Dalam beberapa hari belakangan ini, hampir semua akun resmi media sosial instansi pemerintah begitu gencar mengkampanyekan tagar #IndonesiaBahagia.
Bila dicermati, tidak jelas apa maksud tagar tersebut. Jika tagar itu bertujuan untuk menegaskan kondisi faktual dan objektif bangsa Indonesia hari ini, tentu ini sangat menggelitik untuk dipertanyakan. Benarkah bangsa ini sedang bahagia?
Berita terkait: Laporan WHR 2019, Indonesia Urutan ke-92 Negara Bahagia di Dunia
Menyaksikan realitas kehidupan bangsa Indonesia hari ini, sepertinya tagar itu terlalu eksesif dan sangat terkesan glorifikatif, yakni terlalu memaksakan melebih-lebihkan sesuatu sehingga terkesan hebat luar biasa dan sedang tidak ada masalah.
Pada hal, jika mau jujur, kenyataannya republik ini lagi dirundung nelangsa yang serius. Kisruh politik yang berkepanjangan, ekonomi yang lesu, kenaikan harga kebutuhan dan tarif, gelombang PHK, ketidakadilan hukum yang kian nyata, korupsi yang makin merajalela, keamanan yang makin tidak terjamin dan sebagainya adalah sederet indikasi nyata yang tidak bisa dibantah, bahwa bangsa ini benar-benar tidak sedang bahagia.
Bahkan yang paling menohok lagi adalah laporan terbaru World Happiness Report (WHR) 2019 merilis terkait daftar negara-negara bahagia di dunia, dimana ternyata Indonesia hanya mampu menduduki peringkat ke-92 dari 196 negara. Pertanyaannya, apakan wajar dengan peringkat seperti itu dinyatakan bahwa #IndonesiaBahagia?
Pada akhirnya, boleh jadi mungkin ini soal perbedaan persepsi. Pemerintah cukup percaya diri mengklaim #IndonesiaBahagia. Lantas bagaimana dengan persepsi mayoritas rakyat, apakah juga meraskan hal yang sama dan mengamini apa kata pemerintah? Tentu jawabannya tergantung kita yang merasakannya.
Namun, tentunya semua anak bangsa berhak untuk bahagia. Dan sesuai amanat konstitusi kita, kewajiban Negara (pemerintah) lah untuk mewujudkan kebahagian tersebut dengan senyata-nyatanya. Caranya? Pastinya tidak cukup hanya sekedar ditegaskan lewat sepotong tagar: #IndonesiaBahagia. (*)