Oleh: Haedar Nashir
Anda mencintai orangtua? Setiap orang baik tentu sayang dan kasih terhadap sosok yang melahirkan dan mengurus sampai menjadi dewasa.
Dialah ibu dan bapak kita tercinta. Ibu bahkan harus bersusah payah selama sembilan bulan, sampai bertaruh nyawa. Hingga Nabi mengajarkan agar cintailah ibumu, ibumu, ibumu.
Setelah itu bapakmu. Bukan berarti bapak harus diabaikan, itu cara Nabi memberi tekanan akan keutamaan. Ibu dan bapak atau bapak dan ibu kita itulah orangtua. Keduanya membesarkan dan mendidik kita di rumah dengan cinta.
Cinta keduanya melampaui luasnya samudra. Meski ortu kita ada yang terbatas secara lahiriah, tetapi cintanya kepada anak tiada terbatas. Tiada yg tidak diberikan orangtua untuk anaknya, hatta ketika sang anak sudah cukup dewasa. Pengorbanan ortu sungguh melintas batas cakrawala.
Baca juga: Menghidupkan Hati
Bagaimana cinta anak pada ortunya? Banyak sekali anak berakhlak mulia yang mencintai ortu begitu tinggi. Mereka mempraktikkan ajaran “birrul walidain” atau berbuat baik kepada ortunya dengan tulus dan penuh pengkhidmatan.
Sebagaimana petuah Lukmanul Hakim dalam al-Quran. Banyak kisah indah tentang anak yang mencintai ortunya dengan kemuliaan.
Namun tidak jarang ada anak kurang atau tidak bisa berbuat baik kepada ortunya. Karena satu dan sekian sebab. Alih-alih mencintai ortu dengan tulus hati, malah ada yang lebih mencintai orang lain yang (baru) dikenalnya hanya karena rasa suka berlebihan.
Apapun yang diminta diberikan, sampai harus melampaui kewajaran. Jadilah “bucin”, kata anak muda. Budak cinta, di mana dirinya diperbudak cinta yang tidak semestinya.
Cinta yang berinduk pada hawa nafsu bagai ibu dari semua berhala, kata Jalaluddin Rumi. Bahkan ada yang lebih tragis. Seperti kisah muram Si Malin Kundang, yang durhaka kepada ibunya. Lalu dihukum menjadi batu. Kisah untuk jadi peringatan.
Mau memperbaiki jalan hidup?tak ada kata terlambat. Cintailah sesuatu sewajarnya. Boleh jadi yg kamu cintai justru jadi pembencimu di kemudian hari.
Kalau membenci pun sewajarnya, tapi harap diingat sebaiknya jangan ada rasa benci, karena tidak baik dan hanya akan menyiksa diri.
Jadilah insan penyayang sesama yang tulus dan baik budi.
Bagaimana cara mencintai ortu? Tidak menjawab “cis” atau “ah” termasuk cinta ortu. Lebih dari itu, tentu maksimalkan berkhidmat kepada ortu dengan yang kita miliki.
Orangtua manapun tidak pernah meminta balasan dari anaknya. Tapi kewajiban anak mencintai dan berbuat baik kepada orangtua. Di situ kemuliaan seorang anak.
Mumpung ortu masih ada, lakukan yang bisa dilakukan untuk berbakti. Nanti setelah keduanya tiada, apapun yang kita miliki tidak akan bisa diberikan.
Apapun yang ingin dilakukan tidak akan mampu, hanya sekadar berkata lemah lembut kepada ortu pun tidak akan terwujudkan.
Peleman, Rabu 6 Mei 2020, jelang berbuka puasa.
Tulisan ini dikonversi dari sebuah utas di akun twitter Haedar Nashir (5 Mei 2020)