TAJDID.ID-Medan || Menyikapi hangatnya perbincangan tentang UU Omnibus Law, sejumlah lembaga seperti Peradi Pergerakan, HR Community, Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) dan Forum Masyarakat Sipil Sumatera Utara (FORMASSU) menggelar Talkshow Omnibus Law Bidang Ketenagakerjaan, Kamis (22/10/2020).
Dalam Talkshow ini hadir sebagai Pembicara diatara MR. Banuara Sianipar, SH; MM CPHR (Waketum Peradi Pergerakan), Ariffani SH (FORMASSU), Dr. Zulham. SH Mhum (Dekan Fak Syariah dan Hukum UINSU), Minggu Saragih, SH MH (Hakim AdHoc PHI PN Medan), Willy Agus Utomo (Ketua DPW FSPMI] Sumut), Kusbianto SH (Dosen Pascasarjana Dharmawangsa) dan Nafril Nazief (Ketua HR Community).
Dalam paparannya Kusbianto SH dari Pasca Sarjana Dharmawangsa mengatakan, bahwa ada konflik kepentingan di dalam regulasi Omnibus law ini.
“Satu sisi ada juga kepentingan Negar yang untuk memperluas kesempatan usaha disini lain ada kepentingan pekerja/buruh yang dikecilkan/minilisir yang kesannya kurang di dukung di dalam Omnibus Law bidang Ketengakarjaan ini,” ujarnya.
Kemudian Dr Zulham SH Mhum selaku Dekan Fak Syariah dan Hukum UINSU menjelaskan, bahwa dalam UU Omnibus Law belum ada ketentuan yang pasti mengenai konpensasi terhadap pekerja yang putus kontral/PHK.
Kemudian tentang pekerjaan yang boleh di PKWT maupun PKWTT belum ada kriteria yang jelas, sehingga perlu gagasan-gagasan untuk mamberikan kepastian batasan terhhadap jenis pekerjaan yang boleh dilakukan PKWT atau PKWTT.
Selanjutnya mengenai penempatan Tenaga Kerja Asing (TKA) yang sebelumnya pada pasa 46 UU 13/2003 diatur bahwa TKA dilarang menduduki jabatan yang mengurusi Personalia dan lebih lanjut dalam keputusan menteri, dilarang menduduki jabatan tertentu. Pasal ketentuan ini dihapus dalam Omnibus Law, dimana disebutkan bahwa TKA hanya dilarang menduduki Jabatan yang mengurusi Personalia.
Sementara dari sisi buruh, Ketua DPW FSPMI Sumut Willy Agus Utomo tetap meminta kepada Pemerintah agar UU Ketenagakerjaan yang sudah ada jangan di ubah dan dikurangi, jika Omnibus Law Cipta Kerja tetap mau dilaksanakan.
Ditegaskannya, apabila ada yang belum diatur tentang Ketenagakerjaan maka tinggal dialakukan penambahan saja sesuai peraturan yang berlaku.
“Kami meminta agar Presiden mengeluarkan Perpu pembatalan Omnibus law Cipta Kerja jika tidak, maka kami akan tetap melakukan perjuangan penolakan Omnibus Law dengan cara aksi turun kejalan sesuai dengan konstitusi dan dilaksanakan dengan damai. Setelah kami bedah, menurut kami Omnibuslaw ini banyak mengebiri hak hak kaum buruh dan harapan akan kepastian kerja kepastian upah dan kesejahteraan lainnya bagi kaum buruh akan semakin berkurang,” tegas Willy.
Sedangkan Minggu Saragih, SH;MH Hakim AdHoc PHI PN Medan, menekankan pada ketentuan tentang Upah, dimana menurutnya ada pergeseran tentang penentuan Standar Upah, dengan dihapusnya salah satu indikator penetapan Upah Sektoral. Hal ini menyebabkan penurunan pendapatan Gaji pekerja/buruh.
Untuk itu, kata mantan Ketua DPW FSPMI Sumut ini, seharusnya hal ini lebih dicermati lagi, agar hal ini menjadi peluang bagi Pekerja untuk mendapatkan penghasilan yang lebih baik dengan adanya UU Omnibus Law.
