Oleh: Shohibul Anshor Siregar, Dosen FISIP UMSU
Jejak digital menunjukkan bahwa awal bulan Oktober 2019 yang lalu ramai pemberitaan dengan judul “Andai Jokowi Dilengserkan. Bamsoet Nyatakan Siap Pasang Badan”. Berita itu juga diarsipkan pada situs bambangsoesatyo.info yang tayang tanggal 7 Oktober 2019.
Disebutkan bahwa Ketua MPR RI Bambang Soesatyo menyatakan dirinya siap pasang badan untuk menjadi benteng terakhir bagi Presiden Joko Widodo dalam menghadapi pihak-pihak yang mungkin akan menjatuhkannya di tengah jalan.
Dia menentang keras bila ada pihak-pihak yang ingin menjatuhkan pemerintahan di tengah jalan, sebab hal itu akan merugikan kehidupan berbangsa dan negara.
Ketika berkata seperti itu kelihatan Bamsoet tak berpikir sebagai negarawan, dan mungkin memang ia bukanlah negarawan. Kadarnya memang ya cuma begitu.
Bagaimana mungkin Bamsoet bisa berkata “Tidak boleh ada pemerintahan yang dimakzulkan di tengah jalan”? Justru sebagai lembaga tiggi negara (yang oleh konstitusi yang diamandemen sebanyak 4 kali), namun masih tetap diberi porsi penentu untuk proses impeachment manakala presiden melakukan pelanggaran serius sebagaimana ditentukan.
Dalam kedudukannya sebagai Ketua MPR Bamsoet malah semestinya berkata “siapa pun yang menjadi Ketua pada lembaga tingginegara ini, tugas dan kewajibannya sudah jelas, termasuk memroses impeachement jika Presiden melakukan kesalahan yang ditentukan”.
Menjadi benteng terakhir untuk Jokowi termasuk dari serangan (impeachment), dalam berita itu disebut terkait soal dukungan dari PDI Perjuangan terhadap dirinya antara lain harus mengamankan posisi Presiden Jokowi hingga tuntas pada 2024.
Memang Bamsoet juga mengatakan bahwa tanpa ada syarat semacam itu dirinya pasti akan berupaya keras mempertahankan Jokowi untuk dapat tuntas memimpin di periode kedua.
Tetapi tetap saja tak megurangi bobot kesan memalukan bahwa sekarang MPR dipimpin oleh tokoh politik yang kadar kenegarawanannya rendah.
Jadi kalau sekarang pernyataan Bamsoet yang minta maaf atas kecentang prenangan pelaksanaan konser Amal Covid-19 termasuk ketidak-patuhan mengikuti protokol kesehatan, dugaan saya, sekali lagi ini dugaan, hal itu karena ia amat menyadari bahwa Presiden belakangan ini amat banyak menjadi sasaran sorotan dan kritik baik dari dalam mau pun luar negeri.
Memang dalam gabungan institusi penyelenggara konser itu MPR dianggap merupakan bagian integral. Tetapi dari aspek ketatanegaraan, MPR itu pasti dianggap menjadi sangat aneh seakan mengambil peran eksekutif. Itu takkurang seriusnya dari tingkah “pasang badan” Bamsoet kali ini.
Sekarang silakan para analis mencari tahu, segawat apa tingkat kemerosotan kepercayaan publik kepada pemerintah. Efektif atau malah kontra-produktif pelaksanaan konser itu?
Bamsoet pasti tahu kondisi itu. Ia sangat tahu, menurut saya. (*)