TAJDID.ID-Yogyakarta || Kesenjangan sosial ekonomi menjadi hambatan besar bagi organisasi-organisasi seperti Muhammadiyah yang memperjuangkan moderasi keberagamaan.
Demikian ditegaskan oleh Prof. Dr. Didik J. Rachbini, Pakar Ekonomi dalam Seminar Nasional Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, Ahad (13/12).
Menurut didik, Indonesia adalah negara yang paling senjang dan menjadi lahan yang subur untuk melakukan radikalisasi. Hal ini sesuai kesimpulan data yang dihimpun bahwasannya yang menghancurkan moderasi keberagamaan yang sedang kita perjuangkan adalah kesenjangan sosial ekonomi.
“Hambatan ini (kesenjangan sosial ekonomi) menjadi pekerjaan rumah bersama,” ujarnya.
Baca juga: Didik J Rachbini Ungkap Andil Penumpang Gratis dan Pemburu Rente di UU Corona dan RUU Omnibuslaw
Lantas, bagaiamana kesenjangan sosial dan ekonomi memberi pengaruh pada moderasi keberagamaan?
Didik menjelaskan, kalau ada kesenjangan (sosial-ekonomi) pasti ada kemiskinan. Dan kemiskinan itu pintu masuk kemungkaran, kemudharatan, dan kekafiran.
“Kecemburuan sosial menstimulasi kebencian dan radikalisme yang merusak moderasi keberagamaan,” sebut Didik.
Lebih lanjut, Didik menjelaskan untuk melihat potret kesenjangan di Indonesia, data yang paling akurat adalah mengacu ke Badan Pusat Statistik (BPS).
“Tetapi untuk kasus kesenjangan ini data BPS itu sama dengan timbagan emas untuk menimbang beras. Jadi data di BPS kesenjangan itu 0,37 atau 0,38 itu sebenarnya sudah tinggi,”ujar didik.
Faktanya, kata Didik, data yang paling akurat yang bisa dipakai untuk melihat kesenjangan adalah data kepemilikan asset. Data terpentingnya itu data kepemilikan dana perbankan.
Dari data-data yang ada tadi dapat dilihat bahwa Indonesia adalah negara yang paling senjang dan menjadi lahan yang sangat subur untuk melakukan radikalisasi atau menghancurkan moderasi keberagamaan.
“Jadi Muhammadiyah sekarang disekitar kita berjuang untuk keberagamaan tapi fakta dilapangan itu yang menghancurkan kesenjangan sosial,” tegas Didik. (*)
Sumber: muhammadiyah.or.id