Keempat, Komitmen Dakwah yang tidak mengenal keadaan apapun. Tapi dengan Ilmu dan komunikasi yang sesuai.
Pada akhirnya pengaruh sang isteri raja begitu kuat. Keinginannya untuk menggoda Yusuf tidak berhasil. Maka konsekwensinya Yusuf harus menerima kenyataan dipenjarakan.
Di penjara itulah Yusuf justeru memulai keguatan dakwahnya. Konon kabarnya ada dua pemuda yang ikut dipenjara bersamanya. Di suatu malam kedua pemuda itu bermimpi dengan mimpi yang aneh.
Satu bermimpi membawa roti di atas kepalanya lalu disambar dan dimakan burung-burung. Yang satunya lagi bernimpi membuat anggur untuk diberikan kepada tuannya (sang raja).
Nampaknya dalam penjara itu Yusuf Sudah memperlihatkan kelebihan-kelebihan. Salah satunya bisa menafsirkan mimpi. Persis kelebihan Ayahnya yang paham makna mimpi (ta’wil al-ahlaam). Maka wajar saja jika kedua pemuda yang bermimpi tadi meminta Yusuf untuk menafsirkan mimpi mereka.
Yusuf bersedia tapi sebelumnya beliau mempergunakan itu sebagai pintu Dakwah. Sebuah kejelian Dakwah yang luar biasa. Artinya Yusuf memang ahli dalam menangkap peluang Dakwah, sesuai Ilmu dan keadaan yang ada.
Inilah yang saya maksud komitmen Dakwah Yang tidak mengenal keadaan. Bahkan dalam penjara sekalipun. Tapi Dakwahya disesuaikan dengan ilmu. Saat itu Ilmu Yang diperlukan adalah Ilmu tafsir mimpi. Dan juga disesuaikan dengan kebutuhan obyek dakwah. Yaitu keinginan untuk tahu arti mimpi mereka.
Poin yang ingin saya sampaikan adalah bahwa Dakwah itu bukan sekedar Dakwah. Tapi dengan ilmu, kesesuaian dan juga melihat kepada kebutuhan obyek dakwah.
Dakwah seharusnyan bukan tanpa metode yang tepat. Tidak secara buta. Apalagi memakai cara “bolduzer” yang justeru menghacurkan segalanya.
Kelima, pelayanan publik itu adalah ibadah. Tapi harus berdasarkan kepada kapasitas masing-masing.
Kedua pemuda itu keluar dari penjara dan keduanya ditakdirkan Allah berdasarkan mimpi masing-masing. Yang satu dieksekusi dengan salib.
Dan yang satunya lagi bekerja di istana melayani sang raja.
Pada tahun yang sama sang raja bermimpi dengan mimpi yang aneh. Bahwa ada tujuh sapi yang gemuk memakan 7 sapi yang kurus. Para ahli tafsir mimpi istana tidak mampu memberikan tafsiran yang memuaskan sang raja.
Pemuda yang bekerja di istana itu teringat kembali ketika di penjara. Bahwa ternyata dalam penjara itu ada seorang anak muda yang hebat dalam menafsirkan mimpi. Dialah Yusuf AS.
Hal itu disampaikan kepada raja dan sang raja setuju agar Yusuf dihadirkan ke istana. Singkat cerita Yusuf pun dengan beberapa persyaratan memenuhi permintaan raja tersebut.
Yusuf menafsirkan mimpi itu bahwa akan terjadi musim panen yang luar biasa selama tujuh tahun. Lalu setelah itu akan terjadi musim paceklik selama tujuh tahun yang akan menghabiskan semua hasil panen tujuh tahun sebelumnya.
Sang raja puas dengan tafsiran itu. Diapun menawarkan kepada Yusuf posisi di istana apapun itu. Dan Yusuf menerima tawaran itu. Tapi penerimaan itu dipastikan sesuai dengan kapasitas dirinya yang sesuai. Diapun meminta untuk dijadikan Kabulog.
Penekanan yang ada di sini adalah bahwa pelayanan publik itu bukan sesuatu yang tabu. Bahkan bernilai ibadah. Hanya saja hendaknya disesuaikan dengan kapasitas masing-masing.
Artinya silahkan masuk ke arena publik dan poliitk. Tapi janganlah jadikan pelayanan publik sekedar gagah-gagahan. Berlomba mencari kekuasaan untuk popularitas dan kepentingan sempit, walau sesungguhnya tidak punya kapasitas.
Atau bersedia menduduki jabatan publik tertentu, walau jelas bukan bidang yang sesuai bagi dirinya bahkan tidak memiliki kapasitas untuk jabatan itu. Yusuf bahkan berani meminta posisi itu karena merasa punya kapasitas untuk itu.
Keenam, memiliki kelapangan dada untuk memaafkan Saudara-Saudaranya yang pernah ingin membinasakannya.
Pada akhirnya setelah melalui berbagai drama Yusuf berhasil membawa serta Ayah/Ibu dan Saudara-Saudaranya, konon kabarnya lebih 70 orang, ke Mesir. Tentu setelah Yusuf mempersiapkan segala sesuatu untuk mereka.
Poin yang ingin saya tekankan di sini adalah bagaimana Yusuf AS memiliki kelapangan dada untuk memaafkan Saudara-Saudaranya yang pernah berusaha membinasakannya (membunuhnya). Bahkan mereka telah melakukan kebohongan-kebohongan kepada ayahnya dan dirinya sendiri.
Tidak saja bahwa Yusuf memaafkan mereka. Tapi masing-masing Saudara itu diberikan fasilitas untuk mengembangkan keluarganya. Dan ini pula yang menjadi cikal bakal kabilah-kabilah Yahudi yang berjumlah 12 itu.
Intinya, salah satu aspek “good looking” Yusuf yang harus kita tauladani adalah lapang dada. Memaafkan dan tidak mendendam. Dalam hidup ini kerap manusia terjangkiti berbagai penyakit hati, termasuk hasad (dengki). Tapi pada akhirnya memaafkan dan “move on” adalah respon terbaik dan mengantar kepada ketenangan dan kebahagiaan.
Akhirnya saya ingin menyimpulkan bahwa kisah sang good looking, Yusuf AS, itu tersimpulkan dalam keyakinan kita bahwa hidup semuanya ada dalam satu radar dan kontrol. Ada dalam satu genggaman yang tunggal. Semua ada dalam ruang gelombang Takdir Ilahi.
Juga tidak kalah pentingnya adalah bahwa segetir apapun tantangan hidup dan kebenaran, pada akhirnya pasti “at the end of the tunnel there a shining light” (di ujung terowongan itu ada cahaya yang bersinar).
Bahwa sekuat apapun kebenaran itu tertantang, pada akhirnya akan menemukan kemenangannya. “So keep your head high and build a strong hope and optimism”…..Insya Allah!
New York, 22 November 2020
Penulis adalah Imam/Direktur Jamaica Muslim Center, Presiden Nusantara Foundation – USA