Satu point positif dalam UU Omnibus Law, di pasal 153 yang memberikan batasan-batasan pemutusan hubungan kerja oleh Pengusaha terhadap pekerja, seperti pekerja yang sedang Hamil, melahirkan, keguguran, sakit.
“Artinya hal tersebut dilakukan maka PHK pada pekerja tersebut batal demi Hukum, dan pengusa wajib mempekerjakan si pekerja tersebut,” ujar Miggu.
Sementara itu, Waketum Peradi Pergerakan MR. Banuara Sianipar, SH MM CPHR menyampaikan bahwa Talkshow ini digelar berangkat dari kegelisahan meihat polemik yang terjadi di masyarakat saat ini.
“Biar fokus, kemudian kita batasi hanya pada bagian Ketenagakerjaan di bagian Cuti, Pesangon, Outsourching Pengupahan,” jelasnya.
Menurut Banuara, kurangnya komunikasi dan sosialiasai pemerintah, menyebabkan terjadinya gelompang demonstrasi saat ini yang sampai anarkis.
“Dari situ kami berangkat, Peradi Pergerakan dan FORMASSU serta FSPMI, HR Community terdorong untuk membantu pemerintah untuk mensosialisasikan UU Omnibus Law bidang Ketenagakerjaan ini dan hanya terbatas sebanyak 100 peserta walaupun banyak yang sebenarnya peserta yang mau ikut, namun kita batasi quota sebanyak 100 peserta,” sebutnya.
Lebih lanjut dijelaskannya, masukan-masukan dari Pengusaha, Serikat Pekerja, Akademi, Praktisi, akan dirangkum menjadi Kajian Akademik bersama yang kemudian akan disampaikan pada DPR, Pemerintah dan pihak-pihak yang terkait dengan permasalahan Omnibus Law.
Apabila nanti ditemukan ketentuan ketentuan yang menurut PERADI Pergerakan memberikan tafsiran yang mengurangi hak hak pekerja, maka PERADI Pergerakan akan mendorong dan mengakomodir untuk dilakukan Judicial Review ke Mahkamah Konstitusi.
Sudah selayaknya apabila Omnibus Law yang begitu luas, sampai ratusan halaman (812 halaman) diharapkan Pemerintah harus membuat sistem yang memberikan kemuduhan bagi masyarakat untuk mengetahui substansi Omnibus Law tersebut. Salah satu caranya dengan membangun system digitalisasi regulasi,” tegasnya.
Kemudian Ariffani selaku Ketua Umum FORMASSU mengatakan, bahwa Talk Show ini tidak akan berhenti sampai disini. Mereka akan melaksanakan Talkshow sesi berikutnya untuk meperdalam issu issu yang ada didalam RUU Omnibus Law ini, seperti tentang Cuti, Upah, Kontrak, Ountsourcing dan Pesangon. Dimana terhadap isu-isu ini, akan diterjemahkan lagi lebih luas dan terperinci di dalam Peraturan Pelaksana, Peraturan Pemerintah.
Ariffani berharap Talkshow ini bisa memberikan konstribusi positif pada Pemerintah, Pekerja, dan Pengusaha dalam menyikapi polemik dan interpretasi yang berbeda beda terhadap substansi Omnibus Law ini.
Ariffani menilai, bahwa inti persoalan yang terjadi dalam dinamika UU Omnibus Law ini, dikarenakan tafsiran yang berbeda beda sehingga terjadi mis komunikasi di dalam melihat substansinya.
Semoga peraturan peraturan pelaksana yang akan dilahirkan nantinya tidak hanya bisa menghilangkan polemik dan multi tafsir yang ada, tetapi juga bisa menemukan titik kesepakatan antara Pengusaha, Pekerja dan Pemerintah. Kita ketahui bahwa fungsi Omnibus Law ini untuk merampingkan dan menghilangkan tumpang tindihnya UU yang sangat banyak itu, juga untuk merampingkan birokrasi yang begitu panjang dan menghambat iklim investasi,” tutupnya. (*)