Oleh: Prof Dr H Haedar Nashir MSi, Ketua Umum PP Muhammadiyah
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ ۖ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS Al-Hasyr: 18)
Alhamdulilllah hari ini, Rabu 8 Dzulhijah 1441 H / 29 Juli 2020 M Muhammadiyah Milad atau Hari Lahir ke-111 dalam hitungan tahun Hijriyah. Pada saat milad ini warga Muhammadiyah serta seluruh keluarga bangsa dan warga dunia berada dalam suasana musibah pandemi Covid-19.
Pandemi Corona ini musibah yang nyata dan bukan ilusi atau konspirasi, meski mungkin masih ada sebagian orang yang mengembangkan teori konspirasi dan mempercayaninya. Kenyataannya virus Corona ini berbahaya dan dalam tempo lima bulan telah memakan korban jiwa meninggal lebih 400 ribu orang, serta lebih 7 juta terinfeksi positif meluas di seluruh negara yang terkena. Secara faktual siapapun tidak ada yang mau terkena dan berani mendekat atau menangani pasien yang positif, kecuali para dokter dan tenaga kesehatan di Rumah Sakit yang bekerja dengan bertaruh jiwa.
Mungkin ada pihak yang membandingkan jumlah yang meninggal akibat Corona masih kalah dari penyakit lain atau sebab lainnya, tetapi dari segi kemanusiaan kematian akibat wabah atau apapun bukanlah deretan angka statistik. Kematian satu orang pun menyangkut jiwa manusia yang sangat berharga. Demikian halnya dari segi kemanusiaan dan etika kehidupan tidaklah bertanggungjawab kalau dikatakan biarlah semakin banyak orang tertular wabah ini, lama kelamaan akan menjadi biasa seperti orang terkena penyakit biasa.
Pandangan yang demikian tentu tidak positif dan sama dengan tidak menghargai dan menjunjungtinggi nilai kemanusiaan yang diajarkan agama dan peradaban luhur umat manusia di manapun. Dalam sudut pandang Islam masalah panedemi ini menyangkut keselematan jiwa (hifdz-nafs) yang harus menajdi tujuan syariat (Maqashid Asy-Syari’at), yang menyangkut nasib umat manusia dan terkait dengan hifdz-din (menjaga agama), hifdz-‘aql (menjaga akal), hifdz-mal (menjaga harta), dan hifdz-nasl (menjaga keturunan).
Muhammadiyah sebagai gerakan Islam meletakkan nilai kemanusiaan sebagai bagian dari “Berjuang menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam untuk mewujudkan masyarakat Islam yang sebenar-benarnya adalah wajib sebagai ibadat kepada Allah SWT dan berbuat ihsan kepada sesama manusia.” sebagaimana terkandung dalam Muqddimah Anggaran Dasar Muhammadiyah tahun 1946 poin keempat. Pandangan tersebut mengandung dimensi “orientasi kemanusiaan” ( التوجه البشري), “pemihakan pada kemanusiaan” ( تحيز الإنسانية), dan “kepeduliaan pada kemanusiaan” ( الاهتمام بالبشرية) sebagaimana diajarkan Islam sebagaimana firman Allah:
مِنْ أَجْلِ ذَٰلِكَ كَتَبْنَا عَلَىٰ بَنِي إِسْرَائِيلَ أَنَّهُ مَنْ قَتَلَ نَفْسًا بِغَيْرِ نَفْسٍ أَوْ فَسَادٍ فِي الْأَرْضِ فَكَأَنَّمَا قَتَلَ النَّاسَ جَمِيعًا وَمَنْ أَحْيَاهَا فَكَأَنَّمَا أَحْيَا النَّاسَ جَمِيعًا ۚ
Artinya: “Barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan dimuka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya. ” (QS Al-Maidah: 32).
Pada Milad yang bersejarah ini, Muhammadiyah mengumandangkan semangat “mencerdaskan kehidupan bangsa, mencerahkan semesta” sebagaimana dalam Milad tahun Masehi 18 November 2019, maupun semangat “beri solusi untuk negeri” sebagaimana Tanwir ke-3 yang baru berlalu. Keduanya satu napas, bagaimana Muhammadiyah menjadi kekuatan “tangan di atas” (yadul ulya) dan bukan “tangan di bawah” (yadus sufla).
