TAJDID.ID-Medan || Wakaf memiliki peran positif dalam menegakkan keadilan sosial karena mendorong yang kaya untuk menunaikan wakaf sehingga dapat dimanfaatkan oleh kaum yang membutuhkan bantuan.
Dengan demikian, wakaf akan mampu menjadi sebab bagi orang mampu untuk mengorbankan harta benda yang dicintainya untuk mendapatkan keridhoan Allah SWT. Begitu besar manfaat wakaf, sehingga tentunya dibutuhkan para nazir wakaf yang piawai dan jujur dalam mengelola aset yang diwakafkan tersebut.
Demikian disampaikan Pelaksana tugas (Plt) Kabag Agama Setda Kota Medan Agus Maryono saat membacakan sambutan Plt Wali Kota Medan Ir H Akhyar Nasution MSi pada acara Pembinaan Nazhir Tanah Wakaf angkatan I Tahun 2020 yang diadakan oleh Badan Pelaksana Perwakilan Badan Wakaf Indonesia (BWI) Kota Medan di Hotel Antares Jalan Sisingamangaraja No 84 Kecamatan Medan Kota, Rabu (16/12).
Dikatakan Plt Kabag Agama Setda Kota Medan, wakaf juga merupakan perbuatan hukum yang suci dan mulia. Wakaf juga merupakan salah satu bentuk ibadah kebendaan yang bisa berfungsi sebagai shadaqah jariyah yang akan terus mengalir pahalanya selama benda yang diwakafkan itu masih tetap dimanfaatkan oleh mereka yang membutuhkannya.
Menurutnya, wakaf telah mengakar dan menjadi tradisi umat Islam di seluruh dunia.
“Di Indonesia, lembaga ini telah menjadi penunjang utama perkembangan dalam kehidupan bermasyarakat. Hampir semua rumah ibadah, perguruan Islam dan lembaga-lembaga keagamaan lainnya dibangun di atas tanah wakaf,” ujarnya.
Selain itu, wakaf secara signifikan juga telah membantu menyumbang pertumbuhan budaya dan sisi intelektual umat Islam, dengan cara membebaskan mereka yang terlibat dalam kegiatan ini dari kewajiban mencari nafkah.
“Para guru, pelajar, peneliti dan para pengelola wakaf, semuanya dapat dibiayai dari dana wakaf hingga mampu berkarya dengan sepenuh hati,” kata Agus.
Untuk bisa menjadi pengelola wakaf yang profesional, lanjut Plt Kabag Agama Setda Kota Medan, harus memiliki kompetensi perilaku kenabian. Kompetensi tersebut berupa kepandaian (fathonah), dapat dipercaya (amanah), berkata benar dan jujur (siddiq) serta mampu menyampaikan hal yang haq (tabligh).
Dijelaskannya, sejarah Islam menunjukkan bahwa keberhasilan perwakafan dahulu dan saat ini tidak terlepas dari pemahaman para wakif terhadap harta yang diwakafkan dan kejelian memilih nazhir yang mengelola wakafnya.
Demi memaksimalkan potensi harta wakaf, lanjutnya, seorang nazir wakaf juga harus menguasai kitab undang-undang yang berlaku di negara ini, karena bukan tidak mungkin seorang pengelola wakaf bersentuhan dengan ranah hukum ketika melaksanakan tugasnya.
Karena itu, pemahaman masalah hukum akan sangat berguna ketika ada tanah wakaf atau aset wakaf lainnya yang berkasus dengan hukum yang berlaku di Indonesia atau dengan mafia tanah yang jumlahnya sangat banyak dan menggurita di Indonesia.
“Maka dari itu, tugas kita bersama menjaga seluruh aset tanah wakaf ini agar jangan sampai disalahgunakan oleh para mafia tanah untuk kepentingan segelintir orang,” jelasnya.
Selanjutnya, acara yang menerapkan protokol kesehatan tersebut dilanjutkan dengan diskusi bersama dan tanya jawab antara narasumber dengan para peserta Pembinaan Nazhir Tanah Wakaf. (*)