TAJDID.ID~Medan || Sejumlah warga Jalan Ambai, di Kelurahan Sidorejo Hilir, Kecamatan Medan Tembung melayangkan somasi ke instansi terkait. Somasi tersebut terkait keberadaan sebuah kafe yang mengganggu kenyamanan warga sekitar.
Melalui kuasa hukumnya, warga mensomasi pihak-pihak terkait seperti Wali Kota Medan, Dinas Pariwisata, Satpol PP Kota Medan, Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Camat Medan Tembung, Lurah Sidorejo Hilir dan pemilik kafe itu sendiri.
Direktur Lembaga Bantuan Hukum Pengurus Besar Perkumpulan Advokat Sumatera Utara (LBH PB-PASU) Amiruddin Pinem dan Ketua Umun PB PASU Eka Putra Zakran, SH MH (Epza) kepada media mengatakan, setidaknya ada delapan point keberatan warga atas berdirinya kafe yang bernama Pos Ambai Kafe itu.
Baca juga: Kehadiran Pos Ambai Coffee Meresahkan Masyarakat
Pihak kuasa hukum warga, kata Amiruddin Pinem, dalam hal ini bertindak untuk dan atas nama serta kepentingan hukum dan selanjutnya disebut sebagai klien dengan surat kuasa khusus tertanggal 2 April 2022.
Menurutnya, di Kota Medan tepatnya pada pertapakan tanah setempat dikenal dengan Jalan Ambai, Kelurahan Sidorejo Hilir, Kecamatan Medan Tembung, antara Nomor 31A dengan 33 telah berdiri sebuah usaha perdagangan dan jasa berupa sebuah kafe yang bernama Pos Ambai Coffee.
Baca juga: Pemko Tidak Tegas, Pos Ambai Kafe Membandel
“Usaha perdagangan dan jasa dimaksud jika merujuk kepada sistem OSS telah mempunyai NIB: 2202220066403, tanggal terbit 22 Februari 2022, dan nama pelaku usaha Junaidi M Adam. Kehadiran kafe Pos Ambai Coffee telah mengganggu fungsi hunian berupa penurunan kenyamanan hunian baik secara sosial, pendidikan, dan kenyamanan lingkungan termasuk kenyamanan pelaksanaan keagamaan,” katanya.
Dijelaskan juga bahwa secara lebih tegas dalam praktiknya kafe tersebut telah beroperasi secara penuh (full time 24 jam), baik pagi, siang, sore, malam sampai dengan subuh lagi.
“Ekses yang dialami warga adalah suara berisik yang bersumber dari teriakan dan/atau kalimat tidak sopan para tetamu/pengunjung, suara bising dari kendaraan (roda dua dan roda empat) yang keluar-masuk ke kafe,” ujarnya.
Selain itu, ketidaknyamanan fisik dan psikis akibat operasional kafe secara penuh waktu. Parkir para tetamu/pengunjung yang mengambil tempat di depan rumah warga sekitar. “Kegaduhan suara dari kafe telah berdampak bagi gangguan pendengaran, kualitas tidur, kualitas istirahat bahkan telah menyebabkan stress dan emosi yang tidak stabil,” ujar Epza.
Menurut Epza, meskipun telah memasuki bulan ibadah puasa Ramadan 1443 H, kafe tersebut tetap beroperasi sebagaimana biasa tanpa mempertimbangkan aspek sosial, pendidikan dan keagamaan serta kenyamanan warga sekitar.
“Bahwa klien kami menyampaikan keluhan dan mengajukan upaya keberatan kepada pihak atau instansi yang berwenang, akan tetapi tidak mendapatkan solusi yang memadai bagi kenyamanan warga,” jelasnya.