Oleh: Nirwansyah Putra, Dosen FISP UMSU
Muhammadiyah didirikan pada 8 Dzulhijjah 1330 H bertepatan pada 18 November 1912. Organisasi ini baru saja memeringati milad ke-105, diukur dari kalender gregorian dan usia ke-109 dari kalender Hijriyah. KH Ahmad Dahlan, mungkin saja, tak menyangka kalau organisasi yang didirikannya ini telah menjadi salah satu organisasi Islam terbesar di dunia. Apakah Muhammadiyah berdiri dengan tiba-tiba?
Berpijak pada konteks historis, ada perlu meneropong situasi sosial politik kultural kawasan nusantara Indonesia waktu itu, saat wilayah ini menjadi salah satu kawasan penyebaran Islam dunia. Tak hanya soal dakwah Islam, melainkan juga pergolakan perlawanan terhadap kolonialialisasi Eropa yang dulu melanda dunia, termasuk Indonesia. Dalam rangkaian itu, tercatatlah nama Ahmad Dahlan dan Muhammadiyah yang didirikannya.
Islamic Golden Age yang disebut dalam rentangan abad ke-8 hingga ke-13, juga menyentuh bibir pantai di Indonesia. Paling tidak, dalam Encyclopedia of Islam and the Muslim World Vol. 2 (2004) karangan Richard C Martin, dituliskan, ada bukti pedagang Muslim Arab yang telah memasuki kawasan Indonesia sejak abad ke-8. Meski, baru pada akhir abad ke-13 penyebaran Islam secara intensif dan terorganisir dimulai.
Menurut keterangan Fred R. Von Der Mehden, seorang profesor politik Islam Timur Tengah dan Asia Tenggara dalam artikelnya berjudul Indonesia yang dimuat di The Oxford Encyclopedia of the Modern Islamic World (1995), awalnya, Islam diperkenalkan melalui pedagang Arab Muslim, lalu dilanjutkan oleh kegiatan dakwah. Islam semakin meluas ketika bantuan dari para penguasa dan bangsawan lokal yang masuk Islam. Pendakwah itu tak hanya dari Arab tapi juga berdatangan dari beberapa wilayah seperti dari Asia Selatan seperti Gujarat dan Asia Tenggara lainnya seperti Champa, dan kemudian dari Semenanjung Arab selatan seperti Hadhramaut, Yaman.
Pada abad ke-13, pemerintahan Islam mulai muncul di pesisir utara Sumatra. Dalam jurnal The Far Eastern Quarterly edisi November 1942, sebuah artikel berjudul Islam in the Netherlands East Indies karangan Raden Abdulkadir Widjojoatmodjo, dituliskan kalau pengelana Eropa bernama Marco Polo, dalam perjalanan pulang dari China pada 1292, melaporkan setidaknya satu kota muslim di Sumatra. Bukti pertama dari sebuah dinasti Muslim adalah nisan tersebut, bertanggal AH 696 (1297 M), atas nama Sultan Malik al- Saleh, Muslim pertama penguasa Kesultanan Samudera Pasai. Menjelang akhir abad ke-13, Islam didirikan di Sumatera Utara. Catatan Ibn Batutta, pengelana muslim dari Maroko, soal ini, lebih rinci dari laporan Marco Polo.
Secara umum, pedagang lokal dan keluarga serta pejabat kerajaan adalah yang pertama mengadopsi agama baru ini, yaitu Islam. Penyebaran Islam di antara kelas penguasa juga dilakukan dengan cara menikahi perempuan setempat, sementara pedagang besar menikahi keluarga elit penguasa. Sebagian literatur menyebut, di era ini penyebaran Islam dilakukan tidak secara otomatis cepat namun berangsur-angsur. Namun, pada abad ke-15, pertumbuhannya semakin cepat karena di wilayah pesisir Timur Indonesia, Kesultanan Malaka di Semenanjung Melayu dan kesultanan Islam lainnya mendominasi wilayah ini. Otomatis, wilayah laut menjadi di bawah kekuasaan muslim dan menjadikan wilayah ini menjadi salah satu hub penting dalam jalur perdagangan internasional ke kawasan Afrika, Timur Tengah dan wilayah China.
Sebelumnya di abad ke-14, Islam juga telah berdiri di timur laut Malaya, Brunei, Filipina barat daya hingga ke pesisir Laut Jawa. Naiknya kerajaan Islam di nusantara juga menandai kemunduran kerajaan Hindu Jawa, Majapahit, di daerah pedalaman Jawa Timur. Karena laut dikuasai kerajaan muslim, maka pedagang Muslim dari Arabia, India, Sumatra dan Semenanjung Melayu, dan juga China mulai mendominasi perdagangan regional yang pernah dikuasai perekonomian Majapahit yang sebenarnya lebih bersifat agraris.
Dinasti Ming Cina dikabarkan menjalin hubungan dengan kerajaan Malaka. Pelayaran Zheng Zheng Ming (1405-1433) diinformasikan telah memengaruhi terbentuknya pemukiman muslim China di Palembang dan pantai utara Jawa. Disebutkan, pada 1430 telah terbentuk jaringan saudagar muslim Arab, Melayu hingga China di pelabuhan utara Jawa seperti Semarang, Demak, Tuban, dan Ampel. Otomatis, muslim telah menanamkan pengaruhnya yang kuat di pesisir utara Jawa. Hingga akhir abad ke-16, kerajaan muslim yang dominan selama masa ini di antaranya Samudera Pasai di Sumatera bagian utara, Kesultanan Malaka di Sumatera timur, Kesultanan Demak di Jawa Tengah, Kesultanan Gowa di Sulawesi Selatan, dan kesultanan Ternate dan Tidore di Kepulauan Maluku di bagian timur Indonesia.
Tulisan-tulisan dari Richard C Martin dan Fred R. Von Der Mehden, menerangkan, proses asimilasi kepulauan nusantara dengan Islam dikaitkan dengan proses perdagangan, konversi kerajaan, dan penaklukan. Dengan demikian, Islam telah menggantikan Hinduisme dan Buddhisme sebagai agama yang dominan di Jawa dan Sumatra pada akhir abad ke-16.
Selama proses ini, Richard C Martin menyebut, “Pengaruh budaya dari era Hindu-Budha sebagian besar dapat ditolerir atau dimasukkan ke dalam ritual Islam.” Sementara Fred R. Von Der Mehden mengatakan, Islam tidak serta merta menghapus budaya yang sudah ada sebelumnya. Sebaliknya, ia memasukkan dan menanamkan unsur-unsur adat dan non-Islam dalam soal hukum dan seni, dan membingkainya sebagai tradisi Islam. Sebagian kalangan menyebut, proses ini di sisi yang lainnya telah menumbuhkan apa yang disebut dengan sinkretisme Islam.
Selain itu, proses keberagamaan juga semakin mendalam. Tumbuhnya aliran-aliran sufisme waktu itu, seperti Naqshbandiyah dan Qadiriyya juga telah menarik orang-orang Indonesia yang baru pindah agama. Sufisme berkembang pesat, termasuk aliran sufi yang bersifat mistisisme. Di antara sufi Indonesia yang paling penting saat itu adalah Hamzah Fansuri, yang juga seorang penyair, dan penulis yang disebutkan wafat pada 1590. Beberapa sumber barat menyebutkan, Hamzah Fansuri merupakan salah seorang di antara sedikit orang yang mula-mula telah melakukan ibadah haji. Dia juga diinformasikan telah melakukan perjalanan dari Sumatera, semenanjung Malaya, India, Makkah-Madinah hingga Baghdad. Hamzah dikabarkan wafat di Makkah.