Oleh : Roni Jambak, Alumni FISIP UMSU
Pelabuhan adalah lokasi tempat di mana kapal berlabuh, berolah gerak, melakukan aktivitas bongkar muat serta mengisi perbekalan. Di Sumatera Utara, terdapat enam pelabuhan besar—di antaranya empat pelabuhan di pantai sebelah timur yaitu Pelabuhan Belawan, Pelabuhan Kuala Tanjung, Pelabuhan Tanjung Balai dan Pelabuhan Bom Tanjung Tiram. Kemudian, dua pelabuhan lainnya di pantai sebelah barat yaitu Pelabuhan Angin Gunung Sitoli dan Pelabuhan Sibolga.
Dari enam pelabuhan tersebut, Pelabuhan Belawan merupakan salah satu pelabuhan tersibuk di Indonesia yang melayani bongkar muat (dwelling time) peti kemas. Tak hanya melayani bongkar muat peti kemas, pelabuhan Belawan juga mengangkut penumpang dengan kapal laut tujuan nasional dan internasional.
Letak Belawan yang strategis, menghasilkan energi ekonomi pergadagangan Indonesia. Di jaman penjajahan Belanda, Tembakau Deli merupakan daya tarik pengusaha-pengusaha Eropa. Maka, Tembakau Deli menjadi komoditi utama ekspor di Pelabuhan Belawan. Kini di jaman kemerdekaan, ekpor-impor komoditi justru semakin lengkap. Berkembangnya suatu pelabuhan dapat dilihat dari nilai volume ekspor-impor yang dicapai oleh pelabuhan itu. Semakin tinggi nilai dan volume ekspor-impor dan yang dicapai oleh pelabuhan, semakin tinggi pula pendapatan yang diperoleh pelabuhan.
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), nilai ekpor pelabuhan muat di wilayah Sumut pada 2019 pada golongan karet dan barang dari karet sebesar USD 12,31 juta (13,94 persen) diikuti berbagai produk kimia sebesar USD 8,27 juta (11,53 persen) dan kopi, teh, rempah-rempah sebesar USD 5,28 juta (14,68 persen). Untuk nilai impor dari Tiongkok merupakan yang terbesar yaitu USD 106,49 juta dengan besarannya mencapai 25,51 persen dari total impor Sumatera Utara, diikuti Singapura sebesar USD 49,87 juta (11,95 persen), dan Malaysia sebesar USD 42,58 juta (10,20 persen).
Dengan kesibukan suatu Pelabuhan, tentu saja akan meningkatkan pendapatan kepada pengelola pelabuhan beserta masyarakat, khususnya masyarakat yang berada di sekitar Pelabuhan. Namun nyatanya, peningkatan pendapatan masyarakat di daerah itu berbanding terbalik, dari apa yang diharapkan atau tak beriringan terhadap hasil yang telah didapat oleh pihak pengelola pelabuhan. Kemudian pemerintah, atau wakil rakyat masih menghitung-hitung jumlah ketimpangan/disparitas pembangunan di daerah itu.
Ketika kita berada di Belawan tentu terlihat jelas ketimpangan/disparitas pembangunan jika dibandingkan terhadap keuntungan yang dihasilkan dari suatu kota yang disebut dengan kota pelabuhan. Ketimpangan/disparitas pembangunan tersebut, diantaranya, ketersediaan air bersih, perumahan, kesehatan, pendidikan, lingkungan sehat, lingkungan aman ancaman dari kekerasan. Peran kota pelabuhan untuk menghindari ketimpangan/disparitas pembangunan itu sendiri belum dikatakan maksimal menghampiri masyarakatnya.
Pelabuhan Belawan tepatnya di Kecamatan Medan Belawan, dengan luas wilayah terbesar kedua setelah Kecamatan Medan Labuhan, yaitu 26,25 km2, memiliki jumlah lingkungan terbanyak ketiga setelah Kecamatan Medan Kota yaitu sebanyak 143 lingkungan dengan jumlah penduduk hampri 1000 jiwa yaitu 99.273 , tercatat pada tahun 2019. Pembangunan di Kecamatan Medan Belawan tak seperti di kecamatan-kecamatan lainnya. Padahal di kecamatan tersebut, tak mempraktikkan kegiatan bongkar muat di pelabuhan.
