Rancangan Undang-Undang Haluan ideologi Pancasila (RUU HIP) Itu memang sangat perlu karena secara empiris setiap rezim terbukti selalu ingin menafsirkan dan mengkapitalisasi Pancasila sekehendaknya demi kepentingan kekuasaannya.
RUU Haluan Ideologi Pancasila adalah fenomena terbaru tentang hasrat penguasa untuk interpretasi Pancasila dan upaya mengkapitalisasinya secara subjektif untuk maksud yang hanya inti rezim ini sajalah yang tahu.
Ditetapkannya tanggal 1 Juni sebagai hari lahir Pancasila adalah fenomena lain dalam gugus yang sama yang bukan saja hanya dapat dilihat menjadi gerakan Soekarnoisasi belaka, melainkan sekaligus sebagai sisi lain dari hasrat yang cukup signifikan melawan Pancasila yang ada dalam Pembukaan UUD 1945.
Soekarno bukan perumus Pancasila karena ia hanya satu dari sekian banyak pembicara dalam Sidang-Sidang BPUPKI, PPKI dan Panitia Sembilan yang memiliki Andil dalam perumusan Pancasila.
Mengikuti Soekarnp bermakna mentetujui gagasannya tentang Pancasila Gotong Royong yang diperas dari Trisila yang sebelymnya diperas dari Pancasila.
Mengikuti Soekarno dapat bermakna bahwa susunan Pancasila tidak seperti yang sekarang dan sila Ketuhanan dalam konsepnya sangat berbeda (Ketuhanan yang berkebudayaan) dari yang disahkan tanggal 18 Agustus 1945 serta posisinya berada pada urutan terakhir dari lima sila-sila Pancasila.
Mengikuti Soekarno dalam gagasan ideologi bernegara ini juga bisa bermakna setuju dengan konsepnya yang lain yang menyetarakan Nasionalisme, Agama dan komunisme (NASAKOM).
Pemikiran dan argumen bahwa jika dibiarkan Pancasila yang benar bisa hilang di tangan penguasa tidak berlebihan. Karena itu mumpung rezim ini sedang berusaha giat merubah Pancasila dari versi Pembukaan UUD 1945, mari kita hadapi dengan pertarungan pemikiran. Melalaui RUU Haluan Ideologi Pancasila ala rezim ini mari kita bertarung pemikiran untuk menemukan Pancadila yang benar dan menjadikannya sebagai halauan yang secara imperatif memaksa tindakan pemerintah tunduk kepadanya.
Jika nanti telah disahkan maka dengan UU Haluan Ideologi Pancasila wajib nihil orang yang berketuhanan dan beragama alakadarnya dan tidak ada lagi kesenjangan dan kemiskinan serta rezim berkuasa bisa dimakzulkan jika membiarkan kondisi menyimpang.
Juga dengan UU Haluan Ideologi Pancasila tidak ada lagi pemilihan langsung eksekutif (Walikota, Bipati, Gubernur dan Presiden), karena menurut sila ke 4 Pancasila semua harus dikembalikan ke legislatif.
Untuk memastikan Komunisme atau Marxisme atau Leninisme atau PKI selamanya tak akan menjadi ancaman, maka berdasarkan Tap MPRS XXV Tahun 1966 wajib segera dibuat Undang-Undang baru agar upaya terencana dan terukur menolak faham sesat itu beroleh payung hukum yang lebih teknis dan operasional.
Jika UU itu ada maka tak akan mungkin ada upaya melawan Pancasila seperti tercermin dari substansi RUU Haluan Ideologi Negara. (*)
Penulis adalah Dosen FISIP UMSU