TAJDID.ID-Berastagi || Setelah sukses menggelar event Tahura Fest I pada Desember tahun lalu, komunitas YESS For Humanity kembali menggelar event Tahura Fest II di Taman Hutan Rakyat (TAHURA) Bukit Barisan, Berastagi Kabupaten Karo
Kegiatan yang mengusung tema gaya hidup hijau ini diikuti oleh kurang lebih 450 orang yang berasal dari berbagai Komunitas Pecinta Alam (KPA) yang ada di Sumatera Utara. Berbeda dari tahun sebelumnya, pagelaran event tahun ini menambahkan kontent Diskusi & Workshop Green Act bertajuk penerapan gaya hidup hijau sebagai salah satu konten eventnya.
Diskusi ini menghadirkan beberapa praktisi pegiat lingkungan dan akademisi sebagai nara sumber. Turut hadir sebagai nara sumber dalam kegiatan ini adalah Sahran Saputra, dosen KS FISIP UMSU yang juga direktur Dedikasi Foundation yang aktif dalam bidang filantropi, social research, dan community development.
Sahran Saputra menyampaikan tentang pentingnya mengubah pola prilaku sebagai strategi dalam mengatasi permasalahan sampah. Menurutnya, sekarang kita sedang dihadapkan pada segudang permasalahan lingkungan, salah satunya soal sampah. Model ekonomi linear yang bersifat ambil-pakai-buang (take-make-dispose) yang dianut sejak beberapa dekade terakhir telah menampakkan konsekuensi yang tak menyenangkan.
Tanpa disadari, kata Sahran, tempat pembuangan sampah mulai meluap, lautan tercemar, dan landfill ditinggalkan dengan miliaran ton sampah yang tidak terurai selama ratusan tahun, belum lagi kebutuhan pemukiman yang harus berebut lahan dengan areal pembuangan sampah.
“Saat ini kita telah mencapai titik dimana gerakan zero waste lifestyle dibutuhkan untuk menjaga masa depan ekosistem kita,” ujarnya.
Zero waste adalah filosofi yang dijadikan sebagai gaya hidup demi mendorong siklus hidup sumber daya sehingga produk-produk bisa digunakan kembali. Dalam diskusi ini, Sahran Saputra menghimbau para KPA yang ada di Sumatera Utara untuk turut ambil bagian sebagai influencer yang menebar semangat zero waste lifestyle bagi orang lain dengan pola 5 R ; Refuse (menolak menggunakan barang sekali pakai), Reduce (mengurangi pola konsumtif berlebihan), Reuse (memakai kembali barang yang dibeli, seperti botol minum, tempat makan, sedotan aluminium,dll), Recycle (mendaur ulang barang tak terpakai menjadi tepat guna), Rot (membusukkan / menjadikan sisa sampah organik menjadi kompos). Gerakan zero waste ini menantang kita untuk mengevaluasi gaya hidup dan melihat bagaimana sesuatu yang kita konsumsi bisa berdampak pada lingkungan.
Para pserta terlihat sangat antusias mengikuti Diskusi dan Workshop Green Act ini, peserta banyak memberikan pertanyaan dan tanggapan terkait materi diskusi, sehingga dapat saling berbagi pengetahuan dan pengalaman.
Sebagai kata penutup diskusi, Sahran Saputra mengatakan, tentu agak sulit untuk memulai hidup tanpa sambah.
“Tapi bukan untuk dijadikan alasan untuk tidak memulainya. Zero waste bukanlah tujuan, tapi proses” pungkasnya. (*)