Majelis Pustaka dan Informasi (MPI) Pimpinan Pusat Muhammadiyah menyelenggarakan Facrodin Award pada Sabtu (19/12).
Ketua PP Muhammadiyah Dadang Kahmad menyatakan, bahwa acara ini dibuat untuk mengetahui dua hal:
Pertama, mengenal keteladanan tokoh-tokoh lokal Muhammadiyah yang tersebar di seluruh pelosok negeri.
Menurutnya, selama ini, cenderung didominasi topik elitis atau sejarah tentang tokoh-tokoh Muhammadiyah yang menasional.
“Karenanya marilah kita untuk lebih menyoroti aspek lokalitas dalam historiografi Muhammadiyah. Dengan mengenal tokoh-tokoh lokal yang mungkin selama ini belum terlalu disorot kiprahnya dalam membesarkan Muhammadiyah, kita dapat memetik hikmahnya,” ujarnya.
Dituturkannya, ia pernah mengunjungi daerah Maluku Utara di mana Muhammadiyahnya sangat luarbiasa. Walaupun jumlah penduduknya sedikit namun karya-karyanya begitu luarbiasa.
“Saya juga pernah ke daerah NTT, Maumere, dan di Kupang di mana umat Islamnya 10% dan Muhammadiyahnya 1% dari jumlah penduduk, tetapi memiliki karya berupa universitas dan perguruan tinggi,” ungkapnya.
Kedua, mengenal kontribusi Fachrodin dalam perkembangan literasi media informasi.
Disebutkannya, Fachrodin merupakan merupakan tokoh pergerakan nasional prakemerdekaan yang pernah menjadi salah satu penulis tetap surat kabar Doenia Bergerak yang didirikan Mas Marco Kartodikromo pada 1914.
Dadang mengungkapkan bahwa ini menjadi bukti historis pendirian Muhammadiyah berjuang untuk melestarikan kegiatan literasi.
“Muhammadiyah sejak awal melek literasi. Fachrodin ini tokoh yang sangat gigih pada waktu itu, dia tidak berpendidikan formal, tapi dia dengan cara otodidak membaca buku, kitab, kemudian menjadi orang yang sangat pintar,” kata Guru Besar Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Jati ini.
Lebih lanjut Dadang kemudian menyampaikan majalah Suara Muhammadiyah yang dipelopori Haji Fachrodin merupakan karya monumental dan fenomenal. Sejak terbit perdana pada 1915, majalah tersebut hingga kini tetap rutin terbit dan beredar ke seluruh Indonesia.
Diungkapkannya, bahwa semangat Facrodin dalam kegiatan literasi ini menemukan relevansinya. Pasalnya, saat ini budaya menulis dan membaca di masyarakat sangat rendah.
“Bayangkan saja menurut informasi jumlah orang yang membaca secara intensif itu hanya 0,01%. Dari 270 juta itu hanya 270 ribu orang yang gemar membaca. Ini perlu menjadi perhatian utama dan Muhammadiyah sejak awal konsen terhadap itu sehingga Pak Fachrodin mendirikan Taman Pustaka,” ujar Dadang
Oleh karena itu, kata Dadang, seorang terpelajar harus berani menulis dan mengungkapkan isi pikirannya. Dadang berharap, dengan Fachrodin Award ini akan mampu kembali membangkitkan tradisi menulis dan membaca, baik kader Persyarikatan maupun maupun umat Islam secara umum.
“Hal tersebut dikarenakan kegiatan literasi merupakan perintah langsung dari Allah melalui ayat-ayat kitab suci,” katanya. (*)