Dengan kata lain harus menjadi Muhammadiyah Berkemajuan yang selalu mencerdaskan, mencerahkan, dan memberi kepada siapapun. Melalui MCCC, Aisyiyah, Amal Usaha, dan semua komponen Persyarikatan saat ini Muhammadiyah benar-benar membuktikan dirinya sebagai Gerakan Islam Berkemajuan yang memiliki kekuatan untuk memberi, peduli, dan berbagi terhadap kepentingan umat manusia. Hal itu merupakan panggilan Ilahi, mengikuti jejak Nabi, serta meneruskan jejak awal KH Ahmad Dahlan sebagai pendiri Muhammadiyah untuk membumikan Al-Quran Surat Ali Imran 104 dan 110, Al-Ma’un, Al-Ashr, Surat Iqra, dan pemikiran Islam Berkemajuan.
Jika Muhammadiyah dengan Islam Berkemajuan ingin menghadirkan “Khaira Ummah”, “Ummatan Wasatha”, dan “Rahmatan Lil-‘Alamin” di muka bumi maka niscaya dirinya harus “tangan di atas” atau dalam bahasa lain menjadi Muhammadiyah Berkemajuan. Muhammadiyah Berkemajuan akan terwujud jika dirinya Berkeunggulan. Muhammadiyah Berkeunggulan bila memiliki segala sesuatu atau sejumlah hal yang memang unggul dari yang lain. Unggul orang-orangnya, unggul semua amal usahanya, unggul sistem organisasinya, unggul gerakannya sampai ke bawah dan di manapun, unggul kemampuan finansialnya, dan keunggulan lainnya. Adakah Muhammadiyah sudah berkeunggulan di segala bidang kehidupan tersebut?
Di sinilah pentingnya Milad dijadikan wahana muhasabah ke dalam diri Muhammadiyah sendiri. Sebelum melihat keluar, lihatlah ke dalam diri sendiri dengan bermuhasabah. Memelototi pihak lain ada porsinya dengan disertai berjiwa hikmah, namun jangan merasa benar sendiri dan melupakan memperhatikan nasib dan kondisi rumah Muhammadiyah sendiri. Ibda binafsika, mulailah dari diri sendiri. Nabi dalam hadis dari Abu Hurairah, bersabda yang artinya, “Salah seorang dari kalian dapat melihat kotoran kecil di mata saudaranya tetapi dia lupa akan kayu besar yang ada di matanya.” (HR. Bukhari).
Muhammadiyah dan umat Islam yang mayoritas di negeti ini jika ingin menjadi kekuatan yang diperhitungkan wajib hukumnya menjadi gerakan yang berkemajuan dengan menciptakan segala keunggulan. Bahwa umat Islam dan Muhammadiyah di manapun termasuk Islam Indonesia tidak mungkin tampil sebagai “Khaira Ummah”, “Ummatan Wasatha dan Syuhada ‘ala-Nas”, dan menebar misi “Rahmatan lil-‘Alamin” jika dirinya tertinggal dan tidak berkemajuan.
Islam “Khaira Ummah”, “Ummatan Wasatha dan Syuhada ‘ala-Nas”, serta “Rahmatan lil-‘Alamin” haruslah berkemajuan. Islam berkemajuan ingin mewujudkan kehidupan umat manusia yang tercerahkan melalui transformasi sosial yang bersifat emansipasi, humanisasi, liberasi, dan transendensi (QS Ali Imran: 104, 110). Adapun da’wah dan tajdid merupakan jalan perubahan untuk mewujudkan Islam sebagai agama bagi kemajuan hidup umat manusia sepanjang zaman. Islam moderat di Indonesia tidak mungkin menjadi kekuatan yang berdaya saing tinggi dan dapat mempengaruhi kehidupan kebangsaan dan kemanusiaan universal di abad ke-21 jika dirinya lemah dan tidak maju.