[06:28, 2/17/2020] +62 812-6764-3859: Pelabuhan Pendatang Baru Kuala Tanjung
Pelabuhan Kuala Tanjung merupakan pelabuhan bongkar muat (dweeling time ) pendatang baru seperti Pelabuhan Belawan. Pelabuhan Kuala Tanjung, Sumatera Utara disiapkan sebagai Pelabuhan Hub Internasional, sedangkan Pelabuhan Belawan akan fokus melayani domestik. Hal tersebut sesuai dengan rencana dimana pembangunannya telah dimulai sejak tahun 2016. Pelabuhan Kuala Tanjung berlokasi di Desa Kuala Tanjung, Kecamatan Sei Suka yang terletak di Pantai Timur Provinsi Sumatera Utara dan secara administratif merupakan bagian dari Kabupaten Batubara.
Pemerintah dan PT. Pelindo I telah melakukan sejumlah langkah dalam rencana Pengembangan Pelabuhan Kuala Tanjung sebagai hubungan Internasional di antaranya adalah secara bertahap memindahkan kapal-kapal dengan rute Internasional di Pelabuhan Belawan ke Pelabuhan Kuala Tanjung. Selain itu, akses dari dan menuju kawasan hinterland akan dilayani dengan angkutan kereta api dan jalan nasional yang menghubungkan Pelabuhan Kuala Tanjung dengan kawasan sekitarnya.
Adapun Kuala Tanjung terletak di posisi yang sangat strategis, berada di Selat Malaka sebagai salah satu jalur pelayaran niaga tersibuk di dunia, dan menjadikan Pelabuhan Kuala Tanjung sangat cocok diposisikan sebagai Pelabuhan ekspor-impor internasional. Sedangkan Pelabuhan Belawan yang berlokasi di muara sungai dengan tingkat sedimentasi yang tinggi akan ber-evolusi menjadi pelabuhan domestik dan barging (tongkang)-terminal bagi Kuala Tanjung.
Karena itu, bisa diyakinkan warga Kabupaten Batubara kini menunggu pelaksanaan pekerjaan proyek yang disebut Masterplan Percepatan Perluasan dan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) itu. Apalagi disebutkan, untuk membangun Pelabuhan Internasional Kuala Tanjung, diperlukan sekitar satu juta tenaga kerja. Padahal penduduk Kabupaten Batubara saja tidak sampai sebanyak itu. Secara akal, jelas semua penduduk Batubara dapat bekerja.
Dua Pelabuhan skala internasioanl yaitu Pelabuhan Belawan dan Pelabuhan Kuala Tanjung tak bisa serta merta berpengaruh terhadap keberhasilan pendapatan penduduk sekitarnya. Untuk pelabuhan yang baru berdiri seperti Pelabuhan Kuala Tanjung, tentu akan lebih mengutamakan menjadi keberhasilan pemerintah dalam mensukseskan keberhasilan pendapatan daerah ataupun devisa negara. Seperti di Belawan, Pelabuhan Kuala Tanjung akan diapit oleh penduduk miskin. Karena, sampai tulisan ini diakhiri saya tidak mendapatkan agenda pemerintah tentang penyelamatan penduduk dari ancaman kemiskinan di wilayah sekitar Pelabuhan Kuala Tanjung terutama di Desa Sei Suka Kabupate Batubara.
Mudah-mudahan itu salah karena saya bukanlah siapa-siapa karena juga tak ingin menakut nakuti pembaca. Kalau saja Pelabuhan Kuala Tanjung ke depan nanti diapit oleh kemiskinan, saya menyarankan agar penduduk di sekitar di relokasi agar tak tampak ketimpangan/diparitas pembangunan di tempat itu. (*)