Umat Islam dan Muhammadiyah dalam dinamika mutakhir di Indonesia dan ranah global akan berhadapan dengam beragam paham dan realitas kehidupan yang kompleks. Proses globalisasi, perkembangan ilmu pengetahuan dan tekonologi, perubahan geopolotik, perubahan sosial, dan modernisasi abad ke-21 akan memberi pengaruh terhadap karakter umat beragama apapun dan di manapun, termasuk di dalamnya umat Islam dan Muhammadiyah. Demikian pula dalam menghadapi berbagai paham Islam; baik yang cenderung radikal-ekstrem yang konservatif maupun radikal-ekstrem liberal dan sekuler. Dalam konteks tersebut Islam Indonesia dan Muhammadiyah harus berwajah moderat sekaligus berkemajuan yang bersifat alternatif. Menjadi alternatif itu berarti harus unggul berkemajuan dibanding yang lain.
Umat Islam dan Muhammadiyah saat ini tidak mungkin menjadi kekuatan berkemajuan jika tidak memiliki pusat-pusat keunggulan di bidang pendidikan, kesehatan, sosial, ekonomi, budaya, politk, dan gerakannya di masyarakat. Tidak mungkin pusat-pusat keunggulan tersebut dapat diwujudkan bila umat Islam dan warga Muhammadiyah sehari-hari tidak jelas apa yang dikerjakan, hanya mereaksi isu-isu yang tidak berujung-pangkal, sibuk bermedia-sosial yang “remeh-remeh” dan cenderung “sia-sia”, lebih mengedepankan reaksi-reaksi negatif tanpa aksi konstruktif dan positif yang membawa kemajuan Islam dan Muhammadiyah sendiri. Jika ingin mandiri dan bermarwah, umat Islam dan Muhammadiyah tidak cukup hanya bicara dengan perkasa, tetapi harus memiliki sesuatu yang dapat dibanggakan dan dijadikan kekuatan dayatawar yakni keunggulan di berbagai aspek kehidupan. Kata pepatah Arab, faaqud asy-syaiy laa yuthi, pihak yang tidak memiliki sesuatu tidak mungkin dapat memberi sesuatu.
Muhammadiyah harus bergerak di garda depan dalam membawa kemajuan umat dan bangsa dengan karakter Islam Berkemajuan. Jika ingin mewujudkan Taqwa dan meraih Masa Depan dengan spirit Ak-Hasyr 18, maka umat Islam dan Muhammadiyah harus menjadi kekuatan terdepan yang unggul berkemajuan. Bukan menjadi segolongan umat yang tertinggal dan berada di pinggiran dengan alam pikiran, mentalitas, dan orientasi tindakan yang berkarakter “tangan di bawah”. Marwah dan uswah hasanah umat Islam dan Muhammadiyah harus dibuktikan dengan kemampuan nyata “tangan di atas” yang berkemajuan, bukan dengan keindahan dan heroisme kata-kata dan retorika bak Simulacra.
Wajah Islam Indonesia dan Muhammadiyah saat ini maupun ke depan haruslah berkemajuan dan memiliki pusat-pusat keunggulan jika ingin mandiri dan tampil sebagai “Khaira Ummah”, “Ummatan Wasatha”, dan “Rahmatan Lil-‘Alamin” di ranah lokal, nasional, regional, dan global. Umat Islam dan Muhammadiyah harus tampil dengan uswah hasanah yang menampilkan wajah Islam Wasathiyah yang damai, teduh, toleran, harmoni, cinta kemanusiaan, cinta lingkungan, memberi solusi, dan menjadi teladan dalam kata dan perilaku. Wajah Islam moderat tersebut sekaligus berintegrasi dengan Islam berkemajuan yang menampilkan kesadaran rasionalitas, objektivitas, ilmu pengetahuan, teknologi, kerja keras, disiplin, mandiri, profesionalitas, dan nilai-nilai positif lainnya sehingga umat yang mayoritas ini hadir sebagai kekuatan yang unggul dan melahirkan segala keunggulan hidup sebagai representasi “Khalifat fi al-Ardl”. Di sinilah relevansi umat Islam dan Muhammadiyah berkemajuan sebagai gerakan Islam transformatif yang menghadirkan peran Islam Berkemajuan yang melahirkan keunggulan di era dunia modern abad ke-21. (*)